Kabar Duka, Rektor Universitas Paramadina dan Mantan Dekan FE UI Prof.Firmanzah Tutup Usia

 "Berita duka, Innalillahi wa Innailaihi Rojiun telah meninggal dunia Prof Firmanzah, Ph.D Rektor Universitas Paramadina," dikutip dari keterangan

Editor: Wema Satya Dinata
KOMPAS. com/Indra Akuntono
Rektor Universitas Paramadina Firmanzah 

Istilah-istilah yang lebih jamak dipakai dalam kajian ekonomi, seperti persaingan, riset pasar, segmen, diferensiasi, dan positioning, dia transformasikan ke wilayah politik praktis.

Dalam wawancara khusus dengan harian Kompas yang tayang pada edisi 30 November 2009, Firmanzah menyebut "lompatannya" dari wilayah manajemen ekonomi ke marketing politik ini berlatar belakang ketertarikannya perilaku dan pola interaksinya.

Menurut dia, bahasan perilaku ini tak terbatas di ranah ekonomi saja. Interaksi, ungkap dia, bisa mencakup tataran individu, organisasi, dunia industri, bahkan negara.

Marketing politik, kata dia, adalah perilaku politisi dan partai politik agar bisa memasarkan ide dan gagasan, memenangi persaingan, atau mengelola partai politik.

Dalam wawancara dan bukunya, Firmanzah menegaskan, untuk mendapatkan korelasi antara pemasaran dan kinerja dalam konteks politik praktis ini maka partai politik harus memiliki ideologi yang jelas.

Ideologi dalam konteks ini oleh Firmanzah didefinisikan di bukunya sebagai basis sistem nilai dan paham yang menjelaskan alasan keberadaan partai.

Menurut dia, kejelasan ideologi ini akan memudahkan masyarakat mengidentifikasikan sekaligus membedakan suatu partai dengan partai lain. Sebaliknya, bagi partai, ideologi ini akan memudahkan positioning dan pengemasan bahasa komunikasi yang ingin disampaikan kepada audiens.

Firmanzah tak menampik bahwa justru kejelasan ideologi ini yang kerap menjadi tanda tanya ketika membahas partai politik di Indonesia. Satu partai dengan partai lain punya ideologi dan penjelasan yang tak jauh berbeda.

"(Ini terjadi) karena intelektual politik yang hilang. Mesin intelektual dalam tubuh partai tidak jalan. Semuanya terjebak.... pragmatisme politik," ungkap Firmanzah dalam wawancara dengan harian Kompas di edisi 30 November 2009 itu.

Laiknya di ekonomi, Firmanzah berpendapat "pemasaran" partai politik juga tak cukup memenuhi prinsip positioning, differentiation, dan brand—PDB—untuk memenangi hati pemilih. Harus pula ada inovasi produk, intelijen pemasaran, dan survei pasar.

"Selama ini perilaku politik kita kan masih elitis, seolah-olah lapisan akar rumput tidak tahu politik dan harus didorong oleh elite politik," kecam dia.

Dia menekankan pula, marketing politik sama sekali bukan sekadar memasang iklan atau baliho. Pemasaran politik, tegas dia, adalah proses panjang sejak pengumpulan informasi, pemetaan persoalan bangsa, analisis atas temuan, dan penyediaan alternatif solusi.

Dari situ, lanjut dia, barulah sosialisasi dan promosi sekaligus menghadirkan diferensiasi dengan yang lain, sembari menjalin relasi dengan audiens serta menjalankan intelijen pemasaran dan hal-hal pragmatis pragmatis yang diperlukan.

"Itu mengapa saya menyoroti pentingnya penelitian dan pengembangan di partai politik... Di situ muara antara ideologi partai dan persoalan lapangan diramu dan solusinya seperti apa," ungkap Firmanzah.

Bagi Firmanzah, partai politik di Indonesia akan menghadirkan sistem yang langgeng ketika tak lagi menjadikan figur sebagai acuan. Justru, elite individu harus dapat didudukkan di bawah sistem.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved