Berita Bali

Curhat Guru Honorer di Bali, Gaji Sebulan Hanya Rp500 Ribu, Nurjaya: Kerja Jendral Gaji Kopral

Kerja guru honorer sama seperti Guru PNS, namun imbalan yang mereka terima jauh dari layak untuk tak menyebut sangat kurang.

KOLASE TRIBUN BALI/TRIBUNNEWS
Ilustrasi - Curhat guru honorer di Bali, kerja jenderal gaji kopral 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Seperti pepatah, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Hal itu benar-benar tepat dialamatkan kepada guru honorer utamanya yang ada di Bali.

Kerja mereka sama seperti Guru PNS, namun imbalan yang mereka terima jauh dari layak untuk tak menyebut sangat kurang.

Hal tersebut dituturkan oleh salah seorang guru honorer di salah satu SMP di Gianyar, Nurjaya.

Baca juga: PLN Peduli Serahkan Bantuan CSR/TJSL Rp 1,1 Milyar Untuk Pembangunan Masyarakat Bali

Baca juga: PGRI Sebut Guru Honorer Hervina Dipecat Bukan Karena Posting Gaji di Facebook, Ini Alasan Sebenarnya

Baca juga: Rahasia Guru Honorer Hervina Diungkap Pihak Sekolah, Posting Gaji di Facebook

“Suka dukanya, kerja jendral gaji kopral,” kata Nurjaya saat dihubungi Sabtu 13 Februari 2021 siang.

Nurjaya mengaku sudah hampir lima tahun menjadi guru honorer.

Dirinya langsung menjadi guru honorer setelah tamat dari Jurusan Pendidikan Bahasa Bali di salah satu kampus di Bali.

Perjam, ia hanya mendapat gaji Rp 25 ribu.

Di mana sistem honorer tersebut, yakni gaji dalam seminggu dianggap sebulan.

“Sistemnya kita kerja satu bulan, tapi gajinya satu minggu. Saya mengajar dalam seminggu dapat 20 jam, jadinya seminggu dapat Rp 500 ribu, gajinya sebulan bukan dikalikan empat, tapi tetap sebulan itu dapat 500 ribu,” katanya.

Walaupun gajinya kecil, namun ia tetap menjalaninya, karena menurutnya adalah panggilan hati.

Selain itu, juga merupakan pertanggungjawabannya terhadap almamaternya sebagai seorang tamatan jurusan pendidikan.

Dengan gaji kecil ini, kerjanya pun sama dengan guru PNS.

Administrasi yang dia buat juga banyak, mulai dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), soal-soal, format penilaian, dan sejenisnya.

Bahkan kadang-kadang saat ada tugas yang tak mampu dikerjakan oleh Guru PNS, tugas tersebut malah dioper ke guru honorer.

Paling memprihatinkan, sudah digaji kecil, gaji yang diterimanya pun sering telat.

“Saat tahun ajaran baru, 3 bulan baru dapat gaji, itu dirapel. Gaji sudah kecil, dibayar telat lagi. Dapat gaji itu untuk bayar hutang saja, karena sebelumnya tidak dapat uang,” katanya.

Ketika pembelajaran dilakukan secara daring, dirinya juga membuat administrasi tambahan berupa laporan proses pembelajaran.

“Dengan daring ini, setiap selesai ngajar harus buat laporan. Di luar laporan itu, setiap minggu juga harus buat laporan tertulis tentang proses pembelajaran yang katanya disetor ke Dinas Pendidikan,” katanya.

Untunglah ada subsidi kuota dari pemerintah pusat saat penerapan pembelajaran daring ini.

“Kalau tidak ada subsidi kuota, berat di ongkoslah,” kelakarnya.

Untuk mendapat tambahan penghasilan, dirinya pun nyambi kerja serabutan.

Kadang ikut mendampingi siswa yang akan ikut lomba demi dapat uang konsumsi.

Selain itu, juga mengajar les privat untuk siswa.

“Ngajar les juga saya, agar dapat uang bensin. Kalau tidak begitu, tidak dapat apa,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved