Memaknai Tumpek Landep, Belajar dari Keteguhan Tapa Sang Arjuna di Gunung Indrakila

Memaknai Tumpek Landep, Belajar dari Keteguhan Tapa Sang Arjuna di Gunung Indrakila

Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - Kendaraan bermotor yang sudah diupacarai dengan menaruh sarana upacara Tumpek Landep. Memaknai Tumpek Landep, Belajar dari Keteguhan Tapa Sang Arjuna di Gunung Indrakila 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sabtu 13 Februari 2021 merupakan Hari Raya Tumpek Landep.

Tumpek Landep dirayakan setiap Sabtu Kliwon wuku Landep.

Menjelang Tumpek Landep, biasanya orang-orang ramai datang ke tempat cuci motor atau mobil untuk mencuci kendaraan mereka. 

Mereka membersihkan motor dan mobil sebelum kemudian diupacarai atau dibantenin.

Itulah yang sering kita lihat di masyarakat. 

Padahal jika ditelisik maknanya lebih dalam, Tumpek Landep menurut wakil ketua PHDI, Pinandita I Ketut Swastika memiliki makna otonan atau upacara untuk sarwa (benda) lancip seperti keris, tombak, dan juga peralatan perang lainnya. 

Bukan itu saja, Tumpek Landep juga memiliki makna ngelandepang idep atau menajamkan pikiran.

Di Bali, semua siklus peralihan selalu mendapat peralihan khusus dari masyarakat. 

Misalkan saat penghabisan siklus pawukon yaitu Watugunung bertemu dengan akhir siklus saptawara atau Saniscara (Sabtu) dimaknai dengan perayaan Saraswati. 

Begitu pulalah dengan siklus akhir pancawara yaitu Kliwon dengan siklus akhir saptawara yaitu Saniscara (Sabtu). 

Pertemuan siklus akhir pancawara dan saptawara menjadilah tumpek. 

Selanjutnya disesuikan dengan pawukon, seperti saat ini tepat dengan wuku landep sehingga disebutlah Tumpek Landep.

Upacara Tumpek Landep di Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya di Gang Pacar, Jalan Ratna, Denpasar, Sabtu (18/7/2020)
Upacara Tumpek Landep di Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya di Gang Pacar, Jalan Ratna, Denpasar, Sabtu (18/7/2020) (Tribun Bali/Putu Supartika)

Dosen Bahasa Bali Unud, Putu Eka Guna Yasa menjelaskan, secara tekstual, sebagaimana yang termuat pada Lontar Sundarigama, saat Tumpek Landep ini kita memuja Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati nunas (meminta) kasidian atau kekuatan atas senjata-senjata perang. 

"Karena saat jaman kerajaan, senjata menjadi sangat penting bagi suatu kerajaan untuk mempertahankan dirinya dari serangan musuh. Sehingga patutlah Tumpek Landep ini digunakan sebagai momentum untuk recharging yaitu dengan upacara selain diasah," kata Guna.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved