Berita Bali
Penjualan Peti Mati di Bali Saat Pandemi Naik, Tapi Omzet Menurun, Widjaja: Melayani Warga Kesusahan
Penurunan penghasilan ini dikarenakan saat pandemi kebanyakan yang terjual adalah peti Covid-19.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Di masa pandemi Covid-19 ini penjualan peti mati di Bali mengalami peningkatan.
Walaupun penjualan meningkat, namun penghasilan atau omzet mengalami penurunan.
Hal ini diakui oleh pengusaha peti Kristalian Funeral, Rusmin Widjaja yang ditemui Selasa, 16 Februari 2021 di Rumah Duka Dharma Yadnya Denpasar.
Penurunan penghasilan ini dikarenakan saat pandemi kebanyakan yang terjual adalah peti Covid-19.
Baca juga: Kecelakaan Beruntun Merenggut Nyawa Pensiunan TNI AD dan 3 Cucunya, Peti Mati Berjejer
Dimana peti ini merupakan jenis peti yang paling standar.
“Karena peti Covid-19, jadi harganya sukarela. Menghadapi situasi pandemi ini bukan hanya untung saja tapi melayani masyarakat dalam kesusahan,” kata Widjaja.
Menurutnya, usaha penjualan peti saat masa pandemi ini pakpok karena penjualan habis untuk modal dan gaji karyawan.
Namun dirinya mengaku tetap bersyukur karena bisnisnya masih tetap bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19.
“Kita sudah bersyukur dengan situasi seperti ini, kita tidak seperti teman-teman yang bisnisnya drop sampai tersisa 10 sampai 20 persen,” katanya.
Peti ini dijual ke beberapa rumah sakit swasta yang ada di Bali.
Jika pembeli peti adalah perseorangan, untuk jenis peti Covid-19 ia membanderol dengan harga Rp 2 juta.
Sedangkan dari pemerintah seharga Rp 3.36 juta sudah komplit kantong jenazah, mobil jenazah hingga disinfektan.
Sementara untuk harga peti selain Covid-19 mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 30 juta.
Harga ini tergantung dari jenis kayu hingga motif yang digunakan.
Baca juga: Warga yang Ngeyel Tak Mau Pakai Masker Akan Dimasukkan ke Peti Mati
Selain itu, dirinya juga menjual peti dengan harga Rp 100 juta.
“Kalau yang 100 juta ini kayunya jati dengan ukiran yang rumit dan halus. Semua dihias,” tutur lelaki asli Betawi ini.
Ia menuturkan, salah satu pemesan peti seharga Rp 100 juta ini yakni dari keluarga Kartika Sari Dewi Soekarno.
Dimana keluarga Kartika memesan peti di tempat ini untuk menantunya, Frits Frederik Seegers.
Rata-rata dalam sehari saat pandemi, pihaknya mampu menjual sebanyak 2 peti dan dalam sebulan 30 peti.
Namun sebelum pandemi penjualan dalam sebulan lebih sedikit.
Untuk peti yang dijual dirinya mendatangkan dari Jawa dengan sistem bongkar pasang.
Setelah sampai di Bali, peti ini kembali dirakit oleh pekerjanya untuk meminimalkan biaya kirim.
Dalam sebulan dirinya menyediakan sebanyak 200 peti dalam berbagai ukuran.
Untuk peti standar atau untuk Covid-19 sebanyak 80 peti dan sisanya adalah peti kelas ekonomi ke atas.
Baca juga: Saat Membuat Peti Mati, Rumah Josua Kejatuhan Batu yang Diduga Meteor Kemudian Ditawar Rp 1 Miliar
Menurut pengakuannya, usahanya ini dimulai tahun 2017 lalu dan tahun 2019 bekerjasama dengan RSU Dharma Yadnya Denpasar.
“Kami seperti kontraktornya di sini, kami siapkan peti dan segala halnya terkait pelayanan di rumah duka, karena kan bukan jual peti saja,” katanya.
Selain penjualan peti, perusahaan miliknya juga melayani mobil jenazah, freezer, kamar jenazah.
“Sebulan kami melayani 50 jenazah, paling yang peti yang terjual 20 buah. Kan tidak semua menggunakan peti,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menyediakan 3 peti untuk sumbangan dan memiliki donaturnya sendiri.
“Intinya setiap sebulan sediakan 3 peti sumbangan dan ada donaturnya,” katanya. (*)