Berita Bali
Pemprov Bali Melaksanakan Lomba Ngetik Aksara Bali di Bulan Bahasa Bali 2021, Diikuti 8 Peserta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melaksanakan wimbakara (lomba) ngetik aksara Bali dengan komputer
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melaksanakan wimbakara (lomba) ngetik aksara Bali dengan komputer serangkaian dengan Bulan Bahasa Bali 2021, Kamis 18 Februari 2021.
Lomba yang dilaksanakan di Ruang Cinema, Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali itu diikuti oleh 8 orang peserta.
Mereka merupakan perwakilan dari masing-masing kabupaten dan kota di Bali.
Dalam lomba kali ini, hanya Kabupaten Bangli yang absen alias tidak mengirimkan dutanya.
Baca juga: Lomba Baligrafi Serangkaian Bulan Bahasa Bali 2021, Hanya Diikuti 7 Peserta
Baca juga: Sebuah Pesan untuk Menjaga Kelestarian Alam dalam Tutur Korawisrama di Bulan Bahasa Bali 2021
Baca juga: 89 Lontar Prasi Disuguhkan dalam Pameran Bulan Bahasa Bali 2021
Salah satu dewan juri yang juga Penyuluh Bahasa Bali, I Putu Wahyu Wirayuda menuturkan, waktu yang diberikan panitia untuk mengetik aksara Bali bagi peserta lomba yakni selama 45 menit.
Namun, baru 15 menit beberapa anak sudah ada yang menyelesaikannya.
“Kami merasa bangga, lomba berjalan dengan baik dan lancar. Anak-anak memiliki kemampuan mengetik aksara Bali yang sangat baik, bahkan ada yang bisa menyelesaikan dengan waktu 15 menit, padahal dikasi waktu 45 menit,” kata Wahyu Wirayuda.
Oleh karena itu, ia menilai bahwa anak-anak sekarang sudah menguasai cara mengetik aksara Bali pada komputer dan hasilnya sudah lumayan baik.
Walau demikian, keterbatasan waktu atau mungkin karena grogi ada banyak kesalahan yang seharusnya tidak terjadi.
“Yang dinilai ada 2 kriteria, pertama adalah ketuntasan. Apakah mereka tuntas mengetik semuanya atau tidak. Kedua adalah ketepatan pasang aksara Bali dan sesuai dengan uger-uger,” imbuhnya.
Misalnya ada kata-kata yang berasal dari luar bahasa Bali, seperti bahasa Inggris atau bahasa lainnya, mestinya menggunakan aksara yang tepat.
Selain itu, apabila terdapat kata-kata yang berasal dari bahasa kawi atau kuno, juga harus tepat diisi dengan aksara yang tepat.
Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan bagi peserta lomba supaya bisa mengetik secara benar sesuai dengan anggah ungguhing aksara.
“Misalnya mengetik budaya itu mesti menggunakan “de madu”, ada kata “basa” menggunakan be kembang dan metedong selanjutnya “sa” memakai sesapa. Jadi itu yang menjadi tantangan buat mereka yang masuk dalam kriteria penilaian,” paparnya.
Juri lain yang juga akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Komang Puteri Yadnya Diani mengatakan, dalam waktu 45 menit itu para peserta sudah mampu menyelesaiakan tugasnya dengan baik.
"Semua peserta sudah mampu mengetik dengan baik. Karena dalam mengetik aksara Bali itu, perlu diingatkan harus tepat menggunakan carik. Banyak peserta yang mengetik kata berasal dari basa jawa kuna tak memakai aturan, sehingga banyak yang salah," kata dia.
Ada juga yang menggunakan serapan ketika mengetik istilah asing.
Padahal yang diketik harusnya pengucapannya.
Jadi para peserta harus mampu mengetik 380 kata yang ada dalam teks itu dengan baik dan benar.
“Ada pula yang mengetik peraturan pemerintah dengan "nomor" itu ditulis "no." Padahal itu artinya nomor sehingga yang diketik mestinya "nomor" bukan no,” terangnya. (*).