Serba serbi

Bagi Umat Hindu Bali, Otonan Lebih Penting daripada Ulang Tahun, Apa Sebabnya?

Jika banyak orang merayakan ulang tahun, untuk memperingati hari kelahirannya. Umat Hindu di Bali, memiliki hari penting, yakni otonan

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ilustrasi otonan - Bagi Umat Hindu Bali, Otonan Lebih Penting daripada Ulang Tahun, Apa Sebabnya? 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Jika banyak orang merayakan ulang tahun, untuk memperingati hari kelahirannya.

Umat Hindu di Bali, memiliki hari penting lebih dari hanya sekadar ulang tahun. Hal tersebut biasanya disebut otonan. 

Bagi umat Hindu, otonan jelas lebih penting dari hanya ulang tahun.

Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, dari Gria Bhuwana Dharma Shanti Sesetan, menjelaskan bahwa otonan, yang artinya pawetuan disebut juga hari kehadiran atau kelahiran. 

"Kalau di Jawa dikenal dengan nama weton atau pawetonan yang artinya hari kehadiran atau kemunculannya," jelas pendiri dan pembina Pasraman Bhuwana Dharma Shanti ini, kepada Tribun Bali, Minggu 21 Februari 2021. 

Baca juga: Otonan Saat Tumpek Wayang, Ini Maknanya Dalam Hindu Bali

Baca juga: Ngotonan Mobil saat Tumpek Landep?

Otonan tidak lepas dari wewaran, yaitu ekawara sampai dasawara. Kemudian berkaitan juga dengan wuku atau uku, yang jumlahnya ada 30 wuku.

"Nah wuku ini erat kaitannya dengan perwatakan, dan karakter manusia," jelas ida. 

Sehingga setiap hari otonan, maka jatuhnya pasti tepat dengan wuku juga wewaran  seseorang yang termasuk hari kelahirannya.

Biasanya umat Hindu akan membuat banten otonan saat hari kelahirannya tiba. 

Otonan juga berkaitan erat dengan penghormatan kepada para leluhur, yang ngiyangin atau numadi  (reinkarnasi) ke yang lahir ketika otonannya.

"Begitu juga berkaitan erat dengan saudara empat (sang catur sanak) yang selalu menjaga hidup kita. 

Sehingga oton yang selalu jatuh setiap 210 hari, tepat pada hari kelahiran, wuku, wewarannya lebih penting dari hanya sekadar ulang tahun saja.

"Ya sebab  berhubungan erat dengan konsep spritual keagamaan Hindu di Bali," kata ida. 

Apabila diperhatikan dan dikaji secara seksama, maka kata ulang tahun yang di dalam bahasa Inggris sama dengan 'Birth Day' atau hari kelahiran sangat cocok dengan otonan.

"Tentang ulang tahun, yang selalu dirayakan setiap tahun, tidak ada kaitannya dengan hari kelahiran apalagi dengan wuku serta wewaran seseorang. Namun lebih hanya berkaitan dengan tanggal dan bulan kelahiran," sebut beliau. 

Sehingga tidak ada kaitannya dengan sang numadi serta sang catur sanak.

"Lebih-lebih orang lahir pada tanggal 29 Februari tahun kabisat, dia hanya bisa merayakan ulang tahunnya 4 tahun sekali, jadi selalu kehilangan momen 3 tahun berturut-turut," sebut ida. 

Bahkan sebutan ulang tahun dalam bahasa Inggris (birth day), tidak mengena.

"Sebab mereka merayakan tanggal kelahiran, sepatutnya mereka menyebut dalam bahasa Inggris adalah birth date atau tanggal kelahiran," jelas pensiunan dosen Unhi ini. 

Kemudian ida juga menjelaskan, perbedaan antara otonan dengan dedinan. Otonan setiap 210 hari, enam bulan.

"Yang pasti tepat jatuhnya pada harinya, wewarannya serta wukunya," ucap ida.

Dedinan itu, kata beliau, setiap bulan (35 hari), yang hanya sama adalah hari dan salah satu dari wewarannya (hanya pancawara).

Sedangkan wewarannya yang lain tidak sama, begitu juga wukunya tidak sama. Sehingga otonan dan dedinan sangat beda. 

"Otonan sebenarnya harus dilakukan dari kecil hingga tua atau selama hidup.

Karena itu adalah sebagai simbol hormat dan selalu ingat kepada para leluhur yang ngiyangin atau yang jiwanya numadi ke orang tersebut," jelas ida rsi.

Dalam perayaan otonan setelah sudah tua, tidak perlu dengan upacara besar atau otonan lengkap, tapi cukup dengan dapetan, atau pejati bagi yang punya waktu membuatnya.

Namun sejatinya, canang sari saja cukup dihaturkan di rong tiga saat otonan. 

Kemudian dilanjutkan dengan menghaturkan sembah bhakti (sembahyang) di merajan.

"Sebagai tanda bahwa kita ingat dan berterima kasih atas telah diberikan kesempatan hadir di dunia ini. Jadi dengan canang sudah cukup untuk merayakan dan mengingat otonan," tegas beliau.

Ida Pedanda Gede Buruan, menjelaskan ihwal tenung kelahiran.

"Padewasan merupakan hari baik dan buruk dalam melakukan kegiatan. Baik itu kegiatan rutin sehari-hari maupun kegiatan yang bersifat insidental," jelas ida.

Selain itu, padewasan juga merupakan tenung atau ramalan, baik berdasarkan wewaran-nya, uripnya, maupun hal lain yang masih berkaitan dengan padewasan.

Hasilnya pun bervariasi unti setiap orang ataupun kelahiran. 

Ida menegaskan, semua kembali ke karma wesana masing-masing orang.

Jika hasilnya baik maka ditingkatkan, jika hasil ramalannya kurang baik, maka harus diperbaiki dan dihindari yang buruk. Sehingga mampu mengendalikan ramalan yang kurang baik. 

Selanjutnya, tenung kelahiran adalah tenung wewaran atau uku. Hanya saja wewarannya disesuaikan pada otonan atau hari kelahiran seseorang. Yang dimulai dari saptawara, pancawara, serta uku atau wuku. Selanjutnya baru wewaran yang lainnya. 

Tenung saptawara, kata beliau, terdiri dari Redite (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buda (Rabu), Wraspati (Kamis), Sukra (Jumat), dan Saniscara (Sabtu). Ketika welaka dengan nama Ida Bagus Made Suasta, beliau menjelaskan tentang semua maknanya dalam sebuah buku berjudul 'Wariga Tenung Jodoh Praktis'. 

Selanjutnya berdasarkan pancawara, ada kelahiran Umanis, Paing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sedangkan untuk wuku atau uku, mulai dari Sinta sampai Watugunung yang jumlahnya 30 wuku. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved