Berita Klungkung
Kisah Warga Klungkung Ketut Merta, Yatim Piatu Sedari Balita, Rumah Sederhananya Kini Harus Digusur
I Ketut Merta (55) termenung, saat ditemui di kediamannya yang jauh dari kata sederhana di Wilayah Kung, Dusun Timrah, Desa Paksebali, Klungkung, Bali
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - I Ketut Merta (55) termenung, saat ditemui di kediamannya yang jauh dari kata sederhana di Wilayah Kung, Dusun Timrah, Desa Paksebali, Klungkung, Bali, Rabu 3 Maret 2021 kemarin.
Ia kebingungan, karena diminta angkat kaki dari lahan yang sudah 25 tahun ia tempati.
Sepekan ke depan, rencananya rumah selayaknya gubuknya itu akan digusur.
Penampilan Ketut Merta tampak lusuh.
Saat itu ia bersama istrinya, Nengah Susun serta dua putranya sedang membereskan prabotan.
Mereka harus siap-siap pindah ke rumah kos, karena kediaman semi permanen yang mereka tinggali selama ini akan digusur.
Ketut Merta mengakui, lahan yang ia dirikan rumah itu bukanlah miliknya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kerugian Capai Rp100 Juta, Kebakaran Hanguskan Kios dan Kamar Tidur di Klungkung
Baca juga: Polisi di Klungkung Bali Bagikan 50 Nasi Bungkus Sambil Edukasi Prokes
Baca juga: Bhabinkamtibmas Polres Klungkung Jalani Vaksinasi, Kapolda Bali: Laksanakan Sebaik-baiknya
" Saya sudah 25 tahun tinggal di sini, ini tanah milik orang lain. Saya tidak punya apa, dari kecil ditinggal orang tua," lirih Ketut Merta, Rabu 3 Maret 2021.
Raut wajahnya seketika sedih, ketika disinggung mengapa ia bisa puluhan tahun tinggal di lahan orang lain.
Saat itu pula Merta mengatakan jika ia sudah tidak memiliki kerabat lagi.
Dengan raut wajah pilu, ia lalu bercerita jika sebenarnya ia berasal dari Desa Seraya, Karangasem.
Sejak balita, ia sudah ditinggal meninggal oleh orangtuanya. Ia lalu diasuh oleh seseorang yang mengasihaninya, hingga beranjak remaja.
Baca juga: Suka Duka Petugas PPKM Banjar Buaji Sari Sumerta Denpasar, Kehujanan hingga Diremehkan
" Beranjak remaja, saya pergi merantau ke mana-mana jualan sate. Sampai ada seseorang yang mengajak saya tinggal di sini (Desa Paksebali)," ungkap Ketut Merta.
Tahun demi tahun berlalu, Ketut Merta membuat rumah sederhana di tanah yang saat ini ia dirikan rumah.
Letaknya di pinggir ruas jalan utama Desa Paksebali-Sidemen, Karangasem. Sementara orang yang mengajaknya tinggal di lahan itu, saat ini sudah meninggal.
Rumah itu hanya memiliki dua kamar, dengan dinding anyaman bambu yang sudah usang.
Atapnya berbahan seng, yang sudah rusak dan berlobang di mana-mana.
Sementara lantainya hanya tanah. Ia di rumah itu tinggal bersama istrinya, Nengah Susun.
Sementara kedua putranya, Wayan Landep (25), dan Nengah Astawan (22) memilih tinggal di kamar kos di Desa Tangkas.
" Anak saya memilih kos di desa Tangkas, karena memang di sini sudah tidak ada tempat. Kebetulan mereka sudan bekerja, jadi buruh bangunan," ungkap Merta.
Sebelumnya Ketut Merta, bersama dengan istrinya Ni Nengah Susun sebenarnya berjualan sate ikan.
Namun penyakit epilepsi Ni Nengah Susun kerap kumat, bahkan pernah tiba-tiba ambruk saat tengah jualan.
Sehingga saat ini keluarga tersebut hanya bisa menggantungan hidup dari membuat katik (tusuk) sate.
" Sudah tidak bisa jualan sate lagi. Kami hanya jual katik (tusuk sate) ke pedagang sate," ungkapnya.
Dari usahanya itu, ia mendapatkan uang sekitar Rp20 ribu dalam sehari.
Walau berasal dari Karangasem, beruntung Merta bisa diakui sebagai warga di Desa Paksebali.
Ia juga tercatat sebagai keluarga miskin, dan setiap bulan mendapatkan bantuan program keluarga harapan.
Namun tiba-tiba saja ia dibuat kaget, saat si pemilik lahan meminta lahan yang selama ini ia tinggali.
Rencananya lahan tersebut akan diratakan dengan alat berat pekan depan, dan si pemilik meminta Ketut Merta untuk segera pindah.
Hal ini sempat membuat Ketut Merta sempat kebingungan.
Beruntung hal ini sampai ke telinga Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
Sehingga bupati memberikan bantuan dengan membiayai keluarga Ketut Merta untuk kos sementara selama satu tahun.
" Tadi bupati sudah sempat ke sini melihat kondisi keluarga saya yang seperti ini adanya," jelasnya.
Perbekel Desa Pasebali Putu Ariadi mengatakan, karena sudah tercatat sebagai warga Desa Paksebali, otomatis menjadi tanggung jawab desa atas kondisi yang mendera Merta.
"Pak Bupati sudah turun kemarin melihat secara langsung. Gubugnya harus dibongkar, Rabu lokasi ini harus sudah bersih, sesuai permintaan pemilik lahan," ungkap Ariadi.
Menurut Ariadi, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta membantu mengontrakan satu kamar kost untuk Merta dan istri.
Biaya kontrakan ditanggung bupati selama satu tahun.
" Ke depannya, Pemkab Klungkung masih mengupayakan permohonan ke Provinsi Bali untuk bisa memanfaatkan aset provinsi di Desa Paksebali untuk lahan rumah warga miskin," ungkapnya. (*)