Berita Bangli

Harga Cabai Rawit di Bangli Tembus Rp 120 Ribu Per Kilo, Penurunan Produksi Mencapai 50 Persen

Cuaca ekstrem yang terjadi sejak awal tahun 2021 berdampak pada kerusakan komoditi pertanian, salah satunya cabai rawit merah.

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Noviana Windri
(Tribun Bali/Rizal Fanany)
Harga Cabai Rawit di Bangli Tembus Rp 120 Ribu Per Kilo, Penurunan Produksi Mencapai 50 Persen 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Cuaca ekstrem yang terjadi sejak awal tahun 2021 berdampak pada kerusakan komoditi pertanian, salah satunya cabai rawit merah.

Alhasil harga komoditas ini mengalami lonjakan tinggi menyentuh angka Rp 120 ribu per kilo.

Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli I Wayan Sarma membenarkan, sesuai pantauan pihaknya di Pasar Singamandawa, Kintamani Senin (8 Maret 2021) di Pasar harga cabai rawit merah saat ini Rp 120 ribu per kilo.

Harga tersebut mengalami peningkatan sejak tiga hari terakhir.

“Tiga hari lalu harganya masih Rp. 110 ribu per kilo, dan sejak hari ini menjadi Rp. 120 ribu. Begitupun di pasar-pasar lainnya, rata-rata juga sekian. Sementara di Pasar Kidul, sejak kemarin harga cabai rawit sudah Rp. 120 ribu per kilo,” jelasnya.

Tingginya harga cabai rawit telah terjadi sejak beberapa bulan terakhir.

Baca juga: Jeritan Wayan Sureni, Berhenti Jual Lawar karena Harga Cabai Melambung Tinggi Jelang Hari Raya Nyepi

Baca juga: Harga Cabai Kian Meroket di Pasaran Klungkung Bali, Sureni Pilih Berhenti Jual Lawar

Baca juga: Musim Hujan, Harga Cabai Rawit di Buleleng Tembus Rp 90 Ribu per Kilogram

Di tingkat petani pun, imbuhnya, harga cabai rawit merah juga tergolong tinggi.

Yakni berkisar Rp. 110 ribu hingga Rp. 115 ribu.

“Harga cabai rawit merah sendiri normalnya hanya Rp. 30 ribu hingga Rp. 40 ribu,” ucapnya.

Sarma mengatakan peningkatan harga cabai rawit merah tidak terlepas karena hukum pasar.

Di mana ketersediaan barang lebih sedikit dibandingkan permintaan. Menurut Sarma, penurunan produksi ini disebabkan pengaruh cuaca buruk.

Sesuai data yang dihimpun, Kadis asal Desa Tembuku itu menyebut penurunan produksi cabai rawit merah di Bangli mencapai 50 persen, dari total produksi per tahun sebesar 28.655 ton.

 Kondisi ini terjadi akibat penyakit antraknosa, yang menyebabkan cabai para petani rontok dan busuk.

“Sentral cabai di Bangli merata di beberapa desa. Seperti di Desa Terunyan, Desa Songan, Desa Bayunggede, Desa Abang Batudinding, Desa Katung, Desa Pinggan. Biasanya dipasarkan ke Klungkung, Tabanan hingga Denpasar,” sebutnya.

Dengan jumlah produksi 28.655 ton per tahun, Sarma mengatakan jumlah tersebut hanya mampu memenuhi 1,13 persen memenuhi kebutuhan cabai di Bali.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan produksi cabai besar merah asal Bangli sebesar 10.188 ton per tahun, yang mampu memenuhi 73,76 persen kebutuhan di Bali.

Baca juga: Harga Cabai Rawit Merah di Bangli Tembus Rp 100 Ribu/Kg, Sayur Hijau Rp 15 Ribu/Kg

Baca juga: Harga Cabai Besar Tembus Rp 40 Ribu Per Kilo di Denpasar Bali, Masyarakat Beralih Ke Cabai Kering

“Walau demikian cabai besar juga mengalami penurunan produksi, sekitar 18 sampai 20 persen. Namun demikian hal ini tidak terlalu terdampak karena konsumsi cabai besar lebih ke konsumsi industry makanan, bukan konsumsi rumah tangga,” katanya.

Kendati terdampak cuaca, Sarma mengatakan masih ada petani yang tetap menanam cabai.

Sebab menurutnya, walaupun produksi yang dihasilkan rendah modal yang dikeluarkan masih tetap kembali lantaran harga jualnya yang tinggi.

“Kalau sampai gagal panen 100 persen tidak. Namun kalau penurunan produksi memang ada,” imbuhnya.

Sarma juga mengatakan tingginya harga cabai masih berpotensi meningkat, mengingat jelang hari raya Nyepi dan Galungan.

Begitupun dengan komoditas lainnya, seperti bawang merah, telur ayam, daging ayam.

“Kalau daging babi memang kami perkirakan sampai galungan masih mahal. Mungkin setelah Galungan baru turun. Seiring dengan pertambahan populasi, serta kebutuhan masyarakat untuk upacara agama. Untuk harga cabai, diasumsikan mulai turun sekitar bulan Mei, karena curah hujan sudah menurun dan para petani sudah mulai kembali menanam,” ucapnya.

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved