Mengenal Paramasiwa, Sadāśiwa, dan Siwātma hingga Ajaran Wrhaspati Tattwa

Mengenal Paramasiwa Tattwa, Sadāśiwa Tattwa, dan Siwātma Tattwa hingga Wrehaspati Tattwa

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - Mengenal Paramasiwa, Sadāśiwa, dan Siwātma hingga Ajaran Wrhaspati Tattwa 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kenyataan tertinggi itu ada dua yang disebut dengan Cetana dan Acetana.

Cetana adalah unsur kesadaran. Acetana adalah unsur ketidaksadaran.

"Kedua unsur ini bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada," sebut Dosen mata kuliah Filologi dan Metode Penelitian Sastra, I Dewa Gede Windhu Sancaya, Selasa 16 Maret 2021.

Cetana itu ada tiga jenisnya yaitu Paramasiwa Tattwa, Sadāśiwa Tattwa, dan Siwātma Tattwa yang disebut Cetana Télu, atau tiga tingkatan kesadaran.

Ketiganya tidak lain adalah Sanghyang Widhi itu sendiri yang telah berbeda tingkat kesadarannya. 

"Paramasiwa memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadāśiwa menengah dan Siwātma terendah," jelasnya.

Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu, tergantung pada kuat tidaknya pengaruh Māyā.

Paramašiwa bebas dari pengaruh Māyā. Sadāsiwa mendapat pengaruh sedang-sedang saja. 

Sedangkan Śiwātma mendapat pengaruh paling kuat.

Baca juga: Tak Semua yang Lahir pada Wuku Wayang Harus Disapuh Leger, Berikut Aturan Menurut Kala Pati Tattwa

"Sanghyang Widhi Paramasiwa adalah kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu Māyā, karena itu Ia disebut Nirguna Brahman," imbuh Windhu Sancaya.

Ia adalah perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, tanpa aktivitas. Paramasiwa kemudian kesadarannya mulai tersentuh oleh Māyā.

Pada saat seperti itu, Ia mulai terpengaruh oleh sakti, guna, dan swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Sanghyang Widhi Sadāśiwa. 

Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimbolkan dengan bunga teratai yang
merupakan stanaNya.

Ia digambarkan sebagai perwujudan mantra yang disimbolkan dengan aksara AUM (OM) dengan Iswara ( 1 ) sebagai kepala, Tatpuruşa sebagai muka (TA), Aghora (A) sebagai hati, Bāmadewa (BA) sebagai alat-alat rahasia, Sadyojāta (SA) sebagai badan. 

"Dewa sakti, guņa dan swabhawanya, ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaanNya. Karena itu, la disebut Saguna Brahman," sebutnya.

Pada tingkatan Siwātmā tattwa, śakti, guna dan swabhawaNya sudah berkurang karena sudah dipengaruhi oleh Māyā. Karena itu, Siwātmā Tattwa disebut juga Māyāsira Tattwa.

Berdasarkan tingkat pengaruh Māyā terhadap Śiwātmā Tattwa, Siwātmā Tattwa itu dibedakan atas delapan tingkatan yang disebut Aştawidyasana.

Bilamana pengaruh Maya sudah demikian besarnya terhadap Siwātma menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan sifatnya menjadi awidya.

Dan apabila kesadarannya terpecah-pecah dan menjiwai semua mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia, maka ia disebut atma atau jīwātma.

Baca juga: Begini Penjelasan Tentang Reinkarnasi Dalam Agama Hindu

"Meskipun atma merupakan bagian dari Sanghyang Widhi (Śiwa), namun karena adanya belenggu awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh māyā (pradhāna tattwa),  maka ia tidak lagi menyadari asalnya," katanya. 

Hal ini menyebabkan ātma ada dalam lingkaran sorga-neraka-samsara secara berulang-ulang.

Atma akan dapat bersatu kembali kepada asalnya, apabila semua selaras dengan Catur Iswara, Panca Yama Brata, Panca Niyama Brata dan Astasiddhi.

"Bilamana dalam segala karmanya bertentangan dengan ajaran-ajaran tadi, maka ātma akan tetap berada dalam lingkaran samsara, reinkarnasi," jelasnya.

Reinkarnasi
Bentuk atau wujud reinkarnasi ātma sangat banyak tergantung karma wāsanānya ātma pada saat penjelmaannya terdahulu. 

Salah satu bentuk reinkarnasi itu adalah sebagai "sthāwara janggama" yang disebut sebagai penjelmaan yang paling jelek.

Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihindari. 

Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati Tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakikat ketuhanan dalam dirinya.

Baca juga: Tertuang Dalam Lontar Sundarigama dan Buku Nagarakartagama, Berikut Makna Hari Raya Nyepi

Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari segala tattwa (nānābhyudreka).

Tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (indriyayogamārga). Tidak terikat pada pahala-pahala perbuatan baik atau buruk (trsnādosaksaya).

Wrhaspati Tattwa juga mengajukan jalan lain untuk mencapai Sanghyang Wisesa yaitu dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia (yoga) melalui enam tahapannya yang disebut sadanggayoga.

Yoga didasari dan dibangun oleh daśaśīla, atau sepuluh prilaku yang baik. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved