Berita Bali
SOSOK Ni Luh Putu Sugianitri, Polwan yang Menemani Bung Karno Mendengarkan Musik Keroncong
Sosok Ni Luh Putu Sugianitri, Polwan yang Menemani Bung Karno Mendengarkan Musik Keroncong
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Mereka yakni Putu Aliki, Kadek Damana, Komang Alia, dan Ketut Damesa.
Almarhum meninggalkan 5 orang cucu.
Bung Karno di Mata Nitri
Ni Luh Putu Sugianitri adalah sosok polisi wanita (polwan) dan menjadi ajudan terakhir Presiden Soekarno.
Sugianitri sempat hadir dan menceritakan pengalamannya menjadi ajudan Bung Karno dalamdiskusi buku Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa di Bentara Budaya Bali Jalan Prof Ida Bagus Mantra No 88 A, Ketewel, Gianyar, Sabtu 12 April 2014 silam.
Menurut Nitri, perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dan suasana psikologis yang menyertainya, membuatnya menjadi satu-satunya polwan yang tidak pernah naik pangkat dari brigadir, tidak pernah dipecat, tidak pernah diberhentikan, dan tidak pernah menerima uang pensiunan.
Baca juga: Sosok Dan Profil Ni Luh Putu Sugianitri, Sosok Perempuan Bali Yang Menjadi Ajudan Terakhir Soekarno
"Saya satu-satunya wanita Bali yang menjadi ajudan terakhir Presiden Soekarno. Saya dari Desa Babatan, Penebel, Tabanan. Anak satu-satunya Ni Made Pajeng, pendiri sekolah di sana. Saya polisi angkatan ketiga di Sekolah Kepolisian Sukabumi," ujar Nitri malam itu.
Nitri juga menceritakan, setelah pendidikan, ketika polwan yang lain kembali ke daerah masing-masing, namun dia tidak boleh pulang.
Sebagai orang Bali, dia sering diminta menari. Dia kerap tampil menari di acara-acara resmi kepresidenan, hingga akhirnya Nitri kemudian menjadi ajudan Bung Karno.

"Sebagai polisi ajudan, saya tidak pernah memakai seragam polisi. Waktu itu saya lebih sering menari daripada latihan karena penari masih jarang. Saya selalu memakai kebaya dan menari, sementara di dalam tas ada revolver. Dengan begitu, orang tidak tahu bahwa Soekarno dikawal oleh ajudan yang sedang menari," kisah ibu tujuh anak dari dua kali pernikahannya ini.
Pengakuan Nitri, sebagai ajudan dirinya hanya sebagai tukang beli kue, makanan, dan buah-buahan yang disenangi Bung Karno.
Bung Karno paling menyukai kue lemper, buah rambutan, dan jika makan harus ada kecap merek tertentu yang pabriknya ada di Blitar, kota kelahiran Putra Sang Fajar itu.
"Kalau ada yang bilang bahwa Bung Karno memiliki uang miliaran saat presiden, saya tertawa dalam hati. Mereka tidak tahu, pernah sekali waktu Bung Karno meminta saya membelikan seikat rambutan. Waktu itu saya bilang, mana uang untuk membelinya. Bung Karno nggak punya uang. Saya tahu persis karena saya yang biasanya memegang untuk membeli makanannya," kata Nitri.

Menurut Nitri, Bung Karno dikenalnya sebagai presiden yang senang mengoleksi lukisan dan memperhatikan para pelukis, terutama sejak masa kemerdekaan hingga tahun 1965 saat masa peralihan kekuasaan kepresidenan, juga hingga masa akhir hayatnya.
Bung Karno juga senang mendokumentasikan segala hal.
"Waktu detik-detik jelang penyerahan kekuasaan, saya masih mendampingi Bapak di tempat pengasingannya di Wisma Yaso. Waktu itu Bapak minta berfoto dengan saya. Saya enggak mau. Kenapa harus berfoto? Dia bilang, bodoh kamu, ini hari terakhir saya (Bung Karno) mengenakan pakaian kepresidenan. Akhirnya kami berfoto. Kalau tidak ada foto itu, mungkin orang sekarang tidak percaya bahwa saya ajudan Soekarno," katanya.
"Setelah G30S/PKI, saya mendampingi Bapak Presiden sampai diamankan. Setelah serah terima kekuasaan, Ibu Tien (Istri Soeharto) meminta supaya saya ikut menjadi ajudan beliau. Saya bilang pikir-pikir dulu. Saya enggak mau karena waktu itu Bung Karno dibilang PKI," kata Nitri. (*)