Vaksinasi

Rentang Waktu Pemberian Vaksin Sinovac Jadi 28 Hari, Bukan Hanya 14 Hari

Vaksin asal Tiongkoktersebut juga aman karena memberikan efek samping ringan hingga sedang, yaitu efek samping berupa nyeri, iritasi, pembengkakan.

Editor: DionDBPutra
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi vaksin Covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA – Rentang waktu pemberian vaksin Sinovac dari dosis pertama ke dosis kedua untuk usia 18-59 tahun menjadi 28 hari. Sebelumnya, rentang waktu hanya 14 hari.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizdi mengatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan rentang waktu pilihan untuk usia 18-59 tahun itu antara 14 hari sampai 28 hari.

"Jadi kita juga sudah mengeluarkan surat edaran untuk usia di bawah 60 tahun itu bisa dilakukan vaksinasi sampai 28 hari. Jadi artinya kalau lewat lima hari itu memungkinkan, tapi yang enggak boleh lebih 28 hari," katanya beberapa waktu lalu.

Baca juga: Wawancara Dubes Indonesia Untuk China, Cerita di Balik Lobi Indonesia Datangkan Vaksin Sinovac

Baca juga: Pasien yang Terpapar Mutasi Virus Corona B117 Sudah Sehat, Kemenkes: Vaksin Sinovac Masih Efektif

Perubahan interval vaksin tercantum dalam Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/I/653/2021 terkait Optimalisasi Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, yang diteken Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, pada 15 Maret 2021 lalu.

Kebijakan ini diambil sebagai upaya percepatan program vaksinasi nasional yang ditargetkan selesai dalam waktu 12 bulan, di tengah ketersediaan vaksin yang terbatas.

Namun Nadia menegaskan, bukan berarti semua interval vaksinasi di semua umur menjadi sama.

Seperti diketahui selama ini Sinovac untuk usia 18-59 tahun disuntikkan sebanyak dua dosis dengan interval 14 hari, sementara untuk lansia yaitu 28 hari.

Sebagaimana diketahui, hingga kini program vaksinasi pemerintah telah berjalan dalam dua tahap. Tahap pertama yakni vaksinasi untuk tenaga kesehatan yang dimulai pada 17 Januari 2021.

Tahap kedua yakni vaksinasi untuk pedagang pasar, pendidik (guru, dosen, tenaga pendidik), tokoh agama, wakil rakyat, pejabat pemerintah, dan Aparatur Sipil Negara (ASN), Keamanan (TNI-Polri), pariwisata (petugas hotel dan petugas restoran), pelayanan publik (Damkar, BPBD, BUMN, BPJS, Kepala/perangkat Desa), pekerja transportasi publik, atlet dan wartawan yang dimulai pada 17 Februari 2021.

Selanjutnya, akan ada vaksinasi tahap ketiga dan keempat yang akan dimulai pada April 2021 dan dijadwalkan selesai pada Maret 2022.

Sasaran vaksinasi Covid-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi.

Sementara itu, sasaran vaksinasi tahap 4 adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

Sebelumnya BPOM resmi menerbitkan persetujuan penggunaan darurat (EUA) vaksin Covid-19 Sinovac atau Coronovac, Senin 11 Januari 2020.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, selain memiliki kemanjuran atau efikasi di atas 50 persen.

Vaksin asal Tiongkok, China tersebut juga aman karena memberikan efek samping ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan

Vaksinasi Gotong Royong

Sementara itu, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting mengatakan pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin secara patungan atau cost sharing.

Alexander mengatakan pemerintah tidak menutup kemungkinan vaksinasi dengan cara ini demi mencegah penyebaran virus corona.

"Tetapi ada juga kelompok masyarakat yang bisa juga menanggulangi secara cost sharing. Ini juga kita tidak tutup untuk persoalan dan penanggulangan di mana terjadi cost sharing," ujar Alexander dalam Webinar dan Rilis Survei SMRC, Selasa 23 Maret 2021.

Menurut Alexander, skema vaksinasi dengan cost sharing adalah bentuk dari gotong royong. Sehingga skema vaksin gotong royong tetap digalakan oleh pemerintah demi mengejar target kekebalan kelompok atau herd imunity.

"Cost sharing itu adalah simbol dari gotong royong dan oleh karena itu vaksin gotong royong, vaksin mandiri ini bisa tetap dikelola dan ini tetap dikampanyekan," ucap Alexander.

Meski begitu, Alexander menegaskan bahwa vaksinasi dengan skema cost sharing ini bukan bentuk lepas tanggung jawabnya pemerintah.

Mengingat, menurut Alexander, pemerintah tetap melaksanakan vaksinasi gratis untuk masyarakat.

"Tapi bukan berarti pemerintah lepas tanggung jawab. Karena pemerintah tetap mengatakan bahwa ini gratis," katanya Alexander. (tribun network/rina ayu/fahdo fahlevi/kps/sam)

Ikuti berita terkait Vaksinasi Covid-19

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved