Pengusaha Bus Merasa Kena Prank, Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan Larangan Mudik
Keputusan ini diambil setelah melihat pengalaman libur panjang sebelumnya yang kerap meningkatkan angka penularan Covid-19.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan melarang mudik lebaran tahun 2021.
Keputusan ini diambil setelah melihat pengalaman libur-libur panjang sebelumnya yang kerap meningkatkan angka penularan Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, keputusan pelarangan mudik ini merupakan hasil konsultasi dengan Presiden Jokowi dan jajaran menteri untuk menekan laju penyebaran virus corona.
Baca juga: Setelah Larangan Mudik Lebaran 2021, Pemerintah Siapkan Aturan Pengendalian Transportasi
Baca juga: Kemenhub Siapkan Aturan Pengendalian Transportasi Setelah Pemerintah Larang Mudik Lebaran
”Maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan. Berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta maupun pekerja mandiri dan seluruh masyarakat," ucap Muhadjir dalam keterangan pers virtual, Jumat 26 Maret 2021.
Keputusan itu kemudian menuai beragam respons dari pihak-pihak terkait, mulai dari KAI hingga pengusaha bus.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DPD DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menilai pemerintah terlalu dini memutuskan larangan mudik. Sebab, baru pada pekan lalu Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sempat mengatakan bahwa tak ada larangan mudik di tahun ini.
Shafruhan pun merasa seperti kena 'prank' (lelucon-- red) dengan keputusan baru ini.
”Terlalu dini melarang mudik, sedangkan Menhub kemarin bilang tak ada larangan untuk tahun ini. Jadi kenapa tumpang tindih? Harusnya disiapkan dulu aturan yang pasti dan solusi apa untuk pelaku transportasi jika mudik itu dilarang,” ujar Shafruhan Sinungan saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu 27 Maret 2021.
Shafruhan mengatakan, alangkah baiknya pemerintah tetap membolehkan mudik dengan syarat prokes Covid-19 diperketat.
Sebab, jika pelarangan mudik ditetapkan akan membuat ekonomi semakin runtuh.
Ia mengungkapkan sudah banyak karyawan di bidang transportasi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga pemotongan gaji sopir demi mempertahankan armada agar tetap laik jalan.
Baca juga: Larangan Mudik Lebaran 6 – 17 Mei 2021, Penyaluran Bantuan Sosial Tetap Sesuai Jadwal
”Kami banyak menerima keluhan jika mudik tahun ini dilarang akan banyak lagi yang di-PHK. Karena tak mudah untuk bisa normal lagi, padahal sejak Juli kemarin transportasi darat sudah mulai berbenah lagi untuk bangkit. Tapi kalau diputuskan mudik dilarang, sopir-sopir bus pasti akan semakin menjerit," jelas Shafruhan
Shafruhan menyarankan agar pemerintah lebih bijak dalam menyikapi aktivitas mudik. Sebab, mudik bisa dijadikan momentum perbaikan ekonomi khususnya di kampung-kampung.
"Mudik itu biar setahun sekali tapi dampaknya besar sekali bahkan skalanya nasional. Aktivitas bisnis dan perputaran uang sangat dipengaruhi banyaknya mobilitas penumpang dan moda transportasi yang bergerak. Kalau aktivitas orang lambat, ekonomi tidak pasti juga macet," kata dia.
Untuk itu ia berharap mudik bisa menjadi momen untuk menggerakkan kondisi yang terpuruk.