Serba Serbi
Bija Setelah Sembahyang, Berikut Maknanya Dalam Hindu Bali
Umat Hindu, khususnya di Bali kerap menggunakan bija setelah sembahyang. Lalu apakah makna dan fungsinya dalam Hindu Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Secara umum penempatan bija setelah selesai mohon tirta yaitu pada sedikit di atas lelata (cuda mani) yang sering disebut 'ajna cakra' agar tumbuh sinar kebijaksanaan.
Dengan mantra 'Om Sriyam Bhawantu' artinya semoga cerdas atas anugerah-Nya.
Kedua, diletakkan di luar kerongkongan bawah sebagai simbol wisuda cakra agar tumbuh kebahagiaan, dengan mantra 'Om Sukham Bhawantu' artinya semoga mencapai kebahagiaan atas anugerah-Nya.
Ketiga, lanjut ia, tiga biji bija ditelan dan tidak boleh dikunyah dengan mantra 'Om Purnam Bhawantu, Om Ksama Ksampurna ye Namah Svaha’.
Artinya semoga mencapai kesempurnaan dan pengampunan atas anugerah-Nya.
Bahkan ada juga yang menempatkan tiga biji bija masing-masing pada ubun-ubun sebagai simbol 'Ardhanareswari' sebagai Siwa Uma.
Kedua, di dada sebagai simbol dewa dan atma sebagai tumbuhnya keyakinan 'Tri Tatwa' yaitu Siwa Tatwa,Widya Tatwa,dan Atma Tatwa.
Ketiga, ditempatkan di pangkal tenggorokan untuk menghidupkan 'cakra kundalini' yaitu tujuh cakra dalam tubuh.
Kesimpulannya bahwa setiap selesai umat Hindu melakukan persembahyangan, selalu harus menempatkan bija sebagai akhir dari kegiatan persembahyangan dengan tujuan atau fungsi yang utama adalah untuk dapat mengembangkan atau menumbuhkan benih- benih ke Siwa-an dalam angga sarira dan suksma sarira.
"Sehingga menjadi umat Hindu yang membangkitkan sifat-sifat kedewataan, dan menghapuskan bahkan menghilangkan sifat-sifat keraksasaan," katanya.
Masalah penempatan bija, ia mengatakan agar menggunakan yang umum dipakai yaitu di antara lelata atau kening (cuda mani), di luar dasar kerongkongan, dan dimasukkan ke dalam mulut lalu ditelan langsung tanpa dikunyah agar benih-benih tidak rusak sehingga dapat tumbuh dengan baik. (*).