Wawancara Tokoh
Wawancara Nyoman Nuarta Pemenang Desain Istana Negara IKN: Presiden Akan Berkantor di Tubuh Garuda
pemenang desain istana negara IKN baru adalah seniman asal Tabanan, Bali, yang kini tinggal di Bandung, Jawa Barat, Nyoman Nuarta.
Penulis: Ragil Armando | Editor: Komang Agus Ruspawan
Apakah Anda mengerjakan semua desain itu sendiri?
Kita ngebutlah, karena kebetulan saya punya biro arsitek, karena di studio itu saya ada NuArt Sculpture Park, ada namanya Studio Nyoman Nuarta ada NuArt Consultant, terus Maha Cakra. Ini barangkali anak-anak pematung ngerjain arsitek. Saya ketawa aja.
Padahal saya sudah mendirikan biro arsitek itu tahun 75, saya masih sekolah saat itu. Nggak mungkin ngerjakan sendiri, tapi basic ide dari saya. Jadi saya sudah biasa, jadi sama seperti GWK, saya arsiteknya, saya pematungnya, dan yang ngerjakan detailnya tentu ahli-ahlinya.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai kritik dari berbagai pihak yang menyebut Anda bukan seorang arsitek tetapi justru menang sayembara?
Mereka mungkin, kalau seorang arsitek bikin arsitek aja nggak boleh bikin yang lain-lain, dari mana itu? Kreativitas itu tidak bisa dibendung, misalnya seorang arsitek bikin patung kalau bisa ya boleh.
Kebebasan kan dilindungi undang-undang, dan semua memang kemudian menjadi keputusan Presiden untuk memilih mana konsep desain yang dianggap memenuhi syarat.
Mungkin kemudian kebetulan konsep saya yang dinyatakan sebagai pemenangnya dan kemudian diumumkan pada 29 Maret 2021 kepada publik melalui media.
Kemudian bagaimana tanggapan Anda mengenai adanya anggapan bahwa seleksi tersebut tertutup dan terkesan tidak transparan?
Lho itu ada arsitek, yang diundang ada 12 arsitek dan cuma lima saat itu yang datang, yang diundang itu Gregorius Antar Awal (IAI), Gregorius Supie Yolodi (IAI), Isandra Matin Ahmad (IAI), Sibarani Sofian (MUDO), Nyoman Nuarta, Pierre Natigor Pohan, Grace Christiani, Dian Ratih N Yunianti, M Iqbal Tawakal, dan Achmad Reinaldi Nugroho. Lalu yang datang hanya pada saat itu yakni Andra Matin, Gregorius Supie Yolodi, Yori Antar, Nyoman Nuarta, dan Sibarani Sofian.
Masalah undangan itu kan hak PUPR ya, kan biasa mau ngundang ada beauty contest lah, karena dinilai orang-orang yang pengalaman, itu barangkali ya. Kriteria ya lebih bagus tanya Pak Menteri PUPR, saya kan hanya pengikut atau peserta.
Lalu, kenapa harus menggunakan burung garuda dalam desain istana tersebut? Kenapa tidak seperti istana-istana di Eropa atau Amerika yang lebih mengedepankan nilai-nilai klasik?
Sekarang, kalau menyebut nama burung Garuda, maka itulah Indonesia, negeri dengan sejarah panjang, yang dikaruniai keragaman etnis dan bahasa, serta hutan tropis dengan kekayaan vegetasi yang tak ternilai harganya.
Itu artinya, ketika kita menyebutkan nama “Garuda”, maka itulah sebuah rumah besar (istana) bagi persaudaraan, persatuan, dan kerukunan hidup bersama. Apalagi kalau kita ingat semboyan yang tertulis dalam pita yang dicengkeram hari-jari kaki Garuda, ”Bhineka Tunggal Ika”, kita berbeda tetapi tetap menjadi satu jua.
Baca Juga: Wawancara Menristek Bambang Brodjonegoro, Harus Konsisten Pada Ekonomi Berbasis Inovasi
Jadi pada posisi itu akan menjadi simbol pemersatu bangsa. Ia mengatasi segala perbedaan, segala silang pandang, segala keragaman adat istiadat dan perilaku, dan bahkan perbedaan kepercayaan dan agama.