Serba Serbi

Dikenal Sebagai Gelungan Sulinggih, Apa Sebenarnya Makna Ketu di Bali?

da Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti menjelaskan, bahwa sejak dahulu kala sebelum tahun 1960-an, bawa atau ketu (gelungan pendeta)

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Muput upacara Betara Turun Kabeh di Soring Ambal-Ambal. Oleh Ida Bujangga Sara Sastra: Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti dan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Istri Satya Lakshmi. 

Inilah sesana gelungan dan arti warnanya.

Sejak 1960-an itu juga, bentuk ketu atau bawa (gelungan) ada yang bundar dan mahkota.

"Bulat panjang dan ornamennya sederhana, seperti yang biasa kita lihat untuk pendeta Siwa atau ida pedanda, dan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa ini  adalah sebagai lambang lingga," jelas beliau.

Lalu ada yang berbentuk mahkota, dengan banyak ornamen seperti gelungan Rama dalam tarian Bali, yang dipakai oleh kalangan Ida Pedanda Budha.

"Namun saat ini banyak bentuk-bentuk bawa atau gelung sulinggih, yang muncul dan dengan ornamen hiasan yang wah megahnya. Nah hal ini tiang sendiri tidak tahu makna sesungguhnya," kata pensiunan dosen UNHI ini.

Lanjut beliau, apabila pedanda Siwa dan Rsi Bhujangga tidak ada perbedaan. Sebab keduanya memakai gelaran Siwa Siddhanta.

Begitu juga dengan untuk Pedanda Budha, memiliki makna dan esensinya sendiri.

Terkait khusus untuk nabe ini, beliau mengatakan tidaklah mudah.

 Sebab menjadi guru nabe, guru dari gurunya para sulinggih adalah tugas yang berat dan sangat bermakna.

Untuk itu syarat menjadi guru nabe tidaklah mudah. Ida rsi menjelaskan, syarat pertama harus sudah cukup senior dalam malinggih atau madiksa. Sehingga rekam jejak dalam muput upacara sudah banyak, khususnya dalam melalui suka dan duka.

Baca juga: Pecaruan Catus Pata di Jembrana, Libatkan Lima Sulinggih

Memiliki pengetahuan yang cukup di dalam kesulinggihan. Serta pengetahuan tentang arti, fungsi dan makna upacara serta upakara (bebantenan) di Bali.

 Memiliki pengetahuan tentang  filsafat ketuhanan, seperti hakekat ketuhanan (Brahma Widya).

"Berhati bersih, jujur, satya wacana, dan ahimsa. Kemudian melaksanakan atau mempraktekkan secara nyata tentang Trikaya Parisuda," sebut beliau.

Dipilih oleh calon sisya (calon nanaknya), karena seorang nabe tidak boleh mencari murid atau nanak.

Tetapi nanak yang harus mencari nabe.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved