105 Tokoh Dukung BPOM, Terkait Polemik Vaksin Nusantara
Sekira 105 tokoh dari berbagai latar belakang seperti pengacara, cendekiawan hingga tokoh agamawan menyatakan dukungannya pada BPOM
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Sekira 105 tokoh dari berbagai latar belakang seperti pengacara, cendekiawan, tokoh agamawan, Ahli IT hingga pengamat HAM menyatakan dukungannya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Diketahui Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai sorotan.
Pasalnya vaksin ini tetap melaju uji klinis fase II meski belum mengantongi rekomendasi soal keamanan oleh BPOM.
"Kami, yang nama-namanya tercantum di bawah ini, bersikap berpegang pada pendirian BPOM yang merupakan badan resmi di Indonesia dan bekerja berdasarkan prosedur-prosedur, disiplin, dan integritas ilmiah," kata Anggota Transparency International Indonesia (TII) Natalia Soebagjo dalam pernyataan virtualnya, Sabtu 17 April 2021.
Baca juga: Wawali Arya Wibawa Kembali Tinjau Vaksinasi Massal di Kota Denpasar
Baca juga: Vaksin Merah Putih Ditargetkan Produksi Massal 2022
Baca juga: POLEMIK Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Terawan & Vaksin Merah Putih yang Siap Diproduksi Massal
Natalia menegaskan bahwa setiap penelitian dan pengembangan vaksin atau obat harus mengindahkan asas-asas ilmiah.
Mengingat vaksin Nusantara punya proyeksi pemanfaatan untuk masyarakat Indonesia.
Sehingga, sudah seharusnya vaksin besutan Terawan itu juga memperhatikan bahwa pengabaian aturan atas proses riset dapat mengancam hidup jutaan rakyat.
"Mari kita ingat bahwa hidup mati jutaan rakyat adalah taruhannya," tegas dia.
Nama 105 orang yang menandatangani dukungan terhadap BPOM, diantaranya A Mustofa Bisri, Abdillah Toha, Ade Armando, Adi R Adiwoso, Ahmad Syafi’i Maarif, Ainun Najib, Akmal Taher, Alissa Wahid, Anak Agung Gede Ariawan, Ananda Sukarlan, Andreas Harsono, Andy Budiman, Anita Wahid, Anton Rahardjo, Arief Anshory Yusuf, Arief T. Surowidjojo, Avianti Armand, Azyumardi Azra, Betti Alisjahbana, Boediono, Budi Haryanto, Budiati Prasetiamartati, dan Butet Kertaradjasa.
Ada juga Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives, Christine Hakim, Dicky Budiman, Dicky Pelupessy, Djoko Susilo, Emil Salim, Erry Riyana Hardjapamekas, Goenawan Mohamad, Halik Malik, Harkristuti Harkrisnowo, Henny Supolo Sitepu, Herawati Supolo Sudoyo, Joko Anwar, dan lain-lain.
Surat terbuka yang ditandatangani dan dibacakan dalam webinar oleh Natalia Soebagjo, berisi demikian: Tim BPOM, Majulah Terus! Setiap penelitian vaksin perlu diputuskan oleh lembaga yang memiliki otoritas. perlu diputuskan oleh lembaga negara yang memiliki otoritas.
Kita punya Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
Kami, yang nama-namanya tercantum di bawah ini, bersikap berpegang pada pendirian BPOM yang merupakan badan resmi di Indonesia dan bekerja berdasarkan prosedur-prosedur, disiplin, dan integritas ilmiah.
Biarkan BPOM bekerja tenang bersama tim pakarnya. Kami percaya pada integritas keilmuan dan independensi mereka.
Selama ini, BPOM telah mengabdi untuk menjaga kesehatan masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Mereka yang bekerja di BPOM telah membuktikan diri sebagai patriot tanpa banyak retorika, teguh menghadapi tekanan dari mana saja. Kami, warga Republik, berdiri bersama mereka. Setiap penelitian dan pengembangan vaksin dan obat, kami hargai sebagai ikhtiar membuka kemungkinan baru melawan pandemi. Tentu dengan tetap mengindahkan asas-asas ilmiah. Mari kita ingat bahwa hidup mati jutaan rakyat adalah taruhannya.”
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menegaskan, prosedur dan protokol yang berlaku wajib dipatuhi dalam pengembangan vaksin Nusantara.
Menurut Daeng, pengembangan vaksin Nusantara tidak boleh hanya disandarkan pada niat nasionalisme, namun juga harus sesuai protokol.
"Jangan hanya kita berpikir niat, niat nasionalisme ini sendiri, kemudian karena niatnya nasionalisme, sudahlah protokolnya cincai enggak apa-apa, lah. Kan enggak bisa begitu," ujar Daeng dalam diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu.
Dirinya mengatakan, prosedur dan protokol harus tetap menjadi prioritas.
Meski vaksin yang dikembangkan mendapatkan label buatan dalam negeri.
Daeng mengatakan, sebenarnya pengembangan vaksin menggunakan sel dendritik bukan pertama kali dilakukan di Indonesia.
"Artinya kalau bicara platform itu dikaitkan dengan nasionalisme, saya juga tidak terlalu tertarik karena kami kalau di bidang kesehatan mengerti nih platform dendritik ini tidak pertama kali di Indonesia," ungkap Daeng.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito enggan memberikan komentar saat peneliti vaksin sel dendritic atau vaksin Nusantara tetap melanjutkan tahapannya meski tak sesuai rekomendasi pihaknya.
"Terkait vaksin nusantara ya kami tidak bisa menjawab, ya jawaban kami bagaimana hasil penilaian Badan POM terkait fase pertama uji klinik fase 1 vaksin dendritik atau vaksin nusantara adalah belum bisa dilanjutkan ke uji klinik fase dua, sudah clear ya sampai di situ," tegasnya dalam konferensi pers virtual bersama BPOM RI secara virtual, Jumat 16 April 2021.
BPOM Main Politik
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena menuding saat ini BPOM bermain politik dalam polemik Vaksin Nusantara.
Sebelumnya Melki bersama tokoh pejabat lainnya turut menjadi relawan uji coba dari vaksin Nusantara ini.
Penolakan uji klinis fase kedua oleh BPOM dianggap aneh oleh Melki karena para peneliti vaksin Nusantara sudah melakukan perbaikan.
Padahal sebelumnya telah ada kesepakatan jika setelah perbaikan, BPOM akan mempertimbangkan izin dari uji klinis.
Hal tersebut didapati seusai Komisi IX DPR menggelar diskusi dengan Terawan dan Peniliti Vaksin Nusantara.
Selain itu juga turut serta peneliti lain dari luar negeri dalam hal ini Amerika Serikat, lalu BPOM dan dua ahli yakni Amin Subandrio dan Chaerul Anwar Nidom.
"Itu seminggu kemudian dengan perbaikan yang dilakukan untuk memenuhi kaidah rekomendasikan BPOM, mestinya sudah bisa diberikan izin uji klinis tahap 2 terhadap vaksin Nusantara," katanya.
Menurut Melki, pada 17 Maret sudah diberikan oleh BPOM. Perselisihan ini, menurut Melki, menimbulkan tudingan yang mengatakan jika DPR bermain politik di balik vaksin Nusantara.
Namun Melki mengatakan, malah BPOM yang saat ini melakukan permainan politik.
"Jadi sekarang BPOM sudah main-main politik juga. Jadi mereka yang bilang kita main politik, mereka main-main politik. DPR itu lembaga politik. Kita punya keputusan politik," ungkapnya.
Tudingan itu karena BPOM yang memulai meminta dukungan dari berbagai pihak.
Selain itu menurutnya, BPOM telah mengingkari kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Dimana setelah adanya perbaikan dari peneliti Vaksin Nusantara, maka izin akan diberikan seminggu kemudian.
Digagas Sejak Terawan Menkes
TENAGA Ahli Menteri Kesehatan Andani Eka Putra mengungkapkan, vaksin nusantara ternyata sudah digagas oleh Terawan Agus Putranto sejak menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Vaksin Nusantara dikembangkan dengan konsep berbasis sel dendritik.
"Iya setahu saya, sudah, (saat) menjabat sudah menjalani," kata Andani dalam diskusi dalam diskusi virtual Polemik Trijaya, Sabtu 17 April 2021.
Andani mengungkapkan, saat itu pemerintah juga sudah mengetahui adanya gagasan vaksin Nusantara oleh Terawan.
Andani mengatakan vaksin Nusantara digagas sama dengan vaksin Merah Putih.
Tujuan pengembangan vaksin Nusantara juga untuk menghasilkan vaksin nasional.
"Sudah, saya pikir sudah ada begitu prosesnya, tapi saya enggak tahu persis ya. Tapi kalau saya lihat berita-berita yang ada vaksin ini sama dengan vaksin merah putih. Digagas hampir sama polanya dengan tujuan untuk menghasilkan vaksin nasional," ungkap Andani.
Dirinya mengatakan, pengembangan vaksin Nusantara memiliki konsep yang sangat rumit yakni dengan sel dendritik.
"Vaksin dendritik ini kalau saya katakan agak ribet ya. Berbeda dari vaksin-vaksin yang lain, posisinya itu agak ribet," pungkas Andani.
Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Profesor Akmal Taher mengatakan uji klinis fase I yang belum dikantongi Vaksin Nusantara sebenarnya mencakup soal keamanan produk tersebut.
Sebab kata dia, pada fase uji coba ke manusia atau makhluk hidup, terdapat 4 fase.
Fase pertama mengenai sebuah riset adalah melihat keamanan produk itu bagi manusia.
"Di manusia itu ada 4 fase yang pertama itu fase keamanan sebenernya. Jadi kita belum bicara obat itu bermanfaat atau nggak bagi manusia, tapi yang kita bicarakan pertama kali adalah keamanan obat baru atau vaksin baru itu," ucap Akmal dalam pernyataan virtualnya, Sabtu.
Ia mengatakan persoalan Vaksin Nusantara bisa saja tidak menuai polemik jika prosedur riset dijalankan dengan baik.
Namun, karena prosedur itu tak diindahkan maka yang terjadi adalah polemik ini muncul ke permukaan.
"Jadi kalau semua dijalankan oleh aturan-aturan seperti itu, nggak ada yang mesti ribut," tegas Akmal.
Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia ini mengatakan pelanggaran prosedur riset akan menimbulkan bahaya. Apalagi produk vaksin itu diproyeksikan untuk masyarakat Indonesia.
Ia khawatir jika prosedur soal keamanan vaksin saja diterabas, maka tidak ada jaminan produk itu akan aman.
“Apa bahayanya kalau itu terganggu? Sudah jelas bahaya sekali kalau yang beredar itu keamanannya tidak terjamin," pungkasnya.
(Tribun Network)