Cuntaka dan Tata Tertib Masuk Pura Dalam Hindu Bali, Ini yang Boleh Dan Tidak Boleh
Berdasarkan berbagai sumber, untuk tetap menjaga kesucian pura kemudian masyarakat Hindu Bali membuat tata tertib untuk memasukinya.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Masyarakat Hindu Bali, memiliki tempat suci untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Pura adalah tempat suci bagi umat Hindu. Sebab di dalamnya terdapat bangunan suci.
Yakni Pelinggih atau stana Tuhan bersama manifestasi beliau. Selain pura ada juga merajan atau sanggah. Serta tempat suci lainnya.
Untuk itu ada aturan tersendiri dalam memasuki pura dan merajan atau sanggah.
Khususnya tidak boleh orang yang cuntaka atau dalam keadaan kotor memasukinya.
Berdasarkan berbagai sumber, untuk tetap menjaga kesucian pura kemudian masyarakat Hindu Bali membuat tata tertib untuk memasukinya.
Pertama, bagi umat yang akan melakukan sujud bakti wajib mengenakan busana sembahyang. Bagi pria mengenakan kain kampuh, baju dan destar.
Sedangkan wanita mengenakan kain kebaya dan selendang.
Bagi orang yang sekadar ingin melihat suasana sembahyang, terutama bagi tamu mancanegara tidaklah elok jika masuk ke halaman suci (jeroan).
Apalagi jika tidak menggunakan pakaian yang sopan.
Atau tidak dalam keadaan bersih jasmani dan rohani. Sebab niat harus bersih saat memasuki pura maupun merajan atau sanggah.
Demi menjaga kesucian tempat suci tersebut.
Tata tertib lainnya adalah tidak berkata kasar, mabuk, bertengkar, berkelahi, memperbaiki kain, siaran, berkencan, buang air kecil dan besar, atau semua hal yang tidak pantas.
Khususnya di halaman utama pura (jeroan) sangat tidak diperbolehkan.
Orang yang cuntaka juga dilarang masuk ke tempat suci.
Cuntaka dalam kamus besar Bahasa Bali berarti keadaan cemar atau kotor.
Cuntaka itu seperti saat sedang haid, setelah bersalin atau keguguran, cuntaka karena upacara perkawinan belum wiwaha.
Selain itu juga Cuntaka karena gamia gamana, cuntaka karena salah timpal (bersetubuh dengan binatang), cuntaka karena hamil tak ada yang mengakui, dan cuntaka karena hidup serumah tanpa upacara perkawinan atau kumpul kebo.
Ada pula cuntaka yang datangnya dari orang lain, yaitu cuntaka karena kematian.
Untuk itu, orang yang masih dalam keadaan cuntaka tidak diperkenankan memasuki area suci. (*)