Berita Bali

Bali Bisa Hancur, Ini Alasan Pulau Bali dan Jawa Tidak Boleh Disatukan

Karamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan laut Bali Utara masih menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: M. Firdian Sani
Basarnas
Kapal kargo Cemtex Pioneer. Bali Bisa Hancur, Ini Alasan Pulau Bali dan Jawa Tidak Boleh Disatukan 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Karamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan laut Bali Utara masih menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.

Laut Bali Utara memang dikenal memiliki beragam kisah mistis.

Banyak hal misterius juga kerap terjadi di sana.

Laut Bali Utara juga dikenal sebagai pemisah antara Pulau Bali dan Pulau Jawa.

Padahal sebelumnya kedua pulau ini adalah satu kesatuan. 

Ternyata Ada PNS dalam Kapal Selam KRI Nanggala 402, Perannya pun Sangat Penting

Berikut sekelumit cerita dari pemangku asli Buleleng, Jero Mangku Ketut Maliarsa.

Secara niskala Pulau Jawa dengan Pulau Bali, tidak bisa disatukan seperti sediakala layaknya zaman dahulu.

"Hal ini karena diikat kuat oleh bhisama yang secara legenda atau mitologi. Dan secara prinsip bhisama itulah yang tidak memperbolehkan hal tersebut," ucapnya kepada Tribun-Bali.com, Jumat 30 April 2021.

Intinya bahwa bhisama itu, diterima oleh Mpu Siddhi Mantra pada waktu beliau beryoga semadi untuk memohon kemuliaan dan kerahayuan jagat kepada Ida Bhatara Siwa dan Ida Bhatara Baruna Geni.

Karena kekuatan yoga semadinya, akhirnya ia mendapat anugerah berupa wahyu suci atau pawisik untuk menorehkan tongkat saktinya sebanyak tiga kali.

Viral Video Awan Mirip Kapal Selam KRI Nanggala 402, Direkam dari Pantai Matahari Terbit Sanur Bali

Segalanya bergerak dan bergetar hebat, hingga terjadi keajaiban berupa air laut pasang dan menimbulkan putusnya Pulau Jawa dengan Pulau Bali kala itu hingga saat ini.

"Oleh karena ini adalah Wahyu suci atau pawisik dari hyang niskala, maka hal ini diwujudkan sebagai bhisama-Nya Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasi atau sinar suci beliau kepada Ida Bhatara Siwa dan Ida Bhatara Baruna Geni," sebut pemangku asli Bon Dalem ini. 

Sehingga hal ini sangat rentan atau riskan, jika ada yang berani menentang wahyu suci atau pawisik hyang niskala tersebut.

Bahkan akan bisa berakibat fatal dan masyarakat Bali menanggung dosa besar, sehingga mengakibatkan kehancuran bagi Bali itu sendiri nantinya. 

Temui dan Sampaikan Duka ke Keluarga Awak Kapal Selam KRI Nanggala 402, Jokowi Janji Bangunkan Rumah

"Maka dari itu, sebaiknya tidak ada disambung-menyambung antara Bali dan Jawa lewat laut utara itu. Baik dengan membuat jembatan atau jalan tol sekalipun," tegasnya. Hal itu harus dilakukan, jika menghendaki Bali tetap mulia, lestari, dan rahayu seperti sekarang ini.

Masyarakat Hindu di Bali, kata dia, sangat meyakini bahwa ini adalah bhisama yang tidak boleh dilanggar.

Bhisama ini terjadi dengan perantara Mpu Siddhi Mantra dengan kekuatan jnana beliau yang sangat tinggi, sakti mandraguna, sehingga disebut Bhisama Mpu Siddhi Mantra. 

Kemudian apa itu bhisama? ia menjelaskan, bahwa jangan menganggap remeh bhisama.

Menurut Ida Pedanda Putra Telaga, Mantan Ketua Umum Parisadha Hindu Dharma, kata dia, disebutkan bahwa bhisama adalah piteket, perintah atau titah yang berisi pewarah-warah dari leluhur yang mengandung nasihat, dengan tujuan mengatur dan tidak boleh dilanggar agar tidak salah atau berdosa.

Kemudian, lanjut ia, menurut Ida Pedanda Pemaron bahwa bhisama adalah kata-kata yang mengandung makna magis dan sakral, bahkan dikatakan bhisama mirip dengan "tantu" berupa petuah- petuah untuk menata dan mengarahkan perilaku umat Hindu.

Lalu Ida Bagus Gede Agastya, mengatakan bahwa bhisama adalah kutukan, perintah, pewarah-warah, dan juga aturan yang harus ditaati.

"Drs.I Ketut Wiana mengatakan bahwa bhisama adalah pesan atau petuah agar dilaksanakan sebagai penghormatan," katanya. 

Bahkan Jro Gede Ketut Soebandi, mengatakan bahwa bhisama berarti piteket yaitu pemberitahuan, pernyataan, nasihat, perintah, dan teguran kepada umat Hindu agar tidak berakibat fatal (berdosa).

Beranjak dari pengertian bhisama yang disampaikan oleh sulinggih atau cendekiawan Hindu itu, bahwa pada prinsipnya isinya sama yaitu berisi penekanan tentang petuah, nasihat atau perintah agar dilaksanakan atau dipatuhi, sehingga tidak menyalahi aturan dan wahyu suci atau pawisik hyang niskala.

Itu semua dengan perantara seorang brahmana sakti mandraguna, yaitu Mpu Siddhi Mantra agar tidak berakibat fatal atau berdosa jika dilanggar.

"Hal inilah yang menyebabkan bahwa PHDI Bali menolak keras rencana pembuatan jalan tol atau jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali," tegasnya. 

Sebab yang sangat ditakuti, adalah terjadinya hal-hal yang negatif atau berdosa sehingga Bali menjadi rusak atau hancur karena kutukan hyang niskala ini.

Di samping kedua pulau ini beda karateristik masyarakatnya.

Pulau Jawa berkarateristik perekonomian atau usaha dan pusat pemerintahan Indonesia ada di pulau Jawa.

Sedangkan Pulau Bali berkarakteristik ke hal-hal kedewataan, sehingga Pulau Bali dijuluki Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, Pulau Sorga dan julukan-julukan lain secara religius spiritual.

Di lain pihak, Bali dalam pariwisatanya mencanangkan pariwisata budaya sehingga terkenal di manca negara.Bahkan dulu Bali lebih populer atau lebih terkenal dari negara Indonesia.

"Sehubungan dengan itu juga, agar Bali tetap ajeg," katanya. Untuk mencapai kemuliaan, kerahayuan jagat, sesuai dengan permohonan Mpu Siddhi Mantra waktu beliau beryoga semadi. Dan yang tidak kalah pentingnya, agar anaknya yang semata wayang yaitu Manik Angkeran tidak bisa segampang dahulu bolak-balik antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali

Sebab Manik Angkeran berjanji mengabdi di Bali kepada Sang Naga Basuki.

Dengan tujuan agar Manik Angkeran bisa mengubah perilaku dari suka berjudi menjadi tidak lagi suka berjudi, dan beliau berhasil  sehingga didiksa dengan gelar Dang Hyang Manik Angkeran. 

Bahkan keturunannya menjadi pemangku di Pura Besakih.

Hal inilah yang menyebabkan Pulau Bali dengan Pulau Jawa tidak bisa disatukan atau tersambung seperti dahulu kala.

Walaupun dengan membuat jembatan atau model jalan tol.

Bahkan diyakini akan berakibat rusaknya karakteristik Pula Bali sebagai Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, dan julukan-julukan kedewataan lainnya yang besifat religius spiritual.

Hingga saat ini, tidak ada yang berani melanggar bhisama yang telah dicanangkan melalui wahyu suci atau pawisik hyang niskala melalui perantara Mpu Siddhi Mantra yang sakti mandraguna itu.

Sebab bila dilanggar Bali bisa hancur atau rusak akibat melanggar bhisama tersebut.

Hal ini diamini Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana.

"Ida Mpu Siddhi Mantra menorehkan tongkatnya lalu menjadi selat Bali, tujuannya agar anak beliau Ida Manik Angkeran tidak bisa lagi ke Jawa dan diminta untuk mengabdi Pura Besakih," jelasnya kembali. 

Setelah menoreh tongkatnya lalu terbentuklah selat Bali.

"Kala itu beliau berkata bahwa Pulau Bali stananing hyang pulau Jawa jayeng satru, ayua angatepkan Jawa lawan Bali rusak ikang stananing hyang. Artinya jika Pulau Bali dengan Jawa menyatu maka Pulau Bali akan rusak atau hancur," sebutnya. (*)

Ikuti berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved