Berita Bali
MDA Bali Beberkan Alasan Penutupan Ashram Khrisna Balarama, Singgung Sampradaya Non Dresta Bali
MDA Bali Beberkan Alasan Penutupan Ashram Khrisna Balarama, Singgung Sampradaya Non Dresta Bali
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kanwil Kementrian Agama Provinsi Bali menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat penting terkait penutupan dan penolakan keberadaan Krisna Balaram Ashram (ISKCON) di Jalan Padang Galak Penyu Dewata III Nomor 4, Jumat (30/4/2021)
Pertemuan tersebut antara lain dihadiri oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali, Danrem 163 Wira Satya, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketua PHDI Provinsi Bali dan beberapa pejabat penting lainnya.
Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet menjelaskan penolakan terhadap gerakan Hare Krisna serta sampradaya asing non dresta Bali lainnya bukan merupakan bentuk Bali anti budaya asing.
"Penolakan ini telah mendapatkan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah. Jadi sampradaya asing tersebut ditolak di Bali dan dibekukan dengan SKB. Ibaratnya hanya di situ saja SKB nya dan desa-desa adat kemudian melakukan kewenangannya itu. Yang pertama, bukan hanya karena perbedaannya saja.
Artinya kita tidak anti budaya asing, tidak anti orang asing apalagi, dan tidak mungkin anti India. Jangan sampai dibelokkan kesitu. Kalau disebutkan anti india nanti ada negara yang di adu domba, kalau anti budaya dan orang asing tidak mungkin karena sejarahnya sudah ada. Kita semua sangat welcome," jelasnya Jumat (30 April 2021).
Lantas, mengapa sampai terjadi penutupan terhadap ashram?
Sukahet menyebut karena adanya pelanggaran etika.
Beberapa etika yang dilanggar, kata dia, salah satunya adalah melakukan penyebaran secara masif strategi keyakinan yang sangat berbeda.
"Dan itu semua karena etika dilanggar. Etika yang paling prinsipil jadi bukan karena perbedaan. Islam berbeda dengan Hindu Dresta Bali, Kristen juga berbeda, Budha, Kong Hu Chu juga berbeda tapi bisa hidup sangat damai di Bali. Etika yang dilanggar tersebut adalah mereka sudah menyebarkan secara massif strategis keyakinan yang sangat berbeda itu. Mereka sebarkan kedalam umat yang sudah memiliki keyakinan Dresta Bali. Dan itu kesalahan pertama," tambahnya.
Baca juga: Pihak Ashram Sri Khrisna Balarama Mandir Klaim Tempatnya Digunakan untuk Belajar Bhakti Yoga
Dalam melaksanakan penyebaran-ajarannya itu, menurut Sukahet, pengikut ashram kemudian mendiskreditkan agama Hindu Bali terutama upacaranya.
"Contohnya saja mereka mengatakan misalnya adat yang seperti itu kurang bagus atau jelek mari kesini agar lebih ekonomis. Entah lebih praktis atau lebih mudahlah seperti itu. Maka dari itu kita sangat tekankan tidak diperbolehkan mendeskriditkan agama Hindu di Bali," imbuhnya.
Selain itu menurutnya, terdapat juga hal yang diduga memanipulasi ajaran Hindu Bali, Hindu Nusantara serta Hindu Darma Indonesia dengan menekankan ajaran-ajaran Hare Krisna.
Ia mengatakan desa adat mempunyai kewenangan yang diberikan oleh negara untuk menjaga kerukunan keharmonisan sesuai dengan Tri Hita Karana.
"Kalau ada anasir-anasir yang dirasa mengganggu di desa adat itu, apalagi yang diganggu adalah sebuah keyakinan tentu saja itu sangat sensitif di Indonesia khususnya juga di Bali. Maka dari itu Desa Adat sangat berhak mengambil keputusan itu. Dan kita semua jajaran pemerintah sepakat itu harus dilaksanakan dengan cara-cara sesuai dengan hukum, kewenangan masing-masing, Kewajiban masing-masing. Dan jangan sampai menyelesaikan semuanya dengan cara-cara yang anarkis kekerasan itu tidak boleh," imbuhnya.
Lantas, mengapa pihak Krisna Balaram Ashram tidak diikutsertakan dalam rapat penutupan ISKCON tersebut?
Sukahet menyebut, jika pihaknya mendatangkan pihak Krisna Balaram, nantinya akan memunculkan stigma dari masyarakat bahwa aliran tersebut telah diterima di Bali.
"Ada sebuah fisiologis kalau kita ajak duduk bersama kita undang begitu ini, masalahnya di Bali sensitif. Selain itu nantinya akan beranggapan bahwa kita di Bali sudah mengakui keberadaannya, padahal sebenarnya kita di Bali Desa Adat dan Parisada sudah tidak mengakui lagi tinggal proses-proses lanjutan itu," kata dia.
Menurutnya, lebih baik yang mempertemukan mereka dengan pihak Ashram adalah para pejabat yang berwenang.
"Lebih baik jika ada yang ingin mempertemukan itu adalah Pemerintah langsung seperti Kementrian Agama atau Gubernur atau DPR. Itu kemungkinan Lebih baik disitu," tandasnya.
Tempat Belajar Bhakti Yoga
Pasca sidak yang dilakukan oleh prajuru Desa Adat Kesiman, Tribun Bali sempat mendatangi Ashram Sri Khrisna Balarama Mandir, di wilayah Padang Galak, Denpasar, Senin 19 April 2021.
Ketika itu, Tribun Bali bertemu Humas Ashram Sri Krishna Balarama Mandir, Wayan Suasta.
Dengan pakaian serba putih, Wayan Suasta menyapa Tribun Bali sembari mencakupkan tangan dan memberi salam.
Wajahnya tampak gusar, namun tetap berusaha tetap tenang meladeni media hingga pihak kepolisian yang datang silih berganti.

Suasta mengatakan, tak banyak yang ia bisa bagi ke media.
Sebab semuanya masih dalam tahap pembicaraan bersama. Sampai nanti didapatkan keputusan yang final.
"Kami mohon maaf, belum bisa memberikan keterangan apapun," tegasnya.
Ia menegaskan, secara garis besar keberadaan ashram itu adalah tempat belajar bhakti yoga.
Setelah selesai mempelajari pendalaman spiritual agama, peserta pun pulang ke rumah masing-masing.
"Ketika pulang kembali, mereka mengikuti adat istiadat setempat," jelasnya.
Non Dresta Hindu Bali
Diberitakan sebelumnya, Prajuru Desa Adat Kesiman menertibkan kegiatan di Ashram Sri Krishna Balarama Mandir yang diduga menyimpang dan melakukan kegiatan sampradaya non dresta Hindu Bali.
“Desa Adat Kesiman ini adalah desa adat tua, yang punya dresta, punya tatanan terkait dengan adat budaya dan tradisi Hindu di Bali,” kata Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna kepada Tribun Bali, Senin 19 April 2021.
Dijelaskan, sudah sejak lama prajuru di Desa Adat Kesiman telah memantau aktivitas ashram di Padang Galak tersebut.
“Nah makanya secara dasar hukumnya, bahwa Hare Krishna ini kan dilarang sesuai keputusan kejaksaan agung tahun 84 itu. Kemudian secara aturan dari keputusan bersama PHDI dan MDA juga. Itulah yang kami jadikan dasar melakukan pengawasan atau pemantauan,” tegasnya.

Secara spesifik lagi, di Desa Adat Kesiman memiliki aturan yang tegas bahwa krama tamiu (tamu) di wewidangan (wilayah) Kesiman harus mengikuti aturan dan dresta yang ada.
Bahkan krama yang sudah tinggal lama di wewidangan Kesiman, juga harus mengikuti dresta atau aturan desa adat.
“Setelah kami cek ke sana kemarin, jangankan warga Kesiman, warga Denpasar saja tidak ada di sana (di ashram),” ucapnya.
“Identitas masyarakat dinas tidak ada, apalagi adat, sudah jelas tidak ada juga,” tegasnya.
Baca juga: Diduga Gelar Kegiatan Menyimpang dari Dresta Hindu Bali, Ashram di Desa Alasangker Buleleng Ditutup
Tak hanya di Kesiman, penutupan ashram juga terjadi di Desa Alasangaker, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu 28 April 2021.
Penutupan tersebut dilakukan oleh prajuru desa adat, dan kepala desa setempat.
Penutupan ini dilakukan lantaran pihaknya merasa kegiatan agama yang dilakukan di Ashram tersebut menyimpang dari dresta Hindu Bali.
Perbekel Desa Alasangaker, Wayan Sitama mengatakan, saat melakukan penutupan, pihaknya sempat bertemu dengan pengurus ashram tersebut.
Bahkan penutupan ini juga dihadiri oleh Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng dan PHDI Buleleng.
Sebelum melakukan penutupan, Sitama mengaku sempat memberikan pemahaman kepada pengurus ashram tersebut, bahwasanya sebagian masyarakat Bali saat ini cukup sensitif dengan adanya kegiatan sampradaya non dresta Hindu Bali.
"Kami bertemu dengan pengurusnya baik-baik. Saya sampaikan kepada pengurusnya bahwa kami menjaga situasi di desa ini biar aman. Jangan sampai nanti ada kelompok masyarakat dari luar desa datang ke desa kami, marah-marah karena adanya ashram ini. Saya sebagai orangtua di desa mengambil sikap persuasif agar jangan sampai terjadi keributan. Akhirnya MDA, PHDI dan Kelian Desa Adat sepakat untuk menutup aktivitas di ashram tersebut," katanya. (sar/ask/rtu)