Berita Denpasar
Tahun Kedua Tak Mudik ke Kediri, Nia Sekeluarga Jalin Silaturahmi via Video Call dari Bali
Tahun Kedua Tak Mudik Lebaran ke Kediri, Nia Sekeluarga Jalin Silaturahmi via Video Call dari Bali
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kurnia Rahayu (32) bersama keluarga kecilnya untuk kedua kalinya saat lebaran Hari Raya Idul Fitri tidak bisa pulang di kampung halaman di Kediri, Jawa Timur.
Hal itu akibat pandemi Covid-19 yang belum kunjung berakhir
Pemerintah menerapkan larangan mudik demi memutus mata rantai penyebaran dan menekan angka kasus positif Covid-19 di tanah air.
Sebagai warga negara yang baik, Nia dan suaminya Ajie Sasmitha (35) mematuhi anjuran pemerintah dengan berlebaran di rumah saja, di Gang 8 ABCD, Jalan Pulau Saelus 2, Sesetan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.
Nia sekeluarga terpaksa tidak ke kampung halaman di Desa Janti Kecamatan Papar, Kediri, Jawa Timur untuk merayakan tradisi mudik lebaran pada 1 Syawal 1442 H.
Karena tak mudik, Nia memilih berkumpul bersama keluarga kecil di perantauan serta tetangga yang juga tidak mudik.
Berbagai hidangan khas Lebaran disiapkan: ketupat opor ayam dan makanan ringan lainnya.
"Ya ini tahun kedua tidak mudik di kampung halaman, kalau dibilang sedih pasti sedih tidak bisa bertemu orang tua dua kali lebaran. Tapi bagaimana lagi kondisi tidak memungkinkan kita nurut saja, sesuai anjuran pemerintah untuk tidak mudik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19," kata Nia saat dijumpai Tribun Bali di kediamannya.
Baca juga: Rindu Bagus pada Keluarga di Kampung - Begini Sejarah Mudik di Indonesia, Ada Sejak Zaman Majapahit
Ia memilih tidak pulang ke kampung halaman karena menyadari bisa berisiko bagi keluarga di Jawa.
Bagi Nia dan keluarga yang terpenting adalah kekhusyukan dalam memaknai Idul Fitri sebagai hari kemenangan setelah 30 hari berpuasa menahan hawa nafsu dan bertaubat menjadi pribadi yang baru dan lebih baik dari sebelumnya.
"Saya tidak mudik, kalau nekat nanti juga malah memberikan oleh-olehnya virus corona. Lagian juga ada banyak penyekatan, kan virus ini tidak terlihat bisa bersarang di tubuh yang sehat sekalipun, namun bisa menularkan ke orang lain, jadi lebih baik memang seperti ini, sabar saja. Sang penting ibadah dan memaknai hari kemenangan ini," bebernya
Tradisi mudik yang biasanya mereka jalankan dengan bersalam-salaman bersama sanak saudara di kampung halaman kini diganti dengan memanfaatkan perkembangan teknologi secara virtual melalui video call.
Tanpa mengurangi nuansa khas lebaran mereka pun memakai pakaian layaknya hari raya.
Selain menjalankan ibadah Salat Id dan bersilaturahmi, Nia juga mengisi waktu di momentum Hari Raya Idul Fitri untuk dengan aktivitas bermanfaat tetap bekerja di sebuah outlet laundry di Jalan Glogor Carik no.51, Denpasar.
Ia berharap dengan mematuhi peraturan pemerintah kondisi pandemi Covid-19 bisa segera berlalu dan kehidupan kembali normal seperti sedia kala.
"Harapannya dapat kembali normal, virus segera hilang, sudah rindu sama keluarga," pungkasnya. (*)