Pandemi Covid-19 di Bali Memukul Mata Pencaharian Perajin Kendang di Gianyar
Seorang perajin kendang, Made Ancut (67) di Banjar Getas Kawan, Desa Burun, Blahbatuh, Gianyar,Bali, Kamis 27 Mei 2021 membenarkan hal tersebut.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pembatasan aktivitas berkesenian pasca pandemi covid-19, berdampak terhadap penjual kendang atau salah satu instrumen utama gamelan di Bali.
Dimana kini, pesanan mereka turun drastis. Bahkan dalam sebulan, mereka hanya mendapatkan dua pemesan atau pembeli.
Terkadang ada juga yang datang untuk servis kendang.
Seorang perajin kendang, Made Ancut (67) di Banjar Getas Kawan, Desa Burun, Blahbatuh, Gianyar,Bali, Kamis 27 Mei 2021 membenarkan hal tersebut.
Kata dia, sebelum pandemi covid-19, bisnis kerajinan kendang khas Bali sangat menjanjikan, karena itu, ia pun menjalani usaha ini secara turun menurun.
"Namun kini sudah lebih. Hampir semua perajin kendang sekarang sangat lesu. Itu karena aktivitas budaya seperti lomba hampir tidak ada, juga upacara keagamaan sangat terbatas. Penjualan kami juga menurun drastis," ujarnya.
Dia memaparkan, dalam situasi normal, biasanya ia bisa menjual sampai lima pasang kendang, dan servis kendang atau mengganti kulit mencapai lima pasang.
"Harga servis sepasang tergantung besar kecilnya kendang, kadang sampai Rp 800 ribu," ujarnya.
Sementara untuk harga kendang gamelan, kata dia, biasa dibandrol Rp 5,4 juta dan kendang angklung sepasang Rp 3,2 juta.
Kata dia, harga tersebut telah bertahan sejak tahun 2018 alias tidak pernah kenaikan.
Adapun bahan baku kendang produksinya selama ini adalah batang pohon nangka.
"Proses pengerjaan sepasang sekitar delapan hari.
Mengingat proses dari awal pembentukan kayu sampai memasang tali dan kulit cukup rumit membutuhkan kesabaran dan ketelitian," ujarnya.
"Kami tidak mau membuat asal jadi, kualitas kendang ada pada suaranya, dan rata-rata penabuh tahu suara kendang yang bagus. Kendang buatan kami biasa digunakan dalam Pesta Kesenian Bali," ujarnya.
Made Ancut bersama putranya dan perajin lain berharap situasi bisa kembali normal, utamanya aktivitas berkesenian.
Sebab, kebutuhan sehari-harinya sangat bergantung pada kesenian.
"Kami perajin berharap situasi segera pulih dan aktivitas budaya kembali normal, sehingga kami memiliki pemasukan," harapnya. (*)