Berita Gianyar
Angkot Masih Eksis di Tengah Minimnya Pengguna Jasa Transportasi di Gianyar
Dari sejumlah jenis transportasi ini, kata dia, hanya angkot yang masih bisa eksis di tengah minimnya penguna jasa transportasi.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pandemi covid-19 telah merombak sumber pendapatan masyarakat.
Di mana saat ini, sebagian besar pekerjaan yang masih bisa eksis adalah pekerjaan yang dulunya tidak dilirik masyarakat umum.
Satu di antaranya adalah jasa transportasi angkutan umum.
Terlebih, sumber pendapatan mereka dari mengangkut siswa di Kabupaten Gianyar kini sudah berangsur-angsur membaik, setelah Dinas Pendidikan Gianyar kembali membuka sistem pembelajaran tetap muka.
Baca juga: Setengah Lebih Masyarakat di Gianyar Sudah Tervaksin, Sebentar Lagi Gianyar Masuki Herd Immunity
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Gianyar, Wayan Ari Semadi, Selasa 8 Juni 2021 mengatakan, organda Gianyar selama ini menaungi berbagai jasa transportasi di Kabupaten Gianyar, mulai dari bus travel, transportasi pariwisata hingga angkot.
Dari sejumlah jenis transportasi ini, kata dia, hanya angkot yang masih bisa eksis di tengah minimnya penguna jasa transportasi.
"Hanya angkot yang masih bisa tersenyum, meskipun tidak tersenyum lebar," ujar.
Namun kata dia, meskipun jenis transportasi selain angkot kondisinya lesu.
Sejauh ini pihaknya belum menerima informasi bahwa ada perusahaan bis maupun transportasi pariwisata yang sampai menjual armadanya.
Baca juga: Cegah Balap Liar, Polsek Sukawati Mengundang Sejumlah Perwakilan Siswa SMA/SMK di Sukawati Gianyar
"Untuk bus, masih tetap dipertahankan, karena kebetulan yang punya ini orang berduit, sehingga pemeliharaan masih bisa dilakukan. Selain itu, terkadang mereka juga dapat penumpang, meski tidak sesering dulu," ujar Semadi.
Sementara untuk transportasi pariwisata, kata dia, saat ini kendaraan mereka lebih banyak dialihfungsikan.
"Dulu dipakai mengantar jemput wisatawan, sekarang dipakai untuk berjualan," ujarnya.
Terkait eksistensi sopir angkot, Sumadi mengatakan hal tersebut tidak terlepas dari sudah mulai dibukanya pembelajaran tatap muka.
Serta program angkutan siswa gratis dari Bupati Gianyar, Made Mahayastra, sehingga siswa tetap memilih untuk menggunakan jasa transportasi tersebut.
"Di luar mereka mengangkut penumpang umum, mereka juga sekarang bisa mengangkut siswa. Sebelum pembelajaran tatap muka dibuka di Gianyar, nasib angkot juga sama seperti transportasi lainnya," ungkap Semadi.
Baca juga: Optimistis Pariwisata Akan Dibuka, Pengelola Air Terjun Tegenungan Gianyar Ketatkan Prokes
Cerita Sopir Angkot di Denpasar
Ia buru-buru undur diri ketika penumpang pertamanya telah menunggunya selama satu jam. Penumpang tersebut rupanya ingin menggunakan jasa angkot miliknya.
Ia bernama I Wayan Suparta, usianya sekitar 52 tahun.
Suparta merupakan supir angkutan kota (Angkot) di Kota Denpasar.
Ia sudah menjadi supir angkot sekitar 30 tahun lebih.
Angkot yang Ia kemudikan merupakan miliknya sendiri.
Angkotnya bisa ditemui saat sedang menunggu penumpang di depan pasar Badung.
Ia bercerita kondisi hari ini jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi pandemi dan saingan yang semakin banyak membuat dirinya merasa kesusahan.
Ia mengatakan dulu Ia mendapatkan penumpang dengan mudah.
Trayek-trayek yang sudah tersedia tinggal Ia ikuti.
Namun, dewasa ini, Ia harus menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan penumpang.
“Dulu gampang, tinggal ngikutin jalur dan nunggu penuh bisa langsung jalan [bawa penumpang], sekarang ini susah sekali, nunggu sambil ngopi tiga gelas juga masih belum ada,” keluhnya.
Jurusan angkot yang Wayan Suparta kemudikan adalah Ubung-Sanglah, Ubung-Kreneng, dan Kreneng-Sanglah.
Namun dirinya mengakui jurusan angkot di zaman sekarang tidak begitu terlalu penting.
“Dapet penumpang aja susah, ya gimana mau tetep-tetep pakai trayek” jelasnya.
Ia menambahkan angkot yang ia kemudikan akan mengantar kemana penumpang akan diantar.
Dulu sebelum maraknya angkutan yang berbasis online dan angkutan umum seperti bus-bus yang beroperasi di dalam kota, penghasilan yang ia dapatkan bisa disimpan untuk keperluan-keperluan lain. Misalnya perbaikan angkot miliknya.
Namun, ia tidak mengeluh, ia mengatakan adanya transportasi baru yang menyaingi angkotnya merupakan bentuk persaingan.
Bahkan ia mendukung program pemerintah terkait transportasi umum.
“Tidak masalah itu, kan namanya persaingan,” ujarnya, pada kamis 20 Mei 2021.
Jika dari pasar Badung ke Ubung, para penumpang membayar biaya sebesar Rp 5 ribu.
Namun, para penumpang juga ada yang membayar hingga Rp 7 ribu.
Ongkos tersebut dirasa kurang oleh Wayan Suparta, namun Ia memaklumi bawa kondisi pandemi seperti ini membuat orang kesusahan.
Selain itu, ia juga paham bahwa kondisi ekonomi orang berbeda-beda.
Suparta kemudian menjelaskan masyarakat yang masih menaiki angkotnya berasal dari pedagang-pedagang yang berbelanja ke Pasar Badung dan Pasar Kumbasari.
Orang-orang yang membawa barang belanjaan lebih dari tiga kresek juga akan menghentikan angkot milik Wayan Suparta untuk dipakai jasanya.
Ia berandai-andai, mungkin suatu hari angkot yang hari ini Ia gunakan sebagai mata pencahariannya akan hilang.
Ia merasa angkot yang ia kemudikan lambat laun akan tidak layak pakai.
Ditanya bagaimana cara bertahan di tengah situasi yang penuh persaingan dirinya mengatakan, “bertahan ya bertahan, gimanapun caranya”
Disamping itu, Suparta mengatakan angkot yang ia bawa menjadi harapan untuk terus menghidupi keluarganya.
Biaya dapur, biaya kuota untuk sekolah anaknya membuat ia setiap hari harus keluar dengan angkotnya untuk mencari penumpang.
Meskipun gelas-gelas kopi yang ia minum mungkin akan bertambah.
“Kadang capek sih,” ujarnya.
Ia sudah menjadi supir sejak tahun 1990. Sudah sekitar 30 tahun. Waktu itu ia baru berumur 21 tahun.
Kendaraan yang ia kendarai mulai dari roda tiga hingga kendaraan angkot miliknya hari ini.
Jumlah angkot yang beroperasi di Kota Denpasar hari ini menurutnya sebanyak sekitar 50 armada.
Kelimapuluh armada tersebut dimiliki secara pribadi oleh para supir angkot.
Menurutnya, hal ini membuat penghasilan berkurang.
“Jadinya mandek, ada tambahan biaya perbaikan, samsat, semuanya mandek,” ungkapnya.
Namun di tengah persaingan yang makin ketat, dirinya berharap angkutan kendaraan umum resmi milik pemerintah dan angkotnya bisa saling mengisi.(*)
Berita lainnya di Berita Gianyar