Berita Bali
Meminta Jabatan, Ini Kisah Pura Dalem Pangembak Denpasar
Pura Dalem Pangembak, adalah satu diantara pura yang sangat populer di Bali untuk malukat.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pura Dalem Pangembak, adalah satu diantara pura yang sangat populer di Bali untuk malukat.
Pura yang berlokasi di pantai Mertasari, Denpasar ini, selalu sesak padat didatangi pamedek saat hari suci Hindu Bali.
Seperti Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, dan bahkan hari biasa juga kadang ada yang datang malukat.
Malukat di pura ini terbilang unik, jika dibandingkan dengan tempat malukat lainnya.
Baca juga: Bupati Giri Prasta Hadiri Karya Ngenteg Linggih di Pura Bukit Rinjani Desa Adat Pelaga
Biasanya di tempat malukat lain di Bali, genah panglukatan berupa pancoran yang airnya langsung dari mata air klebutan bawah tanah atau batu.
Sedangkan di Pura Dalem Pangembak, airnya berasal dari air sumur yang dicampur dengan air suci dari pura dan bungkak nyuh gading.
Kemudian Jero Mangku Made Ranten, yang menyiramkan air jernih tersebut ke para pamedek.
Layaknya seorang ayah memandikan anaknya.
Air panglukatan ditampung ke dalam dua bak besar, diisi bunga-bunga harum sebelum disiramkan ke pamedek.
“Saya adalah pemangku generasi ketiga, setelah kakek dan ayah saya,” katanya kepada Tribun Bali, Jumat 11 Juni 2021.
Sebab pura ini telah ada sejak tahun 1823, dan dikelola oleh pangemong pura yaitu kakeknya sendiri.
Sejak saat adanya pura ini, awalnya hanya para balian atau dukun yang datang.
Tidak ada masyarakat umum yang berani datang, karena sakral dan keramatnya pura ini.
Namun sejak Jero Mangku Made Ranten menjadi mangku gede, masyarakat umum mulai berdatangan.
Pamedek ini datang dari berbagai pelosok Bali, Denpasar hingga berbagai wilayah ujung Bali.
Bahkan dari luar Bali pun ada yang datang.
“Berawal dari pawisik yang diterima kakek saya, dan beliau menjalankan pengobatan dengan jalan dari beliau,” katanya.
Banyak yang kini datang, memohon agar dimudahkan mempunyai keturunan.
Mengobati berbagai macam penyakit baik medis dan non medis.
Bahkan banyak orang datang memohon pekerjaan, naik jabatan, hingga ada yang meminta jalan dan sebagainya.
“Termasuk orang yang belajar spiritual juga datang ke sini,” katanya.
Berdoa kepada beliau, para bhatara-bhatari yang malinggih di dalam Pura Dalem Pangembak.
Bhatari Ida Ratu Ayu Manik Mas Maketel, malinggih di jeruan di gedong.
“Beliau berawal dari Danau Beratan, dan berstana di Mertasari. Dari pawisik beliau lah, kakek saya mendirikan palinggih,” katanya.
Konon beliau ingin berstana di pura tersebut, maka dibuatkanlah palinggih dan kini dikenal dengan Pura Dalem Pangembak.
Baca juga: Keunikan Tempat Malukat di Griya Beji Waterfall Badung, Ada Sensasi Teriakan dan Tertawa Lepas
Nama Pangembak ini, diambil oleh sang kakek dari aliran sungai besar yang namanya Pangembakan di sana.
Dahulu sungai tersebut sangat lebar dengan ukuran lebar mencapai sampai 20 meter.
“Dari sana kakek saya mendapatkan nama Pangembak untuk pura ini,” jelasnya.
Tujuannya untuk memberikan jalan kepada pamedek maupun segala yang ada di pura ini.
Sungai itu tetap berisi air hingga saat ini, hanya saja ketika Purnama tiba airnya naik dan alirannya kelihatan.
Bahkan kalau saking besarnya, air sungai mengalir sampai ke desa di sebelah barat pura tersebut masuk dari hutan mangrove.
Pertemuan air sungai dan laut itulah yang menjadi campuhan, di mana dikenal sebagai air suci untuk malukat.
Terlihat dari prosesi malukat, diawali dengan berendam di air campuhan tersebut.
Dahulu sebelum dipugar, area campuhan itu tampak seperti area hutan dengan sungai yang mengalir.
Namun kini telah dipugar dan dibersihkan sehingga lebih indah layaknya kolam.
Sebelum ke area campuhan itu, pamedek yang datang menghaturkan pejati ke palinggih di sana.
Dengan ditambah bungkak nyuh gading, yang airnya nanti akan dicampur ke dalam air panglukatan.
Setelah pemangku ngastawayang banten tersebut, memohon kepada beliau yang berstana di sana.
Lalu pamedek naik dari air campuhan tersebut ke area malukat.
Pemangku dengan mantra, akan menyiramkan air yang telah dicampur ke pamedek.
Menyiramkan beberapa kali, sampai semua pamedek terkena air panglukatan.
“Di panglukatan pertama adalah memohon peleburan dari mala dan disembuhkan dari berbagai penyakit medis dan non medis. Kalau yang kedua adalah memohon jalan, agar apa yang diinginkan bisa tercapai,” sebutnya.
Baik memohon dimudahkan dalam pekerjaan, naik jabatan, meminta keturunan, serta hal lainnya.
“Bungkak nyuh gading di area pertama, dicampur dengan air dan dipasupati baru dipakai untuk malukat,” imbuhnya.
Sementara di area kedua, bungkak nyuh gadang akan diminum setelah pamedek selesai malukat dan sembahyang.
“Biasanya bungkak nyuh gadang (hijau) ini untuk membantu menghilangkan atau meringankan penyakit,” jelasnya.
Prosesinya di area kedua adalah menaruh banten, malukat, lalu sembahyang.
Agar tak terlalu lelah, Jero Mangku Made Ranten dibantu oleh beberapa pemangku yang resmi telah diekajati.
Baca juga: Satu Keluarga Tiba-tiba Ingin Malukat, Ibu dan Anak Terseret Ombak di Campuhan Denpasar
Apalagi ia ngayah seharian penuh, khususnya saat ada rahinan suci Hindu Bali.
“Sekarang karena pandemi agak sepi yang tangkil, kalau dulu saya bisa di pura sampai jam 4 pagi,” tegasnya.
Mulai dari ngastawayang banten, hingga menyiram pamedek yang akan malukat.
Dengan satu tarikan nafas, jero mangku ini langsung menyiram kuat air berbarengan dengan bacaan mantra.
Ia juga menjelaskan, bahwa di area panglukatan pertama ada banyak ancangan atau pepatih para bhatara yang malinggih di sana.
Ada ancangan buaya putih, macan gading, dan lain sebagainya.
Selain Ida Bhatari Ratu Ayu Manik Mas Maketel.
Ada pula palinggih Ida Bhatara Ratu Gede Nusa Dalem Peed.
“Kalau Ida Ratu Ayu Manik Mas Maketel, memang dirupakan cantik,” katanya.
Jero mangku juga mengingatkan, bagi pamedek agar tidak lupa membawa pakaian pengganti.
Untuk pakaian, kata dia, tidak ada yang khusus yang penting rapi dan sopan saja.
Serta memakai kamen serta selendang.
Sementara itu, ketika pujawali yang jatuh setiap Purnama Kadasa.
Jero mangku mengatakan bahwa ia tidak menerima pamedek untuk malukat.
Kalau datang untuk muspa atau sembahyang saja boleh.
“Kemudian Galungan juga, agar tidak malukat karena saya ingin area pura disucikan,” ujarnya.
Jero mangku menjelaskan, ada kisah mistis setiap Sasih Kalima.
Yaitu terkadang ada bayangan hitam dan penampakan lainnya di area pura.
Ini menandakan bahwa para beliau masuk ke area pura.
Terkadang pula tercium bau-bau yang tidak biasa.
Baca juga: Cerita Pengunjung yang Malukat di Pura Tirta Sudamala Bangli, Rasakan Panas Padahal Airnya Dingin
Demikian keramatnya pura ini, sehingga membuat banyak balian yang datang untuk meminta kawisesan.
“Kalau di area peleburan yang malinggih adalah Ida Bhatara Ratu Niang Sakti,” ujarnya. (*).
Kumpulan Artikel Bali