Serba Serbi

Memahami Panca Yadnya dan Tri Rna dalam Ajaran Agama Hindu

Banyak lontar yang membahas tentang Panca Yadnya. Tetapi yang dipakai acuan dasar adalah lontar Agastya Parwa.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
ilustrasi banten. Memahami Panca Yadnya dan Tri Rna dalam Ajaran Agama Hindu 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam filsafat ajaran agama Hindu di Bali, khususnya tidak pernah lepas dengan upacara yadnya.

Upacara yang wajib dilaksanakan oleh para umat sedharma adalah Panca Yadnya.

Panca artinya lima dan yadnya adalah persembahan suci.

"Berarti persembahan suci yang harus diimplementasikan adalah lima," jelas Jero Mangku Ketut Maliarsa, kepada Tribun Bali, Minggu, 20 Juni 2021.

Baca juga: Pengertian Prawrtti dan Niwrtti Marga untuk Mendekatkan Diri Kepada Tuhan Dalam Hindu Bali

Kelima persembahan ini, harus dilandasi dengan niat suci, yakin dan ikhlas atau lascarya.

Sebab tanpa didasari dengan niat dan kepercayaan yang tinggi dan tulus ikhlas, maka persembahan suci itu akan sia-sia saja.

Banyak lontar yang membahas tentang Panca Yadnya. Tetapi yang dipakai acuan dasar adalah lontar Agastya Parwa.

Pelaksanaan Panca Yadnya tidak dipisahkan dengan bahwa kehidupan umat Hindu sudah mempunyai utang atau Rna yang populer pada ajaran agama Hindu disebut Tri  Rna.

Tri Rna adalah yaitu tiga utang yang sudah melekat pada kehidupan umat sedharma.

Pertama,  Dewa Rna yaitu berutang pada para dewa.

Kedua, Rsi RNA atau utang pada para rsi, sulinggih/ guru suci.

Ketiga, adalah Pitra Rna atau utang pada kepada para leluhur/ para orang tua.

"Ketiga utang ini sebagai cikal bakalnya untuk para umat Hindu dalam melaksanakan Panca Yadnya atau lima persembahan suci," katanya.

Kelima persembahan suci inilah sebagai wujud untuk membayar utang, yang disebut Tri Rna.

Baca juga: Sayut Pangenteg Bayu dan Pageh Urip Digunakan Saat Otonan, Ini Maknanya dalam Hindu Bali

Utang ini yang harus dibayar, agar bisa mencapai tujuan hidup sebagai umat manusia sehingga dapat mencapai 'Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma' yang berarti dapat mencapai kebahagian atau moksa.

"Dalam pengertian bebasnya dapat mencapai kebahagian lahir dan batin, baik di atas dunia, maupun di akhirat berdasarkan ajaran kebenaran (Dharma)," jelasnya.

Telah disebutkan, bahwa yang menjadi acuan dasar ajaran Panca Yadnya adalah Lontar Agastya Parwa.

Menurut lontar ini bahwa bagian- bagian Panca Yadnya.

Pertama, Dewa Yadnya yaitu persembahan suci kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta  manifestasinya.

Hal ini sebagai wujud bersyukur dan ucapan terimakasih, karena sudah mendapat karunia atau anugerah dan berkat sehingga dapat mencapai kedamaian, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam kehidupan.

Kedua, Rsi Yadnya yaitu persembahan suci yang ditujukan pada para rsi atau sulinggih  atau guru suci karena atas anugerah-Nya berupa ajaran- ajaran agama Hindu. Dan juga mengantarkan upacara dan upakara yadnya.

Wujud persembahan suci juga melalui Rsi Bhojana atau bisa juga berupa Rsi Daksina atas jasanya untuk membuat para umat Hindu melek ajaran kebenaran(Dharma).

Ketiga, Pitra Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan pada para pitra atau leluhur, bahkan mungkin juga kepada orang tua.

"Oleh karena melalui jasa para leluhur, atau orang tua kita bisa hidup sebagai pelanjut keturunannya, maka wajib sebagai pratisentananya melaksanakan persembahan suci ini sebagai wujud bersyukur dan terima kasih atas jasanya," jelasnya.

Baca juga: Makna Tilem Dalam Hindu Bali, Diyakini Sebagai Waktu yang Sakral 

Bila perlu pada saat orang tua masih hiduplah, kita sepatutnya menunjukkan rasa hormat. Sehingga orang tua merasa bangga dan bahagia, disamping memang nanti pada saat meninggal dibuatkan upacara persembahan suci dimaksud.

"Bahkan dibuatkan upacara Pitra Yadnya pengabenan sampai proses penyucian agar malinggih di Pura Paibon atau rong tiga sebagai bukti riil menghormatinya," jelasnya.

Sehingga bisa menyatu kepada Sang Pencipta, dengan ucapan suci 'Amor Ing Acintya, Swargatu, Sunyantu, Murcantu lan Moksantu'.

"Tetapi ingat tidak bisa lepas dengan karmanya pada waktu masih hidup," tegasnya.

Keempat, Manusa Yadnya yaitu persembahan suci kepada umat manusia dengan upacara- upacara mulai dalam kandungan, saat lahir, saat mulai 'menek kelih', bahkan upacara mepandes hingga pawiwahan.

Tetapi yang juga tidak kalah penting, adalah menolong orang lain yang memerlukan bantuan seperti fakir miskin, yatim piatu, dan juga para yang tinggal pada panti jompo.

Kelima adalah, Bhuta Yadnya yakni persembahan suci kepada para bhuta kala untuk mencapai keseimbangan yang sering disebut nyomya para bhuta kala sehingga kehidupan manusia mencapai kebahagiaan, keharmonisan dan kedamaian (shanti).

"Dan yang tidak kalah utamanya adalah memelihara alam semesta agar lestari, menjaga hutan, mata air, dan hal- hal lain yang dapat memberi kehidupan pada umat manusia.

"Para umat Hindu sangat intens dan meyakini bahwa dengan melaksanakan Panca Yadnya akan dapat mewujudkan kebahagian lahir dan batin, baik di atas dunia, maupun di akhirat berdasarkan ajaran kebenaran (Dharma)," sebutnya.

"Sebagai umat Hindu tidak berani gegabah untuk tidak melakukan kegiatan upacara dan upakara Panca Yadnya, karena efek positifnya akan membuat umat Hindu merasa telah membayar utang sebagai wujud pelaksanaan Tri Rna," jelasnya. (*)

Artikel lainnya di Serba Serbi

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved