Makna Tilem Dalam Hindu Bali, Diyakini Sebagai Waktu yang Sakral
Dalam kitab Sundarigama, diyakini Tilem sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan dari paroh gelap dan awal dari paroh terang.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari ini bertepatan dengan Tilem Asadha.
Tilem sendiri diyakini merupakan satu diantara hari suci dan sakral di Bali.
Umat Hindu biasanya melakukan persembahyangan saat Tilem ini.
Dalam kitab Sundarigama, diyakini Tilem sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan dari paroh gelap dan awal dari paroh terang.
Pada saat Tilem, diyakini Dewa Matahari beryoga.
Baca juga: Tilem Sadha, Momen Memuliakan Gelap Bagi Umat Hindu Bali
Biasanya dalam Hindu dikenal dengan sebutan Bhatara Surya.
Dalam lontar disebutkan, bahwa saat Tilem ini merupakan waktu yang baik untuk melebur segala bentuk noda.
Melebur kotoran, kepapaan, penderitaan dan bencana yang menimpa diri manusia.
Sehingga banyak yang malukat saat ini. Baik malukat ke pantai, campuhan, sungai, hingga ke pura-pura. Sehingga memperoleh keheningan pikiran dan kesehatan lahir batin.
Disebutkan bahwa malam gelap atau Tilem, berkaitan dengan malam penuh duka setelah pertempuran dahsyat. Kisah ini salah satunya dari Panca Pandawa.
Dikisahkan bahwa Pandawa meninggalkan perkemahan mereka untuk mencari penyucian, dengan mengunjungi tempat-tempat keramat. Sekitar pukul tiga dini hari, terjadi pertanda tidak baik.
Dan tidak lama kemudian seorang bintara datang membawa berita duka tentang anak-anak laki-laki Pandawa.
Atau Sang Panca Kumara beserta saudara laki-lakinya. Yang ditinggalkannya di perkemahan dan meninggal dunia.
Sehingga malam gelap itu, menjadi malam penuh duka dan maut.
Kisah peristiwa dalam Kakawin Bharatayudha ini, membuat Tilem merupakan waktu sakral dan sekaligus rawan.