Breaking News

Wawancara Tokoh

Wawancara Khusus Dekan FK Unud, Prof Suyasa: Saya Daftar Pada H-1 Setelah Didorong Teman-teman

Pada 6 Juli 2021 nanti, perguruan tinggi negeri (PTN) nomor satu dan tertua di Bali, Universitas Udayana (Unud), akan mengadakan pemilihan rektor baru

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
Prof DR dr I Ketut Suyasa (kiri) saat melayani wawancara Tribun Bali di kantor Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Kampus Sudirman,Denpasar, Selasa 22 Juni 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada 6 Juli 2021 nanti, perguruan tinggi negeri (PTN) nomor satu dan tertua di Bali, Universitas Udayana (Unud), akan mengadakan pemilihan rektor baru.

Salah-satu diantara nama-nama yang disebut sebagai calon rektor adalah Prof DR dr I Ketut Suyasa SpB SpOT (K), Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unud.

Prof Suyasa adalah juga ahli bedah dan dikenal pula sebagai spesialis orthopaedi & traumatologi.

Berikut ini wawancara khusus Tribun Bali pada Selasa 22 Juni 2021 lalu dengan guru besar berusia 55 tahun yang juga koordinator tim ahli Satgas Penanganan Covid-19 Bali, serta Ketua Dewan Pakar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Wilayah Bali.

Baca juga: KISAH Maharani Kemala Rintis MS Glow, Kini Disebut Crazy Rich Bali Karena Bergelimang Harta

Prof menjadi salah-satu calon rektor baru Unud, yang namanya kami ketahui baru muncul belakangan. Bisa diceritakan mengapa?

Memang saya mendaftarkan diri pada H-1 sebelum pendaftaran pemilihan rektor Unud ditutup.

Soal mengapa mendaftarnya mepet, karena awalnya belum sempat terpikir.

Ya karena ada desakan dan dorongan dari teman-teman dan para senior agar saya ikut dalam pemilihan rektor untuk bisa mengabdi ke institusi dengan lingkup yang lebih besar, yakni universitas.

Kalau saya pribadi, niatnya untuk mengabdi dan melayani, apa yang diberikan teman-teman, ya saya kerjakan.

Dulu sewaktu pemilihan Dekan Fakultas Kedokteran Unud, saya sebetulnya juga baru mendaftar pada H-1 sebelum pendaftaran tutup, ya karena dorongan teman-teman pula.

Buat saya jabatan itu amanah ya, itu bukan soal status.

Karena jabatan adalah amanah, maka dimana pun saya ditugaskan dan dipercaya, selama ini saya berusaha untuk laksanakan dengan sebaik-baiknya.

Saya gak ngoyo untuk mengejar jabatan, tapi jika dipercaya, saya akan emban amanah itu sebaik-baiknya.

Andaikan Prof tidak maju, artinya perwakilan dari Fakultas Kedokteran tidak ada ya?

Memang awalnya ada teman yang mencalonkan diri.

Tapi kemudian ternyata saya yang direkomendasi oleh teman-teman Fakultas Kedokteran untuk maju.

Jadi kepercayaan yang diberikan oleh senior guru-guru saya di sini, juga teman-teman saya, itu yang membuat saya maju untuk pemilihan rektor.

Persiapan Prof apa saja untuk pemilihan rektor ini?

Nggak ada persiapan. Saya bekerja seperti biasa saja, tidak ada yang spesial.

Karena bagi saya, yang terpenting adalah bekerja dan bekerja.

Hanya itu saja. Berusaha melakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara dengan mencari inovasi-inovasi.

Kebetulan ini juga tahun keempat atau terakhir saya menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Selama ini, sebagai Dekan FK Unud saya berusaha membuat inovasi baru untuk meningkatkan gairah kehidupan akademis.

Dan ini salah-satunya tercermin pada capaian kinerja kami.

Misalnya dalam publikasi di jurnal-jurnal ilmiah, kemudian peningkatan jumlah guru besar dan lektor kepala.

Selama empat tahun jadi Dekan FK Unud, sudah ada 8 orang yang kami antarkan menjadi guru besar.

Masih ada 8 lagi calon guru besar.

Kalau prosesnya bisa selesai dan sebelum September mereka jadi guru besar, berarti ada sekirar 16 guru besar yang berhasil kami antarkan selama periode empat tahun memimpin FK Unud.

Jadi, kami dorong teman-teman mendapatkan haknya, sehingga mereka bukan hanya melaksanakan kewajibannya, namun haknya juga kami perhatikan.

Itulah salah-satu bentuk apresiasi kami.

Selama ini, saya berusaha mengubah mindset bahwa teman-teman tidak hanya mengajar, namun juga harus bisa mencapai peningkatan kualifikasi dalam keilmuannya.

Bagi fakultas, pencapaian-pencapaian itu juga meningkatkan rating institusi.

Termasuk kami juga mendorong para dosen muda untuk meningkatkan kualifikasi keilmuan.

Saat ini ada 37 guru besar aktif di FK Unud.

Baca juga: Wawancara Khusus Kepala BNN Provinsi Bali: Bikin Studio Podcast, Perangi Narkoba ala Dunia Milenial

Apa makna jabatan akademik di institusi pendidikan seperti Unud?

Bagi saya, jabatan apapun, intinya harus disadari bahwa pejabat itu melayani dan mengabdi.

Memberi pelayanan terbaik kepada mahasiswa, pegawai, dosen dan masyarakat pada umumnya.

Unud universitas nomor satu di Bali dan Nusa Tenggara. Dengan bekal kekuatan budaya dan religi Bali yang khas, Unud punya potensi jadi pusat unggulan tertentu di tingkat dunia. Menurut Bapak bagaimana?

Fakultas Kedokteran Unud sebetulnya memiliki pusat antiaging medicine (kedokteran spesialisasi anti-penuaan dini, red) yang reputasinya sampai tingkat nasional.

Nggak ada di tempat lain pusat seperti ini, sehingga yang dimiliki FK Unud ini adalah satu-satunya pusat antiaging medicine di Indonesia.

Yang ambil S2 di antiaging medicine ini banyak. Jadi ini pilihan yang laris manis. Salah-satu guru besar di sana adalah Prof Wimpie Pangkahila.

Pusat ini sudah kita miliki sejak 12 tahun lalu. Sebelum saya menjadi dekan, pusat ini sudah ada dan terus kita kembangkan.

Untuk memiliki pusat unggulan tingkat dunia tentu bukan hal gampang.

Bukan sekadar kita bikin pusat unggulan, tapi lebih penting adalah bagaimana kemudian membuat orang luar tertarik untuk belajar di pusat unggulan itu.

Bali memiliki kekuatan yang luar biasa dari segi budaya dan religi, sehingga mengembangkan pusat unggulan di bidang itu, salah-satunya di bidang kesehatan holistik yang mencakup mind, body and spirit tentu perlu didorong.

Banyak hal yang belum kita explore terkait kesehatan holistik ini.

Tentu eksplorasinya secara ilmiah ya supaya tidak disebut klenik atau perdukunan.

Sebetulnya dalam dunia kedokteran diajari juga mengenai pendekatan holistik.

Bagaimana membangkitkan kekuatan dalam diri manusia sendiri untuk menjadi sehat.

Tuhan kan menciptakan manusia itu lengkap.

Ada penyakit dan ada pula obatnya dalam tubuh manusia sendiri.

Misalnya, tubuh manusia memiliki endorphin, itu semacam morfin dalam tubuh yang kalau bisa dibangkitkan, rasa nyeri akan bisa teratasi.

Misalnya, dicubit bisa tidak terasa sakit.

Mungkin pusat unggulan itu, idenya bisa seperti di sebuah universitas di Amerika yang memiliki pusat riset kebahagiaan?

Saya tempo hari sempat ngomong ke Pak Menteri Sandiaga Uno saat berbicara tentang medical tourism atau pariwisata berbasis medis.

Saya bilang bagaimana jika medical tourism itu di Rumah Sakit Unud, dan nanti salah-satu yang jadi unggulan adalah bidang wellness-nya.

(wellness berbeda dari kesehatan secara umum atau health yang biasanya hanya berkaitan dengan sehat fisik. Wellness adalah sehat pada keseluruhan aspek, mulai dari fisik, mental-emosional, spiritual dan sosial secara seimbang, red).

Nah, wellness ini perlu dikembangkan di Unud sebagai salah-satu unggulan.

Misalnya, ada pusat riset wellness, dan sekaligus juga bagian dari medical tourism yang hendak dikembangkan pemerintah di Bali.

Di situ nanti ada kajian dan pengembangan terkait yoga, teknik pernapasan, aroma therapy dan lain-lain. Kalau itu bisa diwujudkan kan bagus.

Kebutuhan wellness makin besar saat ini, apalagi di tengah pandemi saat ini ada fenomena Long Covid atau Post Covid Syndrome.

Jadi, mereka sudah sembuh dari Covid-19, namun masih sering mengalami gangguan seperti sulit tidur, sering cemas dan gelisah, jantung berdebar, sering buang air dan lain-lain.

Itu kan sudah bukan persoalan fisik lagi.

Itu perlu treatment juga, tapi treatment yang berbeda.

Dan itu bisa jadi tidak lebih mudah, karena sifatnya kan tidak tampak. Psikis.

Jadi, kedokteran atau rumah sakit nanti nggak cuma tentang obat dan resep.

Saya ini seorang ahli orthopaedi, tapi kasus nyeri pinggang misalnya, tidak semua jawabannya adalah pisau bedah.

Ada nyeri pinggang yang disebut sebagai psychogenic back pain.

Itu nyeri pinggang karena tekanan psikologis.

Baca juga: Wawancara Martin Bashir dengan Putri Diana Tahun 1995 Kembali Disorot Publik Inggris

Kalau pusat riset wellness itu bisa hadir di Unud tentu suatu terobosan?

Tetapi, untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan tentu membutuhkan otoritas.

Kalau tidak ada otoritas, ya ide akan tinggal sebagai ide.

Dengan kondisi pandemi, apakah juga ada kampanye visi dan misi para calon rektor Unud? Kira-kira peluangnya bagaimana, Pak?

Ada penyampaian visi dan misi secara langsung di depan rapat senat universitas, ada juga yang sudah di-upload di YouTube sehingga siapapun bisa melihatnya.

Bagi saya, siapapun nanti yang terpilih sebagai Rektor Unud, itulah yang terbaik dan semoga bisa pula berbuat yang terbaik bagi institusi.

Kalau saya yang diberikan amanah, ya tentu visi dan misi saya akan saya kawal.

Yang terpenting, sikapi pemilihan rektor adalah hal yang biasa, sehingga jangan sampai gara-gara pemilihan lantas terjadi, misalnya, perpecahan.

Semua akan rugi. Jadi, kita boleh saja berbeda pendapat, tetapi harus saling menghargai dan justru kemudian berusaha menemukan titik-titik persamaan.

Jangan perbedaan malah dibesar-besarkan.

Sebuah bangsa, misalnya, akan jadi besar justeru kalau menonjolkan persamaannya, bukan perbedaannya.

(Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami/Sunarko)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved