Wawancara Tokoh

Kisah Juru Parkir Cantik Kadek Rita di Bali, Sampai Ada yang Ngajak Nikah

Kadek Rita terlihat sibuk mengatur keluar masuk mobil maupun motor di tempat parkir.

Penulis: Rizal Fanany | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Rizal Fanany
Kadek Rita, terlihat sibuk mengatur keluar masuk mobil maupun motor di tempat parkiran sebuah supermarket di Kawasan Gatot Subroto Timur, Denpasar, Jumat 9 Juli 2021 - Kisah Juru Parkir Cantik Kadek Rita di Bali, Sampai Ada yang Ngajak Nikah 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kadek Rita terlihat sibuk mengatur keluar masuk mobil maupun motor di tempat parkir.

Tak segan ia memecah keramaian jalan agar kendaraan yang dituntunnya bisa menyeberang dengan aman dari sebuah supermarket di kawasan Jalan Gatot Subroto Timur, Denpasar, Bali, Jumat 9 Juli 2021.

Mengenakan topi jerami yang di dalamnya diberi handuk agar keringat tidak terlalu mengucur deras di bawah teriknya sinar matahari.

Wanita bertubuh mungil ini mengatakan, sudah tiga setengah bulan bekerja sebagai juru parkir menggantikan suaminya.

Baca juga: Sosok Hanoman Merah, Ini Kisah Mistis Cagar Budaya Candi Tebing Jukut Paku

“Saya sudah tiga setengah bulan bekerja sebagai juru parkir di sini menggantikan suami,” kata wanita berusia 31 tahun tersebut.

Juru parkir cantik ini menceritakan menggantikan peran suami karena sudah 7 bulan sang suami tidak bisa bekerja akibat mengidap tumor.

“Suami saya kena tumor di hidung dan menjalar ke matanya. Sudah dari Maret lalu tidak bisa melihat. Jadi saya menggantikan posisinya, daripada diambil orang lain. Lagi pula jam kerjanya hanya sebentar. Awalnya suami tidak tega, tapi saya tetap jalani,” jelasnya.

Hingga kini suaminya masih menjalani proses pengobatan.

Agar tetap bisa menjalani pengobatan ia tetap harus giat bekerja.

"Sekarang masih tidak bisa melihat. Sudah berobat herbal dan terapi. Sudah dijadwalkan operasi akhir Juli atau pertengahan Agustus,” ungkap wanita asal Karangasem ini.

Wanita yang sebelumnya bekerja di salah satu garmen di Canggu ini juga menghidupi 2 anak dan mertua.

Ia memaparkan, bekerja menjadi juru parkir hanya dapat mengantongi Rp 800 ribu hingga Rp 850 ribu per bulan.

"Rata-rata Rp 800 ribu ampai Rp 850 ribu sebulan. Sebenarnya kurang, tapi saya berusaha cukup-cukupi saja. Biasanya saya juga dapat lebihnya kalau target harian tercapai. Jadi dengan uang lebih sehari-hari itu saya kumpulkan, gunakan untuk biaya berobat suami saya, jajan anak-anak, dan untuk makan,” ujarnya.

Tak ada sedikitpun rasa malu ketika menjadi juru parkir.

Hanya saja, ia mengaku masih canggung dan bingung cara mengatur kendaraan yang akan diparkir.

"Malu sih tidak, karena waktu Maret lalu sedih lihat anak-anak tidak bisa jajan, bahkan nyari uang Rp 200 saja susah. Jadi saya pikir, buanglah gengsi. Ngapain juga malu. Lagian tidak mencuri. Cuma masih canggung dan bingung karena tidak tahu arah mobil. Lalu diajari suami gimana caranya mengatur kendaraan,” ungkapnya.

Ia sempat disarankan untuk beralih profesi dan mencari pekerjaan lain.

Setelah ia pertimbangkan pekerjaan menjadi juru parkir saat ini tepat baginya.

"Dulu sempat disarankan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Setelah saya pertimbangkan, saya tetap kerja ini aja. Soalnya jam kerjanya singkat. Kalau ada hal mendesak di rumah, bisa segera pulang karena lokasi rumah dekat dengan tempat kerja," katanya.

Ia mengisahkan, bekerja menjadi juru parkir banyak dari pengendara yang mengira ia adalah laki-laki.

Setelah tahu yang sebenarnya, tidak sedikit yang berusaha menggodanya.

Bahkan ada yang sampai bolak-balik parkir hanya untuk iseng menggodanya.

“Banyak yang mengira dulu saya laki-laki. Setelah tahu saya perempuan, ada banyak yang menggoda. Bahkan dulu ada yang bilang, jangan jadi juru parkir, jadi istri saya saja,” kisahnya.

Rita mengungkapkan pekerjaanya tidak ada hari libur.

"Tidak ada libur. Bekerja setiap hari karena tokonya kan buka setiap hari. Kalau ada renovasi dan sejenisnya, baru libur. Dan kalau ada keperluan keluarga atau urusan lain, bisa minta libur," ungkapnya.

Baca juga: Kisah Mpu Kuturan dan Dang Hyang Nirartha Dalam Menyatukan Sekte di Bali

Saat bekerja ia mendapatkan shift siang, yakni pukul 13.00-18.00 Wita.

Tantangan yang ia hadapi harus berpanas-panasan melawan terik matahari.

“Pernah sih saat lagi ngedrop saya merasa capek, tapi dijalani saja. Toh hanya 5 jam. Cepat. Pernah sampai haus banget, pengen ke kamar kecil tapi takut ditinggal karena lumayan bisa hilang Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. Apalagi pas sedang ramainya sekitar pukul 16.00 sampai 18.00 Wita,” bebernya.

Selama tiga setengah bulan bekerja ada suka duka yang dialami.

Terkadang pengendara membayar lebih biaya parkir.

Ada pula pengendara yang tidak bayar parkir.

"Kalau suka dukanya, ada terkadang pengendara memberikan uang lebih, tapi ada juga beberapa pengendara setelah dibantu justru tidak membayar sama sekali. Bahkan, ada yang melempar uangnya begitu saja ke jalanan. Mungkin mereka buru-buru atau bagaimana. Jadi uangnya dilempar. Ya sudahlah saya pungutin kalau di jalan lagi sepi. Kalau masih ramai, saya biarin," ucapnya.

Wanita berkulit putih ini mengaku merasa ada gangguan pernapasan karena aktivitas yang padat dan meniup peluit secara terus menerus hingga napasnya ngos-ngosan.

"Sepertinya ada gangguan pernapasan. Ya gimana lagi, tiap hari tiup peluit. Kendaraan yang keluar masuk juga banyak. Saat mau tidur saya mengonsumsi obat agar esok siangnya bisa tetap bekerja. Saya juga memotivasi diri saya sendiri agar tetap sehat dan bisa mengurus suami serta anak-anak," katanya.

Ia berharap ada donatur atau relawan yang bisa membantu suaminya.

“Saya berharap ada donatur atau relawan yang bisa membantu suami saya. Kalau untuk anak-anak saya, pelan-pelan saya perjuangkan,” tutupnya. (rizal fanany)

Kumpulan Artikel Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved