Berita Denpasar

Debt Collector Tak Boleh Meneror, Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Budiarsana di Denpasar Tunggu Jaksa

Kriminolog asal Bali, Prof Rai Setiabudhi menyoroti kasus hukum pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok debt collector

Tribun Bali/Firizqi Irwan
Lokasi pembunuhan di Denpasar - Debt Collector Tak Boleh Meneror, Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Budiarsana di Denpasar Tunggu Jaksa 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kriminolog asal Bali, Prof Rai Setiabudhi menyoroti kasus hukum pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok debt collector kepada debitur karena kredit macet di Kota Denpasar, Bali, Jumat 23 Juli 2021 lalu.

Menurutnya, setiap usaha jasa keuangan (finance), antara kreditur dan debitur sebelum deal, pasti ada perjanjian yang disepakati.

"Kalau sudah sepakat, barulah masing-masing pihak menandatangani. Apabila salah satu pihak wanprestasi, di dalam perjanjian itu pasti ada sanksinya. Biasanya sanksi perdata. Karena itu prosesnya hukum perdata," kata Prof Rai kepada Tribun Bali, Rabu 28 Juli 2021.

Jadi sesungguhnya, ditegaskan Prof Rai, setiap finance tidak perlu jasa debt collector.

Baca juga: UPDATE: Rekonstruksi Kasus Pembunuhan di Denpasar Masih Menunggu Petunjuk Pihak Kejaksaan

"Proses saja sesuai dengan yang ada di perjanjian. Jikalau dalam perjalanan penagihan kredit salah satu pihak ada yang memenuhi unsur pidana, baru diproses berdasarkan hukum pidana," kata dia

"Misal salah satu pihak berbohong atau ada rangkaian kata-kata bohong, berarti di situ ada indikasi penipuan, atau ada unsur penggelapan. Jadi bila salah satu pihak tidak menepati perjanjian, jalur hukumnya sudah jelas. Sehingga sesungguhnya tidak perlu ada debt collector," jabarnya.

Selebihnya, kata Prof Rai, apabila ada juru tagih atau bagian tagihan, bisa saja, tapi tupoksinya harus jelas, yang pasti tidak boleh merugikan dan membahayakan.

"Kalau itu sampai merugikan dan membahayakan, jelas itu masuk ranah pidana, sampai mengancam apalagi melakukan kekerasan," ujar dia.

"Yang jelas kalau ada akibat hilangnya nyawa berarti ada perbuatan pidana sehingga harus ada yang bertanggung jawab (pertanggungjawaban pidananya) untuk dijadikan tersangka," imbuhnya.

Disampaikan dia, kata debt collector berasal dari debt berarti utang dan collector berarti pengumpul.

"Sehingga debt colector dapat diartikan sebagai pengumpul utang atau penagih utang. Bisa saja ada jasa penagih utang. Di negara lain pun ada jasa penagih utang, tapi mereka taat aturan. Misalnya dengan cara diplomasi, negosiasi secara teori ada teknik lobi dan negosiasi dan tentu ada kode etiknya. Jadi penagihan tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau meneror. Kalau sudah seperti itu berarti sudah ada unsur pidananya, sehingga penegak hukum gampang menindak," papar Prof Rai.

Dijelaskan Prof Rai, pelanggaran pasal menghilangkan nyawa orang lain yg diatur dalam Pasal 338 KUHP, atau apabila itu direncanakan melanggar pasal 340 KUHP.

"Apabila tidak bermaksud menghilangkan nyawa, bisa melanggar pasal penganiayaan yg mengakibatkan matinya orang lain," pungkas Prof Rai Setiabudhi.

Terpisah, setelah berhasil mengungkap pelaku kasus pembunuhan Gede Budiarsana (34) dan menetapkan tujuh pelaku, polisi selanjutnya akan melaksanakan rekontruksi kasus pembunuhan yang terjadi di Simpang Jalan Subur-Jalan Kalimutu, Denpasar tersebut.

Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Mikael Hutabarat mengatakan, rekontruksi akan digelar setelah ada keputusan dari pihak Kejaksaan Denpasar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved