Serba Serbi
Dibalik Kelahiran pada Wuku Wayang, Ada Kisah Bhatara Rare Kumara yang Diselamatkan Seorang Dalang
Sehingga karena lahir pada wuku yang sama itulah, maka Rare Kumara dianggap mamada-mada sehingga Bhatara Kala memiliki hak memakan adiknya
Penulis: Putu Supartika | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Secara mitologis dan sastra Bhatara Kumara lahir pada Wuku Wayang yang juga kelahiran kakaknya Bhatara Kala.
Sehingga karena lahir pada wuku yang sama itulah, maka Rare Kumara dianggap mamada-mada sehingga Bhatara Kala memiliki hak memakan adiknya.
Namun saat Kala meminta izin, Bhatara Siwa tidak mengizinkan memakan adiknya dengan alasan masih kecil, dan Siwa baru mengizinkan jika Bhatara Kumara sudah besar.
“Karena sayang pada Bhatara Rare Kumara, seketika itu Bhatara Siwa menemuinya dan diberikan anugerah yaitu akan tetap kecil, sehingga tidak dimakan oleh kakaknya,” kata penekun lontar I Putu Eka Guna Yasa.
Baca juga: Wuku Wayang, Kisah Kelahiran Bhatara Kala dan Alasan Kenapa Ingin Memakan Bhatara Kumara
Dalam buku Wayang Sapuh Leger karya I Dewa Ketut Wicaksana diuraikan mengenai kisah Bhatara Kumara ini pada halaman 65.
Adapun sumber yang dirujuk buku ini yaitu Lontar Kidung Sapuh Leger, No. Va. 645, koleksi Gedong Kirtya, Singaraja.
Diceritakan bahwa Bhatara Siwa atau Bhatara Guru memiliki dua orang putra yaitu Bhatara Kala dan Sang Hyang Rare Kumara yang lahir pada minggu yang sama yaitu wuku wayang.
Kala marah karena adiknya memiliki otonan yang sama dan meminta izin kepada ayahnya untuk memakannya.
“Bhatara Guru memberitahu Kala untuk menunggu selama tujuh tahun, karena adiknya masih bayi. Dengan perasaan sedih Siwa memanggil Kumara dan memberitahu dia tentang maksud Kala, karena tidak bisa dicegah. Kemudian Guru mengutuk (pastu) Kumara untuk tetap kecil (kerdil) tidak pernah dewasa,” tulis Wicaksana dalam bukunya itu.
Tujuh tahun kemudian, Kala bermaksud akan memakan Kumara, dan Siwa meminta Kumara untuk mengungsi ke Kerajaan Kertanegara.
Akan tetapi, Kala mencium tapak kaki Kumara sehingga Kala pun mengejar Kumara.
“Kala menemukan adiknya lari terbirit-birit, namun Kumara lolos melalui serangkaian tipuan: bersembunyi dalam rimbun bambu (buluh), bersembunyi dalam kayu bakar yang tidak diikat, lolos melalui tungku perapian,” tulis Wicaksana lagi.
Raja Maya Sura yang bertahta di Kertanegara melindungi Rare Kumara, akan tetapi raja dan prajuritnya berhasil dikalahkan oleh Kala.
Hingga malam, Kumara sampai di tempat pertunjukan wayang kulit yang diadakan wuku wayang dan meminta perlindungan pada sang dalang.
Baca juga: Lahir Selasa Umanis Wayang, Banyak Ilmu, Hidup Mewah di Akhir Hidupnya