Berita Bali
Wuku Wayang, Kisah Kelahiran Bhatara Kala dan Alasan Kenapa Ingin Memakan Bhatara Kumara
Wuku Wayang, Kisah Kelahiran Bhatara Kala dan Alasan Kenapa Ingin Memakan Bhatara Kumara
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bhatara Kala lahir dari kama atau sperma Bhatara Siwa tanpa melalui rahim seorang ibu.
Kisah tentang kelahiran Bhatara Kala tersebut termuat dalam Kala Purana.
Penekun lontar, I Putu Eka Guna Yasa menuturkan, suatu hari Siwa berjalan-jalan di pantai dengan Bhatari Uma.
Karena angin kencang, maka tersingkaplah kemben dari Bhatari Uma, sehingga timbul keinginan Siwa untuk melakukan sanggama atau penciptaan dengan Bhatari Uma.
Tetapi karena waktu itu Ida tidak sedang berada di Siwalaya, Bhatari Uma pun merasa ada kesalahan ruang dan waktu untuk melakukan hal itu.
Keinginan Bhatara Siwa pun ditolak oleh Uma.
“Ketika ditolak itu, maka kama Bhatara Siwa keluar dengan sendirinya. Dari kama itu lahirlah Bhatara Kala. Artinya lahir tanpa pradana atau ibu, sehingga kekuatan Siwa dimiliki secara penuh oleh Bhatara Kala,” kata dosen Sastra Bali di Universitas Udayana ini.
Baca juga: Tumpek Wayang Bertepatan dengan Kajeng Kliwon, Apa Maknanya?
Ketika lahir, Kala langsung mempertanyakan orang tuanya dengan meraung, dan juga mempertanyakan eksistensinya di alam ini.
Saking kerasnya raungan itu, sapta patala atau dunia bawah dan sapta loka atau dunia atas terguncang.
Untuk mengatasi hal itu, turunlah Bhatara Nawa Sanga, akan tetapi tidak bisa menandingi kesaktian Bhatara Kala.
“Karena mengetahui kesaktian Kala, Bhatara Nawa Sanga memiliki asumsi bahwa yang dihadapi bukan sosok biasa, siapakah yang tertinggi di antara Dewata Nawa Sanga ini? Yang pasti itu adalah Siwa, sehingga tahulah bahwa Kala merupakan anak dari Siwa,” katanya.
Baca juga: Otonan Saat Tumpek Wayang, Ini Maknanya Dalam Hindu Bali
Kemudian Bhatara Nawa Sanga memberitahu kepada Kala bahwa Siwa adalah ayahnya.
Ketika diberitahu, Kala langsung menuju ke Siwalaya, dan ketika bertemu Dewa Siwa sudah ingin dimakan, tapi tidak mampu.
Ketika dimakan tapi tidak mampu, saat itulah Siwa disebut Mahakala yang artinya ia yang mampu mengatasai Kala.