Berita Denpasar

Lapas Kerobokan Over Kapasitas, 83,74 Persen Dihuni Napi Narkotika

Kasus narkoba di Bali masih memprihatinkan, ditilik dari kuota Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung Bali, 83,74 persen diisi oleh napi kasus narkoba

Istimewa
Kepala BNNP Bali Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus narkoba di Bali masih memprihatinkan, ditilik dari kuota Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung Bali, 83,74 persen diisi oleh napi kasus narkoba, bahkan kondisinya menjadi overload.

Membludaknya penghuni tahanan Lapas terbesar di Bali itu terungkap berdasarkan hasil rapat koordinasi (Rakor) Dirjen PAS Kementerian Hukum dan HAM, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Bareskrim serta Kejaksaan, pada Selasa 27 Juli 2021 lalu, yang baru-baru ini disampaikan Kepala BNNP Bali Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra kepada Tribun Bali.

Baca juga: 5 Pecandu Narkoba Datangi BNNK Klungkung untuk Rehabilitasi,Alasannya Ingin Sehat Hingga Harga Mahal

Berdasarkan data yang dihimpun Tribun Bali, jumlah tahanan dan napi di Lapas Kerobokan berkisar 1.586 orang atau over capacity sebanyak 391 persen melebihi over capacity secara nasional. 

Kepala BNNP Bali, Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra menjelaskan, pihaknya kini menyikapi tingginya kasus dan tahanan narkoba di Indonesia, khususnya di Bali.

"Kami mencari solusi terkait proses pemidanaan tersangka dan barang bukti narkotika agar bisa dilakukan putusan rehabilitasi setelah melalui proses asessment di BNN oleh Tim Asessment Terpadu (TAT)," kata dia saat dijumpai Tribun Bali di ruang kerjanya, Kantor BNNP Bali, Denpasar, Bali, pada Sabtu 7 Agustus 2021.

Baca juga: Pengusaha Laundry Nyambi Jadi Kurir Narkoba Dibekuk Jajaran Polres Bangli

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI bersama BNN RI merumuskan tentang upaya penanganan rehabilitasi, pasalnya kasus narkotika di Indonesia menjadi beban di jajaran Rutan dan Lapas di Indonesia. 

Terlebih, dari jumlah 492 Lapas dan Rutan di Indonesia, kapasitas yang tersedia sebanyak 132.107 orang. 

Sedangkan dari data dari Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Ham per tanggal 26 Juli 2021, jumlah hunian Lapas dan Rutan sebanyak 268.610 orang yang menunjukkan adanya kelebihan kapasitas sebanyak 103 persen. 

Baca juga: Lama Tak Melaut Bantir Setir Jadi Kurir Sabu di Denpasar, Muklis Dituntut 12 Tahun Penjara

"Tentunya hal ini menjadi permasalahan tersendiri dalam pencapaian pelaksanaan tugas pembinaan narapidana termasuk pengawasan ketertiban, keamanan dan kesehatan tahanan dan narapidana," katanya.

Dia menambahkan, dari tingkat hunian 268.610 orang tersebut, sebanyak 139.088 orang tersangkut kasus narkotika. 

Apalagi, kata jenderal yang pernah menjabat Waka Polda Sulawesi Tengah ini, komposisi lebih detail narapidana dengan pidana di bawah 10 tahun sebanyak 101.032 orang atau 72,64 persen dan narapidana di atas 10 tahun sebanyak 13.685 orang arau 9,84 persen.

Baca juga: Residivis Kasus Pencurian Edarkan Sabu di Denpasar, Yudiantara Menerima Dihukum Bui 12 Tahun

Sementara kapasitas Lapas Kerobokan sebanyak 323 orang. 

Namun berdasarkan data sampai akhir Juli 2021, Lapas Kerobokan kini dihuni oleh tahanan dan narapidana sebanyak 1.586 orang. 

Dari total penghuni Lapas Kerobokan tersebut yang berasal dari kasus narkotika sebanyak 1.061 Orang atau 83,74 persen dari jumlah hunian Lapas Kerobokan

"Jadi, Lapas Kerobokan saat ini sudah over capacity 391 persen atau melebihi over capacity secara nasional," papar mantan Kabid Humas Polda Bali ini. 

Dari gambaran data di atas, kata jenderal bintang satu di pundak ini sejatinya perlu dilakukan langkah terobosan untuk mengurai permasalahan di Lapas. 

Diakuinya, soal penambahan kapasitas lapas/rutan dalam waktu singkat mungkin sulit dilakukan. 

"Perlu adanya langkah penguatan Lembaga Rehab maupun IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) dapat menjadi alternatif dalam menangani narapidana dari kasus hukum yang dijatuhi hukuman menjalani rehabilitasi oleh Majelis Hakim," tegas mantan Kapolres Balikpapan ini.

Jenderal polisi yang gemar bersepeda gowes ini menambahkan, penempatan tersangka dalam lembaga rehabilitasi juga sudah mulai dapat dilakukan bagi tersangka yang telah dapat ditentukan perannya dari hasil TAT (Tim Asesmen Terpadu), sebagai pecandu atau korban penyalahguna. 

Termasuk jumlah barang bukti di bawah Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. 

Di samping juga hasil pengecekan laboratorium atas urinenya menunjukkan positif mengandung narkotika.

Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mencari solusi penanganan pecandu/korban penyalah guna yang tersangkut kasus hukum, telah diterbitkan Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Ham, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kapolri dan Ka BNN RI yang mengatur tentang Penanganan Pecandu dan Korban Penyalah Guna Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. 

Untuk ditataran teknis, diatur pula mengenai pembentukan Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang dimotori oleh BNN. Anggota TAT terdiri dari tim hukum dan Tim Medis. 

Tim hukum beranggotakan asesor dari unsur BNN, Polri dan Kejaksaan, sementara Tim medis terdiri dari unsur dokter dan psikiater bertugas melakukan penilaian terhadap peran tersangka kasus hukum narkotika, apakah sebagai korban penyalahguna narkotika, pecandu, penyalahguna maupun pengedar. 

"Nantinya tim medis akan melihat tingkat ketergantungan dari pelaku. Selanjutnya dibuat rekomendasi untuk pelaku, apabila pelaku dinilai sebagai pecandu atau korban penyalahguna akan direkomendasikan untuk direhabilitasi," pungkasnya. (*)

Berita lainnya di Peredaran Narkotika di Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved