Afghanistan

SEJARAH Taliban yang Kini Kuasai Afghanistan, Kenapa Tak Bantu Palestina dan Tak Menyerang Israel?

Taliban dengan cepat menduduki ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Minggum 15 Agustus 2021, setelah 10 hari melancarkan serangan kilat

Editor: Kambali
AFP
Pejuang Taliban duduk di atas kendaraan di sebuah jalan di Provinsi Laghman pada 15 Agustus 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, KABUL - Simak sejarah Taliban yang kini menguasai Afghanistan di artikel ini.

Taliban dengan cepat menduduki ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Minggum 15 Agustus 2021, setelah 10 hari melancarkan serangan kilat selepas penarikan pasukan asing pimpinan Amerika Serikat (AS).

Di samping faktor momentum penarikan tentara AS dan lemahnya militer Afghanistan, kemenangan cepat Taliban juga menunjukkan mereka begitu kuat.

Menurut Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point, ada perkiraan kekuatan inti kelompok Taliban berjumlah 60.000 orang.

Dengan tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, jumlah mereka bisa melebihi 200.000 personel.

Baca juga: Informasi Intelijen: China Pasok Uang dan Senjata bagi Taliban, Disebut Ini Keuntungan China

Kemudian setelah Taliban kuasai Afghanistan, mereka mengeklaim ingin menegakkan syariah atau hukum Islam versi sendiri.

Lantas, dengan jumlah pasukan yang lumayan besar dan cukup persenjataan, kenapa Taliban tidak membantu Palestina yang sama-sama mayoritas Islam dan terancam diduduki Israel?

Baca juga: Sebelum Taliban Kuasai Afghanistan, Presiden Ashaf Ghani Sempat Minta Nasihat Jusuf Kalla 

Toh, Israel juga disokong AS yang sama-sama diperangi Taliban di Afghanistan.

Sebelum menjawab kenapa Taliban tidak menyerang Israel?

Dan mengapa Taliban tidak mencampuri urusan Hamas yang menguasai Gaza di Palestina?

Mari kita tengok dulu siapa Taliban seperti dilansir Kompas.com sebagai berikut;

Siapa Taliban?

Secara singkat Taliban adalah kelompok yang berdiri sekitar awal 1990-an di wilayah Pakistan utara setelah pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan.

Dalam bahasa Pashto, "Taliban" berarti "pelajar".

Hal ini merujuk pada anggota kelompok yang pernah belajar di bawah Mullah Omar, salah satu pendiri Taliban dan komandan pasukan Mujahidin yang mendorong Uni Soviet keluar dari Afghanistan pada 1989.

Pemimpin tim perunding Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar melihat deklarasi akhir pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban yang disampaikan di ibu kota Qatar, Doha, pada 18 Juli 2021.
Pemimpin tim perunding Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar melihat deklarasi akhir pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban yang disampaikan di ibu kota Qatar, Doha, pada 18 Juli 2021. (AFP PHOTO/KARIM JAAFAR)

Mullah Omar diyakini tewas pada 2013, tetapi kematiannya baru diumumkan Taliban dua tahun kemudian.

Pendiri lainnya adalah Mullah Baradar yang kini menjadi calon kuat presiden Afghanistan.

Baradar lebih dikenal sebagai kepala politik dan wajah paling populer dari kelompok ekstremis bersenjata itu, di samping Haibatullah Akhundzada yang menjadi pemimpin keseluruhan Taliban.

Baca juga: Sosok Bos Taliban Ghani Baradar, Calon Kuat Presiden Afganistan yang Temui Jusuf Kalla di Jakarta

Taliban awalnya didominasi oleh orang-orang Pashtun dan pengaruhnya mulai terasa pada musim gugur 1994.

Cikal bakal gerakan ini adalah pesantren dengan sumber dana dari Arab Saudi. Pesantren ini biasanya menganut aliran Sunni garis keras.

Janji Taliban di wilayah-wilayah kediaman warga Pashtun, yang tersebar di Pakistan dan Afghanistan, adalah memulihkan perdamaian dan keamanan jika mereka berkuasa.

Di kedua negara itu mereka memberlakukan atau mendukung hukum keras, seperti eksekusi di depan umum untuk kasus pembunuhan dan perzinahan serta potong tangan bagi para pencuri.

Taliban meraih masa kejayaannya sekitar 1995-2001.

Pada September 1995, mereka berhasil meraih Provinsi Herat yang berbatasan dengan Iran.

Setahun kemudian Taliban menguasai ibu kota Kabul dengan menyingkirkan Presiden Burhanuddin Rabbani dan Menteri Pertahanan Ahmed Shah Masood.

Para milisi Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu, di Kabul, Afghanistan, Minggu (15/8/2021)
Para milisi Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu, di Kabul, Afghanistan, Minggu (15/8/2021) (AP PHOTO/ZABI KARIMI)

Tahun 1998, mereka sudah menguasai hampir 90 persen dari seluruh wilayah Afghanistan.

Baca juga: Istana Jatuh ke Tangan Taliban, Presiden Afghanistan Kabur ke Luar Negeri, Bawa Banyak Uang Tunai

Penduduk Afghanistan yang lelah dengan perang saudara setelah penarikan Soviet, umumnya menyambut Taliban saat muncul sebagai penguasa.

Popularitas awal Taliban melejit berkat keberhasilan memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum, dan membuat jalanan di bawah kendali mereka.

Namun, di sisi lain, Taliban melarang televisi, musik, dan bioskop, melarang anak perempuan berusia 10 tahun lebih ke sekolah, dan memaksa perempuan mengenakan burka.

Kejatuhan Taliban terjadi setelah invasi Amerika ke Afghanistan, yang merespons tragedi 9/11 di World Trade Center, September 2001.

Taliban kala itu melindungi pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, yang disebut sebagai pelaku utama teror.

Baca juga: Jubir Taliban Suhail Shaheen Telepon Seorang Penyiar TV saat Siaran Langsung, Ini Isi Percakapannya

Kenapa Taliban tidak membantu Palestina?

Dalam makalah berjudul Hamas, Taliban, and The Jewish Underground: An Economists' View of Radical halaman 10-11, yang ditulis Eli Berman pada September 2003, disebutkan bahwa Taliban dan Hamas memiliki batasan masing-masing.

Makalah yang dirilis oleh National Bureau of Economic Research di Cambridge itu menerangkan, Taliban dan Hamas memiliki asal-usul geografis dan teologi yang berbeda.

"Keduanya berkembang menjadi milisi yang memproduksi barang publik lokal dengan menggunakan kekerasan. Kesamaan ini bukan tanpa batasan."

"Satu perbedaan adalah Hamas memandang sebagian besar orang Palestina sebagai anggota potensial, sedangkan Taliban tampaknya melihat mayoritas orang Afghanistan sebagai yang harus ditaklukkan."

Baca juga: Indonesia Berharap Tetap Ada Penyelesaian Politik di Afghanistan Meski Taliban Berkuasa

Konflik Palestina sendiri tidak hanya melibatkan satu kubu melawan Israel, tetapi di dalam negeri juga ada perselisihan Fatah dengan Hamas.

PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) khususnya dari faksi Fatah, menjalani rivalitas dengan Hamas dalam merebut simpatik rakyat Palestina.

Berbeda dengan PLO yang mengupayakan langkah damai, Hamas dengan sayap militernya memilih jalan kekerasan dalam memperjuangkan negara Palestina.

Konflik bersenjata yang terjadi di Palestina terjadi antara tentara Israel dengan Hamas.

Faktor-faktor itulah yang kemudian menjawab pertanyaan, kenapa Taliban tidak membantu Palestina atau menyerang Israel. (*)

Baca berita Afghanistan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kenapa Taliban Tidak Membantu Palestina dan Tak Menyerang Israel?.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved