Berita Klungkung

Sebanyak 78 Cakep Lontar Koleksi Museum Semarajaya Dikonservasi Jelang Hari Saraswati

Penyuluh Bahasa Bali melakukan konservasi terhadap 78 cakep lontar koleksi. 

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Karsiani Putri
Eka Mita Suputra
Penyuluh Bahasa Bali melakukan konservasi terhadap 78 lontar koleksi Museum Semarajaya di Kota Semarapura, Klungkung, 26 Agustus 2021 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA- Penyuluh Bahasa Bali melakukan konservasi terhadap 78 cakep lontar koleksi. 

Museum Semarajaya di Kota Semarapura, Klungkung, Kamis 26 Agustus 2021. 

Konservasi dilakukan untuk mengecek dan menjaga kondisi lontar, terlebih akan diupacarai saat Hari Raya Saraswati, Sabtu 28 Agustus 2021 mendatang.

BACA JUGA: Sembari Mengedukasi Terkait Prokes, Polres Klungkung Salurkan Bantuan Paket Sembako Kepada Lansia

Aroma menyengat minyak sereh langsung tercium saat memasuki Museum Semarajaya Klungkung, Kamis 26 Agustus 2021.

12 orang penyuluh Bahasa Bali tampak sibuk membersihkan helai demi helai lontar yang beberapa diantaranya kondisinya tampak sudah rusak dimakan rayap.

"Sebelumnya lontar-lontar koleksi Museum Semarajaya ini baru kami identifikasi saja, belum kami konservasi. Baru hari ini bisa kami konservasi. Beberapa kegiatan konservasi lontar memang sulit kami lakukan karena situasi PPKM," ungkap Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung, I Wayan Arta Dipta.

Lontar itu dikonservasi dengan dibersihkan dari debu dan jamur menggunakan alkohol kadar 90 persen.

Lalu dioles minyak sereh untuk melenturkan kondisi lontar, serta jika ada tulisannya yang mulai pudar akan diperjelas dngan menggosokan kemiri yang telah dibakar

"Kondisi lontar di museum ini rata-rata masih bagus. Hanya ada beberapa saja yang rusak," ungkapnya.

BACA JUGA: Cegah Peredaran Narkoba di Desa, BNNP Bali Gelar Tes Urine

Dari hasil identifikasi, ada berbagai jenis lontar koleksi dari Museum Semarajaya.

Seperti lontar usada atau pengobatan, lontar tentang asta kosala kosali atau tata letak bangunan, lontar tentang bebantenan, lontar tentang pedoman pengambilan kebijakan, lontar pengayam-ayam untuk berjudi, sampai dengan lontar pangiwa atau pengeleakan.

"Upaya ini juga kami lakukan untuk meluruskan persepsi yang keliru di masyarakat. Selama ini lontar yang dianggap tenget atau sakral, sama sekali tidak boleh dibuka atau dirawat dan hanya diupacarai. Persepsi ini yang justru keliru karena membuat lontar rusak. Tenget yang dimaksud leluhur kita itu, justru agar lontar dapat dilestarikan dan dan dirawat. Sehingga pesan dalam lontar itu bisa diteruskan secara lintas generasi," ungkapnya.

Sementara Kepala UPT Museum Semarajaya Cokorda Gde Naladukmaja menjelaskan, 78 cakel lontar yang dikonservasi itu merupakan sumbangan dari seorang warga di Nusa Penida.

Lontar itu diserahkan ke pihak museum pada tahun 2020 lalu.

"Pemilik menyerahkan lontar itu ke museum agar dapat dirawat dan dilestarikan," ungkap Cokorda Naladukmaja. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved