Serba serbi

Kisah Niskala Hadirnya Tirta Klebutan di Pura Beji Campuhan Tampaksiring Gianyar

Lokasi suci ini disebut campuhan karena merupakan pertemuan tiga sungai, yang nantinya bermuara di pantai Masceti, Gianyar.

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Suasana tirta klebutan di Pura Beji Campuhan Tampaksiring 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Berbicara sekala-niskala di Bali, memang tidak akan ada habisnya.

Termasuk berbicara legenda dan mitos, yang menjadi bagian dari adat budaya umat Hindu di Bali.

Tempat-tempat suci di Bali, biasanya memiliki kisahnya tersendiri.

Kisah-kisah itu merupakan rahasia ilahi, yang tidak banyak orang awam pahami.

Termasuk satu di antaranya, adalah kisah niskala adanya tirta klebutan di tengah aliran sungai di sana.

Baca juga: Kisah Pasutri Tunanetra di Gianyar Bali, Berjuang Demi Keluarga Dengan Berjualan Air Klebutan 

Ketut Sukanadi, pengayah di Pura Beji Campuhan Tampaksiring, menceritakannya kepada Tribun Bali, Kamis 2 September 2021.

Lokasi suci ini disebut campuhan karena merupakan pertemuan tiga sungai, yang nantinya bermuara di Pantai Masceti, Gianyar, Bali.

Ketiga sungai itu adalah, sungai Pakerisan, sungai Sindu Raja, sungai Soka dan aliran tirta Bulan.

“Kalau ke tirta Bulan, di sana juga ada pancorannya,” jelas pria yang juga pemandu wisata di sana. Secara kasat mata, pertemuan aliran sungai (campuhan) ini terlihat dari atas jembatan di Jalan Pertiwi Brata, Tampaksiring, Gianyar.

Baca juga: Kisah Pura Beji Campuhan Tampaksiring, Tempat Malukat Bikin Awet Muda Hingga Sembuhkan dari Bebai

Ada patung Dewa Siwa pula di tengah-tengah sungai, yang menjadi salah satu lokasi sakral di sana.

Uniknya, tepat di campuhan atau area pertemuan aliran sungai. Muncul air klebutan di pinggir sungai, dan air itu bersih layaknya air mineral.

Air ini berbeda warna dengan air sungai yang berwarna lebih keruh. Air tersebut benar-benar sangat jernih karena muncul dari bawah tanah (klebutan).

Awalnya warga di sana, memagari air klebutan ini dengan batu-batuan sungai.

Namun kini pagarnya telah dipugar dengan beton dan ditinggikan, lalu dibuat pancoran untuk aliran airnya.

“Saya kira, tirta seperti ini yang muncul di tengah sungai bahkan di dekat campuhan. Hanya satu-satunya ada di Bali,” sebutnya.

Baca juga: Ini Makna Palinggih Dewi Gangga di Pura Campuhan Windhu Segara Denpasar

Pasalnya, jika air itu adalah bagian dari air sungai, mengapa ia bisa setinggi satu meter saat dipugar.

Kemudian airnya terus naik mengikuti beton, mengalir ke atas layaknya sebuah keran yang terus dibuka.

“Nah konon katanya aliran air itu memang berbeda, kalau secara niskala berbeda dan salurannya jauh. Kalau dari sungai pasti hanya setinggi sungai dan tidak terus naik,” ucapnya.

Intinya sulit diungkapkan dengan kata-kata terkait tirta ini.

Konon pula, kata dia, sumber airnya ini dari kaja kangin.

Tetapi saya tidak tahu pasti darimana itu,” jelasnya.

Cerita yang beredar di sana, sumber air klebutan ini dibuat oleh ikan Julit yang awalnya membuat pusaran dan tembus sampai di sana.

“Be Julit emas, yang terpotong ekornya itu konon yang membuat lubang,”imbuhnya.

Lanjutnya, Dewi Tunjung Sekar Taji adalah bhatari yang berstana di tirta klebutan tersebut.

Kisahnya lagi, dewi ini memberi anugerah bagi siapa saja yang sembahyang dan malukat di sana serta meminum tirta klebutan itu akan awet muda. Kepercayaan lainnya akan sembuh dari penyakit yang diderita.

Airnya terasa dingin dan sejuk, benar-benar layaknya air mineral kemasan.

Seri salah satu pengunjung mengaku takjub, karena saat ia membasuh wajahnya di tirta klebutan itu malamnya jerawat yang meradang di wajahnya sembuh dan besoknya sudah kering.

“Padahal sebelumnya ada beberapa jerawat yang membandel di wajah saja, dan itu sakit karena besar-besar. Tapi uniknya setelah memasuh wajah, malamnya jerawat itu meletus dan besoknya radang wajah saya membaik,” ungkapnya.

Selain dia, banyak pamedek yang datang dan meminum air suci tersebut. Setelah sebelumnya malukat dan berendam di campuhan.

Ketut Sukanadi bercerita, kerap pamedek yang datang apabila terkena bebai maka akan kesurupan di lokasi.

“Bahkan ada yang berlari sebelum turun, ada yang teriak-teriak dan sebagainya,” imbuhnya.

Pamedek yang datang bisa membawa pejati dan canang sari ke lokasi malukat ini. Jangan pula lupa membawa kamen dan pakaian ganti.

Lokasi ini juga terus ditata agar lebih baik, mulai dari penyediaan ruang ganti pakaian hingga toilet.

Bahkan kini juga ada warung di sana, sehingga pamedek yang lapar dan haus bisa langsung berbelanja tanpa harus bingung.

Parkir pun juga dibuatkan di sebrang lokasi, dan belum dipungut biaya hanya donasi seikhlasnya saja.

“Rencana ke depan selain wisata spiritual juga ada arung jeram tubbing di sini,” ujarnya.

Ia juga bercerita, bagi yang ingin ke lokasi tirta Bulan jaraknya cukup dekat dari campuhan.

Hanya sekitar 50 meter mencari lokasi tirta Bulan.

“Cuma kalau mencari pancorannya masih masuk sekitar 20 meteran lagi. Jalannya ke utara dari campuhan dan jaraknya sekitar 100 meteran sudah sampai ke lokasi,” imbuhnya.  (*)

Artikel lainnya di Serba serbi

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved