Kisah Pasutri Tunanetra di Gianyar Bali, Berjuang Demi Keluarga Dengan Berjualan Air Klebutan
Namun mereka bersyukur dikaruniai seorang anak laki-laki yang kondisinya normal, yang kini duduk di bangku sekolah kelas V SD.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Keterbatasan penglihatan yang dialami I Made Warka (51) dan istrinya, Ni Made Tangen (35), tidak sedikitpun membuatnya patah semangat daam menjalani kehidupan.
Di tengah keterbatasan itu, pasutri asal Banjar/Desa Saba, Blahbatuh, Gianyar, Bali ini tetap optimistis dalam menghidupi dan menyekolahkan anaknya, yang terlahir normal.
I Made Warka, Rabu 4 Agustus 2021 mengatakan, kondisi ini telah dialami oleh istrinya sejak kecil.
Sementara dirinya baru mengalami kebutaan sejak dua tahun lalu.
"Istri saya memang sejak lahir sudah tidak bisa melihat karena memang tidak berisi bola mata. Saya sendiri baru dua tahun, karena mengalami step. Hingga kedua bola mata saya menjadi tidak normal. Namun masih bisa melihat walau kabur," tuturnya.
Selain keterbatasan fisik, mereka juga mengalami keterbatasan ekonomi.
Namun mereka bersyukur dikaruniai seorang anak laki-laki yang kondisinya normal, yang kini duduk di bangku sekolah kelas V SD.
Warka memahami dirinya tidak bisa mengajarkan anaknya terkait pelajaran sekolah.
Namun ia bersyukur, dalam membantu pelajaran anaknya, ia dibantu oleh sepupunya.
"Anak saya lahir normal, saat ini sudah kelas 5 SD. Kalau belajar dibantu oleh sepupunya," ungkapnya.
Dalam memenuhi kebutuhan keluarga, Warka lakukan dengan memanfaatkan sumber mata air atau di Bali disebut air klebutan.
Dimana, ia kerap diminta warga untuk mencarikan air klebutan dengan bayaran beragam.
Mulai dari Rp 3.000 untuk satu ember besar, kadang iapun diberikan uang Rp 5.000.
Rata-rata Warka mendapatkan tujuh kali dalam sehari, dengan rata-rata pendapatan Rp 15 ribu per hari.
"Kadang pelanggan bisa memberikan Rp 5000 rupiah, langganan saat ini ada 7, sehari bisa mendapatkan Rp 15.000," jelasnya.