Berita Bali

Babak Baru Polemik ISKCON-Hare Krishna: Terbitnya Rekomendasi Komnas HAM hingga Tanggapan MDA Bali

Babak Baru Polemik ISKCON-Hare Krishna: Terbitnya Rekomendasi Komnas HAM hingga Tanggapan MDA Bali

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Istimewa
Bendesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Polemik keberadaan sampradaya di Bali, dalam hal ini International Society for Krishna Consciousness (ISKCON), terus berlanjut.

Terbaru, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali memberikan respons atas rekomendasi Komnas HAM terkait keberadaan Yayasan ISKCON Indonesia di Bali.

Untuk diketahui, surat rekomendasi Komnas HAM tersebut di antaranya berisi agar Gubernur Bali menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan para pengikut ISKCON Indonesia dan Perkumpulan ISKCON di tempat-tempat ibadah yang selama ini digunakan.

Selanjutnya, menyediakan ruang dialog dan menetapkan zona damai di masing-masing tempat ibadah dalam upaya penanganan permasalahan ini dengan memberikan ruang kepada PHDI untuk memfasilitasi upaya dialog.

Selain itu, rekomendasi Komnas HAM juga menyebut Gubernur Bali agar menjamin pemenuhan hak atas rasa aman dengan mengedepankan dialog partisipatif antar-elemen masyarakat dan menghindari pendekatan keamanan dan ketertiban dalam penyelesaian sengketa yang ada.

Menanggapi hal tersebut, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali melayangkan surat bernomor 412/MDA-Prov Bali/IX/2021 tentang Tanggapan atas Rekomendasi Komnas HAM RI Atas Prilaku Yayasan ISKCON Indonesia di Bali. 

Tanggapan MDA Bali ditandatangani Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet dan Panyarikan Agung MDA Bali.

Baca juga: Ihwal Pencabutan Pengayoman PHDI terhadap Sampradaya ISKCON, Begini Penjelasan Ida Pandita

Menurut MDA Bali, surat rekomendasi Komnas HAM terhadap keberadaan ISKCON atau Hare Krishna di Bali telah mengaburkan fakta-fakta, yakni melakukan perbuatan tercela sebagaimana bukti-bukti yang dilampirkan dalam surat jawaban MDA Provinsi Bali kepada Komnas HAM RI terdahulu, yakni surat nomor 357/MDA-Prov Bali/VII/2021 tanggal 5 Juli 2021. 

MDA dalam surat tanggapan atas rekomendasi Komnas HAM RI tersebut juga menyebut ajaran Hare Krishna di bawah naungan ISKCON adalah sangat berbeda jika dibandingkan dengan Hindu Indonesia pada umumnya, dan Hindu Dresta Bali atau Hindu Bali secara khusus.

Menurut MDA, kasus yang ditangani oleh Komnas HAM RI terkait ISKCON bukanlah kasus hak asasi manusia tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Melainkan kasus tentang perilaku sangat tercela yang telah dilakukan oleh ISKCON atau Yayasan ISKCON atau Hare Krishna beserta para tokoh dan anggotanya. 

Perbuatan tercela yang dimaksud, menurut Majelis Desa Adat, adalah perilaku yang secara massif dan sistematis, ingin menghancurkan agama Hindu Dresta Bali, dengan mengganti tradisi, ajaran dan konsep keyakinan yang telah dipegang teguh selama ribuan tahun.

Menurut MDA, hal-hal itulah yang sama sekali tidak disinggung oleh Komnas HAM RI. 

"Perihal penegasan bahwa desa adat di Bali yang berjumlah 1.493 desa adat yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, memiliki hak otonomi yang diakui oleh NKRI dan penjelasan prihal hak otonomi tersebut sudah sangat jelas pula diuraikan dalam surat terdahulu, sama sekali tidak disinggung dalam Rekomendasi Komnas HAM RI," tegasnya dalam siaran pers yang diterima Tribun Bali, Minggu 12 September 2021. 

Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet  menyatakan, dengan terbitnya surat Tanggapan Majelis Desa Adat atas Rekomendasi Komnas HAM RI, maka MDA Provinsi Bali secara tegas membenarkan dan mendukung semua desa adat di Bali yang telah menyatakan menutup dan melarang aktivitas ISKCON dan/atau Hare Krishna di Bali. 

"Saya meminta melalui surat tanggapan ini, Gubernur Bali, DPRD Bali beserta Forkompinda Bali, Bupati & Walikota Se-Bali, PHDI Bali, Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali dan segenap Masyarakat Bali agar tetap solid mendukung sikap Majelis Desa Adat dalam hal permasalahan ISKCON atau Hare Krishna ini," tegas Bandesa Agung. 

Sambut Rekomendasi Komnas HAM
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Yayasan ISKCON-Indonesia Putu Wijaya menyambut keluarnya rekomendasi Komnas HAM tersebut.

"Kami sangat berterima kasih atas proses penyelesaian permasalahan ini oleh Komnas HAM dengan dikeluarkannya surat rekomendasi dengan Nomor Surat 30/R/MD.00.00/VIII/2021 tertanggal 27 Agustus 2021," kata Sekretaris Jenderal Yayasan ISKCON-Indonesia Putu Wijaya dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Denpasar, Kamis.

"Dengan adanya surat rekomendasi itu, kami berharap seluruh masyarakat dan pihak-pihak terkait dapat memahami keberadaan badan hukum Yayasan ISKCON-Indonesia dan bisa saling menghormati hak-hak beragama serta saling toleransi dan menghargai satu dengan yang lain," ujar Wijaya.

Baca juga: Polemik Keberadaan ISKCON di Bali, Dirjen Bimas Hindu Kemenag dan Komnas HAM Datangi MDA Bali

Dia menegaskan, Yayasan ISKCON-Indonesia sudah sah secara hukum dan memiliki izin dari Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor AHU-5791.AH.01.04. TAHUN 2013/C – 235.HT.01.02.TH 2006 dan terdaftar pada Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Nomor 1045/DJ.VI/BA.00/8/2018.

"Yayasan ISKCON-Indonesia sejak awal berdirinya sudah berkomitmen untuk menjaga kedamaian dan ketenteraman masyarakat dengan tidak melakukan ekspresi agama dan keyakinan yang berlebihan serta tidak merendahkan masyarakat lainnya," ucapnya.

Menurutnya, para "bhakta" bisa tetap mempertahankan kegiatan keagamaan dresta (adat budaya) Bali bersama masyarakat umum dan kegiatan bhakti yoga untuk kemajuan spiritualnya dilaksanakan di ashram dan di rumah secara pribadi.

Ia mengharapkan Gubernur Bali, Kapolda Bali, PHDI Provinsi Bali, serta MDA Provinsi Bali, dapat memahami posisi badan hukum Yayasan ISKCON-INDONESIA dan bisa menyediakan ruang dialog dengan menetapkan zona damai secara objektif agar tetap membuat suasana aman dan damai.

"Kami akan selalu mengupayakan penyelesaian permasalahan sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam memperjuangkan hak-hak kami," ujarnya.

Wijaya menegaskan pihaknya hanya melaksanakan kegiatan pelatihan bhakti yoga di ashram/pasraman yang menjadi tanggung jawab dari Yayasan ISKCON-Indonesia atau tempat ataupun tempat tinggal dari para bhakta yang bernaung di Yayasan ISKCON-INDONESIA.

"Tuduhan selama ini oleh beberapa oknum yang menyatakan bahwa Yayasan ISKCON-INDONESIA melakukan tindakan pelecehan/mendiskreditkan tradisi dan budaya Hindu di Bali adalah tidak benar," katanya. (ask/antara)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved