Berita Bali
Ida Pedanda Gede Jelantik Karang Lebar, Ini Kekaguman Ari Dwipayana pada Sosok Sang Sulinggih
Saya kenal pertama kali dengan beliau itu sekitar tahun 2008, tatkala karya (upacara) besar di Ubud. Kala itu beliau yang muput dengan beberapa
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ida Pedanda Jelantik Karang, seorang sulinggih senior dari Griya Karang Budhakeling lebar (meninggal dunia) pada Minggu, 12 September 2021.
Tentu saja sosok beliau yang bersahaja dan suci, menjadi panutan banyak orang termasuk salah satunya Koordinator Staf Khusus Presiden RI, A.A G.N. Ari Dwipayana.
Gung Ari, sapaan akrabnya pun, menulis di media sosialnya tentang rasa belasungkawa terhadap kepergian sang wiku ke sunia loka.
Ada beberapa hal yang menjadi panutan Gung Ari, dari sosok beliau (almarhum).
Kepada Tribun Bali, Senin 13 September 2021, pria asli Puri Kauhan Ubud ini menceritakannya.
Baca juga: BERITA DUKA: Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang dari Geria Budakeling Karangasem Lebar
"Saya kenal pertama kali dengan beliau itu sekitar tahun 2008, tatkala karya (upacara) besar di Ubud. Kala itu beliau yang muput dengan beberapa pedanda senior," sebutnya.
Karya tersebut adalah karya mamungkah ngenteg linggih di pamerajan Puri Kauhan Ubud.
Dari sana Gung Ari mengenal banyak sosok wiku senior juga selain beliau. Seperti diantaranya, Ida Pedanda Made Jelantik Karang, dan beberapa pedanda senior lainnya.
"Setahu saya, beliau sebagai pedanda budha memang banyak memiliki nanak yang juga telah menjadi sulinggih," jelas dosen UGM ini.
Kekaguman Gung Ari, karena di usia beliau yang mencapai 98 tahun saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu.
Sosoknya masih sangat aktif melakukan yadnya, muput karya hingga ngelokaphalasraya.
"Saya kaget saat tahu ida mantuk (meninggal) dari media sosial, dari salah satu keluarga beliau yang memposting di media sosial," jelasnya.
Gung Ari kemudian mengecek ke keluarga di Budhakeling dan benar saja berita tersebut akurat adanya.
Walau demikian, sosok beliau memberi banyak inspirasi pada Gung Ari.
"Biasanya saat upacara besar, beliau pasti ada dan saya bertemu beliau di lokasi upacara. Seperti di Pura Pasimpangan Gunung Agung di Bebandem," sebutnya.
Baca juga: Ari Dwipayana: Umat Hindu Perlu Rumuskan Kembali Strategi Dharma Negara
Namun kisah-kisah beliau, kebanyakan didapatkan Gung Ari dari para nanak-nanaknya.
Salah satunya, adalah cerita tentang kebiasaan beliau yang senang mandi air dingin atau air es dari dalam kulkas.
"Bayangkan di usia lingsir (tua) beliau mandi dengan air es," ujarnya.
Kemudian beliau juga tidak senang memakai baju saat berada di griya.
Namun Gung Ari sangat tersanjung, karena ketika bertemu dengannya, sang wiku malah sengaja memakai baju.
Semangat pejuang beliau sebagai veteran pejuang kemerdekaan, membuat Gung Ari sangat terpesona dan terinspirasi.
Tentunya ini juga menjadi inspirasi nanak beliau dari Bali dan Lombok, yang jumlahnya puluhan.
Sebab beliau adalah nabe atau sesuhunan dari Ida Dalem Surya Sogata di Puri Saren Kaler Klungkung.
Guru nabe pula dari Ida Rsi Agung Supraba Karang, dan masih banyak lagi sosok yang menjadi murid beliau.
"Bayangkan di usia 98 tahun beliau masih sangat bersahaja dan segar saat bertemu terakhir kali," katanya.
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana Orasi Ilmiah di Bali,Bahas Sejarah Hingga Tantangan Hindu
Walaupun nanaknya banyak, kata Gung Ari, namun beliau selalu menegaskan agar tetap menjaga sesana kawikon sebagai seseorang sulinggih atau pemimpin yang memegang jabatan.
"Apalagi nanak beliau datang dari berbagai elemen, tidak hanya ida pedanda saja, namun juga ada ida rsi, ida empu, dan lain sebagainya," imbuh Gung Ari.
Sebagai guru nabe yang melahirkan banyak sulinggih, beliau konon sangat bertanggung jawab dalam mengemban tugasnya untuk terus mengingatkan agar berjalan di jalan Dharma.
Keteguhan memegang sesana dan kejujuranlah yang akan membawa seseorang pada jalan Dharma atau jalan kebenaran.
"Saya melihat beliau juga sangat multitalenta, karena beliau juga seorang seniman," sebutnya.
Sosok beliau inilah yang menjadi panutan Gung Ari dalam menjalankan tugas baik sebagai akademisi maupun sebagai pembantu presiden dalam menjaga Indonesia dan rakyatnya.
Beliau pula selalu menekankan tentang swadharma yang penting dan menjaga kesucian bagi seorang sulinggih.
"Sesana itu sangat penting bagi seorang wiku dalam menjaga harkat dan martabat serta kesuciannya," jelasnya.
Beliau selalu mengarahkan hal ini kepada nanak-nanaknya dimanapun berada, terutama yang telah madiksa menjadi sulinggih.
Saat pertemuan terakhir, sebelum beliau lebar Gung Ari sempat meminta doa, agar Indonesia bisa selamat dan keluar dari pandemi akibat virus Covid-19 ini.
"Beliau menyatakan setiap surya sewana, beliau melakukan puja dan selalu berdoa untuk keselamatan masyarakat, bangsa, dan dunia dari musibah pandemi ini," katanya.
Bahkan beliau kerap terlibat dalam upacara yang khusus dibuat di Budhakeling. Dimana upacara itu melibatkan pedanda dari banyak griya di Budhakeling. Untuk memohon keselamatan dunia dari wabah.
"Budakeling kan salah satu desa tua di Bali, yang tetap menjaga tradisi dan merawat nilai luhur budha kasogatan dan tetap terjaga di dalam tradisi aksara, sastra, dan ritual budha di sana," katanya. (*)
Artikel lainnya di Berita Bali