Vaksinasi
Vaksin Booster Berbayar Mulai Awal Tahun Depan, Bisa Beli di Apotek
Dia menyebut vaksin booster tersebut nantinya bisa dijual di apotek sehingga masyarakat bisa membeli dan memilih layaknya membeli obat.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah terus mematangkan rencana vaksin booster berbayar untuk masyarakat yang akan dimulai awal tahun depan.
Menurutnya, pemerintah merespons harapan rakyat bisa beli vaksin booster dan masyarakat nantinya bebas memilih vaksin sesuai kemauan masing-masing.
Dia menyebut vaksin booster tersebut nantinya bisa dijual di apotek sehingga masyarakat bisa membeli dan memilih layaknya membeli obat.
Baca juga: Lawan Varian Mu Pakai Booster Vaksin, Indonesia Perketat Pintu Masuk
Baca juga: Kemenkes Rancang Program Vaksinasi Booster untuk 100 Juta Masyarakat Kurang Mampu Tahun Depan
"Kita harapkan akan terbuka. Rakyat bisa membeli vaksinnya sendiri, bisa memilih vaksinya apa, sama seperti beli obat di apotek. Jadi ini akan kita buka pasarnya agar masyarakat bisa memilih membeli booster vaksin," kata Budi, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX, Senin 13 September 2021.
Menurutnya, vaksin yang akan disediakan pemerintah sebagai vaksin booster, merupakan vaksin yang telah memiliki izin penggunaan darurat atau EUA dari WHO maupun BPOM RI.
"Masih perlu kita finalisasikan lagi. Bahwa vaksin tahun depan yang akan menjadi vaksin booster tentunya sudah mendapatkan emergeny use atau izin penggunaan darutat dari WHO," ujar Menkes Budi.
Budi memaparkan bahwa ada sekitar 93,7 juta jiwa yang akan menjadi target vaksinasi booster berbayar ini.
Dari jumlah tersebut, katanya, pemerintah menggratiskan penerima vaksin booster yang masuk kategori penerima bantuan iuran (PBI), serta 4,4 juta anak-anak Indonesia yang mulai memasuki usia 12 tahun.
"PBI akan mendapatkan satu kali booster. Kita juga akan menyuntik anak-anak yang masuk umur 12 tahun itu ada 4,4 juta, disuntik 2 kali it, akan dibayar oleh negara APBN," ujarnya.
Selain itu, vaksinasi booster untuk masyarakat yang masuk kategori pekerja bukan penerima upah kelas III (PBPU III) juga akan dibayarkan melalui pemerintah daerah, dengan menggunakan dana yang akan dialokasikan oleh Kementerian Kesehatan.
"Sedangkan yang rakyat yang masuk ke PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) yang selama ini dibayar oleh pemda, nanti kita akan alokasikan dana bagi pemda untuk melakukan vaksinasi dosis ketiga, tapi nanti akan menjadi beban pemda, nanti kita atur," ujarnya.
Budi juga mengatakan, rencana vaksin booster ini terus difinalisasi dengan sejumlah pihak.
"Rencananya kita masih finalkan satu atau dua kali putaran dengan teman-teman di pemerintahan," ujarnya.
Tiga Varian Covid-19
Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah mengantisipasi tiga varian Covid-19 masuk wilayah Indonesia, yaitu varian Lambda, varian Mu, dan varian C.1.2.
"Sebagai antisipasi kita mengamati ada tiga varian baru yang kita amati dari dekat, pertama ada varian Lambda, kedua varian Mu dan ketiga varian C.1.2," kata Budi, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI kemarin.
Menkes menjelaskan, varian Lambda dan Mu sudah masuk klasifikasi variant of Interest (VoI) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sementara varian C.1.2 masih belum masuk kriteria VoI atau VoC namun tetap dalam pemantauan.
"Untuk Lambda dan Mu sudah dimasukkan kategori varian of interset oleh WHO, dan keduanya ditemukan di Amerika Selatan. Lambda ini sudah ada di 42 negara, Mu ini lebih cepat ada di 49 negara," ujarnya.
Lebih lanjut, Menkes menjelaskan secara ilmiah, varian Lambda dan varian Mu memiliki kemampuan untuk menghindari sistem imunitas tubuh., sehingga efektivitas vaksin yang telah diberikan akan menurun terhadap kedua varian tersebut.
Sementara untuk varian C.1.2, yang terbaru ini keluar dari Afrika Selatan. Dari amatan para ahli, varian ini juga dikhawatirkan penyebarannya karena memiliki banyak mutasi.
“Sama seperti lainnya varian ini bisa menghindari sistem kerja imunitas kita yang sudah terbentuk berdasarkan varian-varian sebelumnya," ujar Menkes.
"Varian C.1.2 juga dapat menghindari sistem kerja imunitas kita yang sudah terbentuk berdasarkan varian-varian sebelumnya," ujar Budi.
Budi menuturkan, belajar dari kasus varian Delta, varian-varian baru dikhawatirkan meningkatkan penyebaran.
Oleh karena itu penting untuk menjaga wilayah perbatasan dan pintu-pintu masuk internasional. "Memperketat entry dan exit testing, serta juga mendisplinkan proses karantinanya," jelas menkes.
Tiga Provinsi
Budi menyampaikan perkembangan situasi Covid-19 saat ini, bahwa kasus konfirmasi positif Covid-19 menurun drastis yakni menyentuh angka lima ribu.
"Insya Allah nanti bisa turun di bawah lima ribu per hari, rata-rata tujuh harinya juga sudah menyentuh angka lima ribuan," katanya.
Sementara pasien Covid-19 yang dirawat inap di Rumah Sakit secara harian berada di bawah 20 ribu atau rata-rata 7 harinya sekitar 20 ribuan.
"Ini sudah lebih rendah dari angka yang dirawat di rumah sakit sebelum lebaran kemarin. Angka kematian juga sudah menurun cukup drastis. Terakhir angka kematian hariannya ada di angka 270 rata-ratanya, juga 460-an. Ini sudah jauh di dibandingkan angka 2000 di masa puncaknya," jelas Budi.
Menurutnya, stok obat penanganan Covid-19 terbilang mencukupi dan aman, termasuk obat yang paling dibutuhkan seperti Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas.
"Untuk obat-obatan yang langka sekarang kita terus menambah stoknya sehingga dipastikan sampai dengan akhir September. Terlebih untuk obat-obatan yang sangat dibutuhkan seperti Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas," kata Budi.
Ia juga mengatakan mayoritas provinsi telah mengalami penurunan kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Namun ada tiga provinsi yang penyebaran Covid-19 relatif tinggi.
"Kalau kita lihat by provinsi, hampir setiap provinsi untuk kasus terkonfirmasi sudah termasuk normal atau level 1. Beberapa provinsi yang masih relatif tinggi di level 3 yaitu Bangka Belitung, Kalimantan Timur, dan Kalimanran Utara," kata Budi.
Sementara itu, lanjut Budi, sebagian besar provinsi juga mengalami penurunan tren rawat inap.
Beberapa provinsi yang masih relatif tinggi adalah Kepualauan Riau, Aceh, Kalimantan Utata, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Suawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Selaran, Bali, Sulawesi Utara, DKI Jakarta dan Kalimantan Timur.
"Untuk tingkat kematian semuanya juga sudah sebagian besar sudah masuk ke level normal, yang masih agak tinggi adalah Aceh, Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah, Bali, Yogyakarta, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur," ujarnya. (Tribun Network/Chaerul Umam/Rina Ayu/sam)