Berita Denpasar
Pakai Udeng Saat Ngamen di Denpasar, Sudah Lama Nengah Bayung Menganggur, Satpol PP Mengalami Dilema
Saat turun ke jalan untuk mengamen, Nengah Bayung (21) mengenakan udeng, kemben serta selempod.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Saat turun ke jalan untuk mengamen, Nengah Bayung (21) mengenakan udeng, kemben serta selempod.
Dia juga membawa perangkat sound system yang bisa digendong layaknya tas dan mik.
Sudah lama Nengah Bayung tak memiliki pekerjaan tetap.
Demi memenuhi kebutuhan istri dan tiga orang anak, dia terpaksa turun ke jalan untuk ngamen bersama temannya sekampung, Nengah Hendra.
Baca juga: Soal Gepeng dan Pengamen di Denpasar, DPRD Bali Dorong Pemprov Beri Pelatihan & Insentif Wirausaha
Ia mengamen di perempatan jalan di kawasan Tohpati, Denpasar.
Nengah Bayung bersama rekannya diamankan Satpol PP Kota Denpasar yang melakukan patroli di kawasan tersebut pada Sabtu 25 September 2021.
Ditemui di ruang pembinaan Jempiring II Kantor Satpol PP Kota Denpasar, Minggu 26 September 2021, Nengah mengaku berasal dari Pedahan, Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
Begitupun temannya yang diajak mengamen juga berasal dari wilayah yang sama.
Namun bedanya, Nengah sudah lama tinggal di Denpasar, sementara Hendra baru datang ke Denpasar.
Saat ditemui kemarin, Nengah Bayung tak memakai baju, tubuhnya dirajah beberapa tato dan telinga diblok kedua serta rambut sedikit dicat pirang.
Di tangan kirinya ia mengapit sebatang rokok yang masih menyala.
Sementara rekannya, tidur terlentang di dekat tembok menggunakan kemben yang dipakai saat mengamen serta baju merah marun.
Di Denpasar Nengah Bayung bersama keluarganya tinggal di kawasan Monang-maning.
Menurut pengakuan Nengah, dirinya bersama temannya baru pertama mengamen di jalanan.
“Terpaksa saya ke jalan ngamen, bes sing ada gae apa (tidak ada pekerjaan apa),” akunya.
Saat turun ke jalan untuk mengamen, Nengah Bayung memakai udeng dan kemben serta selempod.
“Ini baru pertama saya nyoba mengamen, tidak tahu kalau bisa ditangkap. Karena saya lihat yang lain bisa mengamen dengan udeng, makanya saya mencoba,” katanya.
Ketika diamankan Satpol PP, Nengah mengaku belum mendapat penghasilan dari mengamen.
Sebelum mengamen, ia bekerja sebagai buruh bangunan.
Namun, sejak pandemi Covid-19 menghantam, tak ada order membuat bangunan.
Terakhir ia mendapat orderan menggarap vila di Denpasar.
“Tapi itu sudah selesai, sehingga saya menganggur. Serba sulit sekarang ini, tak ada orderan untuk membuat bangunan,” katanya.
Setelah diamankan Satpol PP ini, dia mengaku akan pulang ke kampungnya di Tianyar.
“Di kampung nyari pekerjaan lain, menyabit rumput, karena ada sapi kadasan (diminta orang lain untuk memelihara) di kampung,” katanya.
Terkait pengamanan oleh Satpol PP terhadap kedua pengamen ini, banyak masyarakat menyatakan tidak setuju.
Beberapa di antaranya mengatakan Satpol PP tak memiliki hati nurani.
Kasatpol PP Kota Denpasar, I Dewa Gede Anom Sayoga mengaku alami dilema.
Satu sisi, pihaknya harus menegakkan Perda, namun di sisi lain pihaknya merasa kasihan dengan kondisi masyarakat di tengah pandemi.
“Kami hanya melaksanakan tugas sesuai peraturan. Kalau dari hati nurani pasti sama dengan yang lain, merasa kasihan. Tapi kalau tidak diambil salah, kalau kami ambil juga salah, jadinya serba salah juga, ewuh pakewuh,” katanya.
Sayoga mengatakan banyak pengaduan terkait keberadaan pengamen di lampu merah yang mengganggu lalu lintas.
Bahkan beberapa yang mengadukan secara tertulis maupun via pesan WhatsApp.
“Kalau yang ngerti aturan pasti akan menyalahkan kami, kenapa dibiarkan ada yang mengganggu ketertiban, tapi setelah kami tangani kami juga dihujat. Akhirnya kami terima semua saja semuanya,” katanya.
Anom Sayoga mengatakan, pihaknya tak melarang masyarakat yang berinovasi, akan tetapi jangan sampai mengganggu kitertiban.
Baca juga: Harumkan Nama Indonesia, Eki Kam Awali Karier Bermusik di Italia Sebagai Pengamen
“Kami memahami kondisi masyarakat, dan kami tidak melarang ada warga yang berinovasi, tapi jangan di perempatan yang lalu lintasnya padat. Itu kan berbahaya dan mengganggu pengendara,” katanya.
Dia mengaku tak membeda-bedakan pelanggar apakah warga Bali maupun luar karena dalam Perda tak ada klasifikasi kedaerahan.
“Perda itu kan sifatnya untuk semua yang ada di Kota Denpasar. Asalkan sudah di Denpasar sama perlakuannya, tidak membeda-bedakan,” tegasnya.
“Lain kalau misalnya mengamen di coffee shop, kerja sama dengan pemilik coffe shop itu kan bagus, tidak mungkin kami tertibkan itu,” tambahnya.
Terkait masalah tersebut, Dinas Sosial Provinsi Bali bersama Dinas Sosial Kota Denpasar, Satpol PP Bali dan Satpol PP Denpasar telah melakukan rapat koordinasi.
“Kami sudah melakukan rapat koordinasi dan bersinergi dengan semua pihak, karena ini kan mengganggu ketertiban,” kata Plt. Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, Nyoman Artayasa, Minggu 26 September 2021.
Artayasa menyebut, gepeng, pengamen dan gepeng yang menyaru menjual tisu berasal dari luar Denpasar dan luar Bali.Mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya.
“Ini sebenarnya ranah Provinsi, tapi kami tetap koordinasi, karena dipastikan mereka dari luar Denpasar. Kami juga fasilitasi untuk pemulangannya dan berkoordinasi dengan daerah asalnya,” kata Artayasa.
“Kami bersepakat dengan Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali terkait masalah gepeng, pengamen, maupun gepeng yang seolah-olah menjadi penjual tisu. Kami akan menyelesaikan masalah ini di hilir dulu, nanti untuk di hulu bagaimana kami koordinasi dengan asal yang bersangkutan,” katanya.
Mengenai 5 pedagang tisu dan 2 pengamen berpakaian adat Bali yang diamankan Satpol PP Kota Denpasar, Artayasa mengatakan akan dipulangkan ke daerah asalnya pada Senin 27 September 2021 ini.
“Saat pengembalian ke daerah asal, kami akan berikan sembako kepada mereka,” katanya. (sup/ian)
Kumpulan Artikel Denpasar