Serba Serbi
Kisah Raja Jayapangus dengan Istrinya dari China di Bali
Dari catatan yang tertulis dalam prasasti. Dapat diketahui bahwa Sri Jayasakti berkuasa di Bali sejak tahun 1133 hingga 1150 Masehi
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
"Menurut sebuah kitab kuno, yang bernama Purana Tattwa, bahwa Baginda Raja Sri Prabu Jayapangus mengundang tujuh guru Agama dari Jawa ke Bali yang disebut dengan Sapta Pandita," sebutnya.
Kehadiran guru agama ini, diperkirakan pada tahun 1111 Caka atau 1189 Masehi.
Ketujuh guru agama itu, memiliki sebutan empu atau mpu. Diantaranya, Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Wira Adnyana, Mpu Witha Dharma, Mpu Ragarunting, Mpu Prateka, dan Mpu Dangka.
Ketujuh empu ini diundang, dalam rangka menyelenggarakan perayaan upacara yadnya besar di Pura Besakih. Yang hingga saat ini dikenal dengan sebutan 'Eka Dada Rudra'.
"Kala itu upacara ini berlangsung untuk kesebelas kalinya, dan diselenggarakan setiap 100 tahun sekali," ucapnya.
"Dijelaskan pula bahwa Raja Sri Jayapangus beristana di Pejeng," imbuh Jero Mangku Ketut Maliarsa.
Hal itu terbukti dengan adanya sebuah pura yang besar, di daerah tersebut. Yang bernama Pura Pusering Jagat atau pusat kerajaan.
"Pura inilah lambang kebesaran atau kekuasaan Baginda Raja Sri Prabu Jayapangus," jelasnya.
Beliau memiliki dua orang istri yang bernama Paduka Bhatari Sri Parameswari Indijaketana dan Paduka Sri Mahadewi Cangkaja Cihna (China).
Baginda raja dalam memimpin persidangan, selalu diapit oleh kedua permaisuri beliau. Sehingga baginda raja tampak sangat berwibawa dan kharismatik.
Baca juga: Mengenal Kulkul, Media Komunikasi yang Disucikan dalam Masyarakat Hindu Bali
Sebab beliau dianggap sebagai simbol keharmonisan etnik dan asimilasi budaya. Khususnya pada hubungan Bali dan China.
Ada beberapa kitab yang digunakan Raja Jayapangus untuk memimpin Bali kala itu.
Diantaranya Kitab Hukum Keandawa Kamandaka, Marawakamandaka Dharma Sastra, serta Manawa Sasanadharma.
Baginda Raja Sri Jayapangus juga menerapkan Dasasila atau 10 jenis tingkah laku yang baik. Yang harus dilaksanakan dalam mengemban tugas-tugas kerajaan.
Lalu ada Panca Siksa, yaitu lima ketrampilan untuk melengkapi diri dalam melaksanakan tugas.