Berita Nasional
Anggota Komisi VI DPR RI PSR: Jangan Beri Modal ke BUMN yang Tak Menguntungkan Negara
Anggota Komisi VI DPR RI Putu Supadma Rudana alias PSR mengkritik sikap pemerintah, yang terkesan tidak serius dalam mengurus berbagai perusahaan BUMN
Penulis: Ragil Armando | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara mengenai kondisi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami penurunan performa.
Jokowi geram karena perusahaan-perusahaan tersebut selalu mengandalkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menyelamatkan kondisi perseroan.
Bahkan, karena itu, Jokowi juga menginstruksikan kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk tidak lagi memberikan proteksi kepada perusahaan BUMN dalam kondisi menurun.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Putu Supadma Rudana alias PSR mengkritik sikap pemerintah, yang terkesan tidak serius dalam mengurus berbagai perusahaan BUMN yang berjumlah ratusan tersebut.
Bahkan, pemerintah justru terkesan membiarkan pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) justru kepada perusahaan-perusahaan BUMN yang tidak memberikan keuntungan, malah terindikasi korupsi seperti Asabri dan Jiwasraya.
Baca juga: Lanjutkan Roadshow Bagi Sembako dan Masker Keliling Bali, PSR Dorong Pariwisata Segera Dibuka
“Jadi juga melihat begini, pertama memang kebijakan saat ini kan banyak PMN atau Penyertaan Modal Negara itu diberikan kepada BUMN-BUMN yang tidak seharusnya mendapatkan.
Bahkan ada terindikasi korupsi, yang dulu Jiwasraya, kedua ada Asabri,” katanya, Jumat 22 Oktober 2021.
Semestinya, pemerintah memberikan PMN kepada perusahaan-perusahaan negara yang benar-benar menjalankan tugas-tugas krusial negara, seperti PLN, Pertamina, atau Hutama Karya.
“Kalau PMN-nya adalah penugasan negara, misalnya seperti bikin jalan, kan itu harus diselesaikan, atau PLN, membayar untuk mensubsidi listrik seperti pandemi kemarin.
Tapi pada saat kondisi perusahaan itu tidak efektif, efisien, justru terindikasi terjadinya banyak penyimpangan, ya tidak perlu ada PMN,” terangnya.
Bahkan, seharusnya pemerintah sejak awal harus melakukan klasifikasi BUMN yang layak dan tidak layak mendapatkan PMN dari negara.
“Memang harus diklasifikasikan, tidak semua BUMN tidak perlu PMN, ada BUMN yang karena penugasan negara ditunjuk presiden.
Seperti PLN, seperti Pertamina, seperti Hutama Karya memang disuruh melakukan tugas BUMN-nya ini sebagai agent of development, ya harus disertakan Penyertaan Modal Negara itu,” imbuhnya.
Legislator Dapil Bali ini justru menyebutkan, bagi BUMN yang terus merugi seharusnya tidak mendapatkan PMN dari pemerintah.
Bahkan, ia berpendapat perusahaan-perusahaan tersebut semestinya harus dilikuidasi oleh pemerintah karena membebani uang negara.
Baca juga: Giliran Karangasem dan Bangli, PSR Lanjutkan Roadshow Keliling Bali, Gelontor Bantuan UMKM
“Asabri, Jiwasraya yang jelas terindikasi terjadinya korupsi dan pendanaannya nggak jelas, ya harus menjadi pertanyaan kenapa diberikan PMN-nya.
Ketiga, kalau kategorinya perusahaan itu tidak efisien, tidak efektif, malah hanya memanfaatkan PMN saja, ya kita berharap tidak diberikan Penyertaan Modal Negara itu.
Mendingan perusahaan yang merugi itu dalam tanda kutip dilikuidasi, karena justru membebani negara terus kan,” terangnya.
Seperti diketahui, adapun selama tujuh tahun Jokowi menjabat sebagai presiden, yakni 2014-2020.
Pemerintah telah menyuntikkan PMN kepada BUMN dengan total mencapai Rp 176,1 triliun, untuk tahun ini outlook PMN sebesar Rp 71,2 triliun.
Sementara itu, dividen dari BUMN dalam tujuh tahun sebesar Rp 297,6 triliun, dengan outlook tahun ini sebesar Rp 30 triliun.
Sebagai catatan, angka tersebut sebagian kecil juga bersumber dari badan usaha lainnya.
Kendati demikian, setoran dividen dari BUMN justru mayoritas berasal bukan dari para penerima PMN.
Dalam tujuh tahun terakhir BUMN penyumbang dividen terbesar, yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT BRI (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero), dan PT BNI (Persero) Tbk.
Mengenai Garuda sendiri, PSR mengakui ada keinginan untuk menjadikan Garuda sebagai perusahaan penerbangan yang mewakili Indonesia di pentas dunia.
Baca juga: PSR Komitmen Hadir untuk Masyarakat Bali, Bagikan Vaksin hingga Paket Sembako
Hanya saja, ia meminta apabila Garuda ingin dberikan PMN, maka harus melalui berbagai kajian strategis agar tidak membuang-buang anggaran negara.
“Jika pertanyaan sekarang ke Garuda sekarang yang minta Penyertaan Modal Negara, ya kita harus lihat.
Apakah Garuda ini berhak, memang ada ego atau ambisi kita sebagai national flight carrier atau penerbangan nasional yang mewakili bangsa dan negara,” paparnya.
Apalagi, menurut dia, saat ini Garuda justru sedang mengalami kesalahan manajemen sejak awal.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar Garuda perlu dilakukan restrukturisasi besar-besaran.
Termasuk diantaranya renegosiasi kontrak untuk menyelamatkan perusahaan penerbangan bersejarah itu.
“Tapi kalau masalah kontrak-kontraknya tidak jelas, yang terjadi mungkin ada penyimpangan dalam kontrak leasing pesawatnya.
Ya ini harus dipikirkan kembali apakah perlu tidaknya Penyertaan Modal Negara itu, apakah perlu direstrukturisasi total, kan begitu.
Bukan dibubarkan atau dilikuidasi, renegosiasi kontrak-kontrak yang dulu, dan pada akhirnya jangan sampai merugikan masyarakat, pekerja jadi korban, padahal itu karena salah manajemen,” tandasnya.
(*)