Serba Serbi

Tirta Suci Amerta, Berikut Kisah Pemutaran Mandara Giri

Tirta amerta dipercaya berkhasiat membuat seseorang tidak akan melalui proses kematian. Sebab air suci ini dipercaya memberi kehidupan yang kekal

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
ilustrasi. Prosesi malukat di Pura Mangening 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tirta adalah satu unsur suci, yang sangat terkait dengan Hindu di Bali.

Sebab setiap hal yang berkaitan dengan upacara dan upakara Hindu, pasti menggunakan tirta.

Namun apakah Tribunners tahu, kisah dari tirta ini. Khususnya tirta amerta yang sangat dicari para dewa hingga bhuta kala dan manusia.

Berikut sekilas kisah tirta amerta yang diceritakan Jero Mangku Ketut Maliarsa, kepada Tribun Bali, Selasa 26 Oktober 2021.

Baca juga: Kisah Niskala Hadirnya Tirta Klebutan di Pura Beji Campuhan Tampaksiring Gianyar

Tertulis dalam kitab Adi Parwa, tirta amerta didapat dari pemutaran gunung Mandara.

Sebab kala itu, konon air suci sumber kehidupan atau tirta amerta ini berada di dasar laut atau samudera.

Tirta amerta dipercaya berkhasiat membuat seseorang tidak akan melalui proses kematian. Sebab air suci ini dipercaya memberi kehidupan yang kekal abadi.

"Ketika zaman Satyayoga para dewa dan raksasa, mengadakan rapat atau sidang di puncak gunung Mahameru," jelasnya.

Agenda persidangan kala itu, membahas tentang cara-cara memperoleh tirta amerta. Air suci yang membuat hidup kekal abadi.

Kala itu Sang Hyang Narayana atau Dewa Wisnu bersabda 'jika menghendaki tirta amerta, aduklah lautan susu atau Ksirasagara yang kerap dikenal Ksirarnawa'.

Sebab di dalam lautan tersebutlah, terdapat tirta amerta.

Semua akhirnya berangkat ke Ksirarnawa atau lautan susu. Di sana pula ada gunung yang sangat tinggi, bernama Gunung Mandara atau Mandara Giri.

Gunung itu kemudian dicabut oleh Sang Anantabhoga dengan segala isinya. Lalu gunung dijatuhkan di laut ksira, sebagai tongkat pengaduk.

Tentunya hal itu dilakukan atas izin Dewa Baruna atau penguasa samudera.

Baca juga: Pengelukatan Tirta Empul Hingga Pantai di Gianyar Akan Ditutup Selama Saraswati dan Banyupinaruh

"Tatkala mengaduk itu, muncullah seekor kurma atau awatara Wisnu yang berwujud kura-kura bernama Akupa," sebutnya.

Kemudian Akupa mengapung di lautan susu, sebagai dasar dari Gunung Mandara agar mudah diputar untuk mengaduk.

Para dewa dan para raksasa berlomba-lomba, ingin mendapatkan tirta amerta dengan cara mengikat Mandara Giri.

Kemudian Naga Basuki bertugas membelit lereng gunung yang sudah disangga oleh kura-kura besar penjelmaan Dewa Wisnu.

Dewa Indra bertugas memegang puncak gunung Mandara, agar tidak terangkat ke atas.

Setelah sekian lama memutar, para dewa memegang ekor Naga Basuki. Sedangkan para raksasa memegang kepalanya.

"Terdengar suara gemuruh, dan Gunung Mandara panas, sehingga membuat Naga Basuki menyemburkan api yang membuat para raksasa kepanasan," jelas mantan kepala sekolah ini.

Dewa Indra turun, dan mengambil awan mendung agar turun hujan yang kemudian mengguyur para raksasa. Pemutaran gunung kian dikeraskan, hingga keluar kendi yang berisi tirta amerta yang dibawa Dewi Dewantari.

Sayangnya, ketika pembagian terjadi keributan antara para raksasa dan para dewa. Para raksasa tidak terima, karena para dewa mendapat bagian yang lebih banyak.

Tirta amerta berhasil direbut para raksasa, dan membuat Dewa Wisnu berubah menjadi gadis cantik.

Baca juga: Pura Tirta Suci Klungkung Hancur Tertimbun Longsor, Pengempon Mohon Bantuan Pemerintah Perbaiki Pura

Merayu para raksasa agar menyerahkan tirta amerta. Tirta berhasil dibawa Dewa Wisnu. Dan menyadari terkena tipu, para raksasa marah dan berperang dengan para dewa.

Dewa Wisnu membantu para dewa dengan membidikkan panah cakranya. Membuat banyak raksasa terbunuh.

Tirta dibawa ke Wisnuloka dan para dewa meminumnya sehingga hidup abadi.

Para raksasa yang tak terima, mengubah diri menjadi dewa dan sayangnya cepat diketahui oleh Dewa Aditya dan Dewa Chandra.

Dewa Wisnu pun membidikkan panah cakra ke leher raksasa yang telah sempat meminum tirta amerta.

Dari sana raksasa marah, dan bersumpah akan memakan Dewa Aditya dan Dewa Chandra. Dari sinilah timbuh gerhana matahari dan gerhana bulan.

"Tatkala perebutan itu, tirta amerta yang berada di tangan raksasa banyak jatuh ke rumput ilalang di area perebutan. Hal inilah yang membuat umat Hindu percaya bahwa rumput ilalang adalah rumput suci karena terkena tetesan tirta amerta," sebutnya.

Konon para ular yang ingin tirta amerta juga meminum tetesan itu. Tetesan di rumput ilalang yang tajam, membuat lidah ular terbelah dua atau bercabang hingga saat ini.

Intisari dari kisah ini, kata dia, adalah bahwa tirta amerta adalah air suci kehidupan yang dapat memberikan kesejukan kehidupan. Kebersihan lahir batin. (*)

Artikel lainnya di Serba Serbi

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved