Tak Hanya Potensi Bencana Hidrometeorologi, Jarang Disadari La Nina Punya Dampak Positif Ini

Tak Hanya Potensi Bencana Hidrometeorologi, Jarang Disadari La Nina Punya Dampak Positif Ini

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Widyartha Suryawan
(BMKG)
Tangkapan layar anomali Suhu Muka Laut (SML) dasarian II Oktober 2021. 

TRIBUN-BALI.COM- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang berada di 34 Provinsi untuk mempersiapkan kesiapsiagaan terkait fenomena La Nina.

Hal ini bertujuan agar setiap daerah di Indonesia dapat meminimalisir dampak dari bahaya hidrometeorologi akibat fenomena La Nina.

Adapun dampak hidrometeorologi meliputi banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang.

Dikutip dari laman resmi BNPB, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi mengatakan bila pada tahun 2020 ada peningkatan intensitas hujan di Indonesia.

"Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina tahun 2020 menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 20 persen sampai dengan 70 persen dari kondisi normalnya," ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com pada Senin, 11 November 2021.

Ia menekankan, peningkatan curah hujan itu berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.

Lebih lanjut Prasinta meminta BPBD Provinsi untuk mewaspadai dan menginstruksikan BPBD tingkat kabupaten dan kota terkait langkah-langkah kesiapsiagaan terhadap dampak dari fenomena La Nina.

Baca juga: Mengenal Fenomena La Nina yang Akan Mengancam Ketahanan Pangan

Ia juga mengingatkan, pihaknya telah memiliki informasi kerawanan bencana di tingkat desa atau kelurahan.

Informasi tersebut dapat diakses pada Katalog Desa Rawan Bencana, sedangkan pada konteks risiko, pemerintah daerah maupun masyarakat dapat melihat pada laman atau aplikasi inaRISK.

Mengantisipasi dampak bencana hidrometeorologi basah, pihaknya meminta adanya persiapan dini terkait sumber daya manusia, logistik, peralatan, dan persiapan fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan penerapan protokol kesehatan dalam penanganan Covid-19.

Apa itu Fenomena La Nina?

Dilansir dari situs National Ocean Service pada Senin, 1 November 2021, La Nina berasal dari bahasa Spanyol yang berarti gadis kecil. La Nina sering disebut juga El Viejo, anti-El Niño, or Kejadian Dingin.

La Nina memiliki dampak yang berlawanan dari El Nino, dimana pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal.

Sedangkan, fenomena La Nina memiliki hembusan angin yang lebih tinggi dari biasanya, dimana kehangatan air didorong ke arah Asia.

Dikutip dari Kompas.com, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan bila La Nina mempengaruhi sirkulasi udara dunia yang mengakibatkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia.

Akibatnya, di wilayah Indonesia banyak terbentuk awan dan kondisi ini diprediksi bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah tanah air.

Menurut Dwikorita, BMKG sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini terhadap ancaman datangnya La Nina jelang akhir tahun ini.

Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina yaitu sebesar -0.61 pada dasarian I Oktober 2021.

Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan Indonesia harus segera bersiap La Nina yang diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah-sedang, setidaknya hingga Februari 2022.

Baca juga: WASPADA Musim Peralihan! Anda Wajib Tahu Fenomena La Nina hingga Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Dampak La Nina

Dilansir Tribun-Bali.com dari Tribunnews.com pada Sabtu 1 November 2021, hasil kajian BMKG pada 2020 terkait La Nina menunjukan, adanya peningkatan curah hujan pada bulan November hingga Januari.

Adapun wilayah yang paling terdampak fenomena tersebut adalah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, NTT, Kalimantan bagian selatan serta Sulawesi bagian selatan.

Sedangkan, pada tahun ini, dampak dari La Nina diprediksi akan tetap sama serta akan ada peningkatan curah hujan bulanan sekitar antara 20 hingga 70 persen diatas curah normalnya.

Potensi peningkatan curah hujan pada periode musim hujan berpotensi memicu bencana hidrometeorologi.

BMKG mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat, untuk mengelola sumber daya air dan pengurangan risiko bencana yang berada di wilayah yang berpotensi terdampak La Nina.

Mereka diimbau melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana Hidrometeorologi.

Potensi bencana Hidrometeorologi, meliputi:

- Banjir

- Longsor

- Banjir bandang

- Angin kencang

- Angin puting beliung

- Badai tropis

Baca juga: Juru Bicara Gedung Putih Positif Covid-19, Terakhir Bertemu Biden Selasa Lalu

Secara umum, hingga November 2021, diperkirakan 87,7 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Pada akhir Desember 2021, BMKG memperkirakan 96,8 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan.

"Sebagai langkah mitigasi guna meminimalkan risiko, BMKG terus melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). Karena meski La Nina adalah ancaman, namun disisi lain ada hal positif yang juga dibawa," kata Dwikorita.

Dampak Positif La Nina

Dwikorita menuturkan meskipun berdampak terhadap ketahanan pangan, namun fenomena La Nina sendiri memiliki sisi positif.

La Nina memberi dampak positif bagi petani dan pekerja sektor kelautan.

Hal tersebut karena La Nina menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian.

Sementara, bagi pekerja di sektor kelautan, La Nina membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir yang dimanfaatkan oleh nelayan tambak budidaya dan garam. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved