15 Bulan, Ada 39 Laporan Kekerasan Seksual di UI: Mulai Pelecehan Fisik hingga Virtual
39 laporan tersebut, 22 kasus pelecehan seksual secara fisik, 3 pelecehan seksual secara verbal, dan 2 kasus pelecehan seksual secara virtual.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA – Kampus ternyata tidak bebas dari kekerasan seksual terhadap mahasiswinya.
Seperti kekerasan seksual di lingkungan kampus Universitas Indonesia (UI).
Menurut data Ringkasan Tahunan HopeHelps UI (Rita HH UI) periode Maret 2019 hingga Mei 2020 (15 bulan), terdapat puluhan kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada Direktorat Advokasi HopeHelps UI.
Baca juga: 33,3 Persen Laki-laki Alami Kekerasan Seksual, Ini Berbagai Alasan RUU PKS Harus Segera Disahkan
Kasus tersebut meliputi kekerasan seksual dalam bentuk fisik, verbal, hingga virtual atau berbasis online.
“Mulai dari bulan Maret 2019 hingga bulan Mei 2020, di mana terdapat 39 laporan kasus kekerasan seksual dalam lingkup sivitas akademika UI,” tulis Aliansi Kekerasan Seksual dalam Kampus se-UI dalam keterangannya, Kamis (11/11/2021).
Rinciannya, dari 39 laporan tersebut, 22 merupakan kasus pelecehan seksual secara fisik, 3 kasus pelecehan seksual secara verbal, dan 2 kasus pelecehan seksual secara virtual.
Baca juga: Bukan Berpenampilan Menarik, Ini Beberapa Faktor Risiko Seseorang Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual
Kemudian, 6 kasus perkosaan, 2 kasus percobaan perkosaan, 1 kasus tindakan perbudakan seksual, dan 3 lainnya kasus terkait intimidasi seksual.
Selanjutnya, data pada Juni 2020 hingga Mei 2021, HopeHelps UI melaporkan ada 30 kasus baru kekerasan seksual yang tercatat di Direktorat Advokasi.
“Terdapat 30 kasus kekerasan seksual yang terlapor dilakukan kepada atau oleh warga UI,” tulisnya.
Dari 30 kasus tersebut, 11 adalah kekerasan berbasis siber gender (KBGS), 11 lainnya kasus pelecehan seksual, 4 kasus pemerkosaan, 2 kasus percobaan pemerkosaan, dan 2 lainnya merupakan perbudakan seksual.
Selanjutnya, sebanyak 3 dari 30 kasus tersebut adalah kasus lanjutan dari periode 2019-2020 karena korban masih membutuhkan pendampingan.
Sementara itu, data yang sama juga mengemukakan, pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh teman korban, mantan pacar, pacar, teman aplikasi kencan online, orang asing, dan atasan di kampus.
“Data tersebut menunjukkan bahwa UI sebagai institusi pendidikan belum menjadi ruang aman bagi sivitas akademikanya mengingat pelaku kekerasan seksual tak jarang merupakan orang-orang yang dikenal oleh korban atau bahkan orang terdekat korban,” beber Aliansi Kekerasan Seksual dalam Kampus se-UI.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengungkapkan, Permendikbud Ristek 30/2021 bertujuan untuk memenuhi hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan tinggi yang aman.
Selain itu, ia ingin memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk bisa mengambil langkah tegas atas kasus kekerasan seksual.