Berita Denpasar
Pengamen Maudeng Didenda Rp 250 Ribu, Satpol PP Denpasar Sebut untuk Beri Efek Jera
Satpol PP Kota Denpasar menggelar sidang Tindak Pidana Ringan di Pengadilan Negeri Kelas IA Denpasar
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar menggelar sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di Pengadilan Negeri Kelas IA Denpasar, Bali, Rabu 17 November 2021.
Sidang ini dilakukan kepada dua pengamen maudeng yang melanggar Perda ketertiban umum.
Sidang ini dipimpin Hakim Putu Sudariasih dan Panitera Hj Astuti Hani.
Kepada kedua pengamen tersebut dikenai denda masing-masing Rp 250 ribu subsider kurungan dua hari.
Baca juga: Sudah Ditindak Tapi Pengamen Maudeng Masih Marak di Denpasar, Kasatpol PP: Perlu Peran Daerah Asal
Keduanya dinilai melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.
Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga mengatakan, kedua pengamen tersebut merupakan hasil penertiban di Jalan PB Sudirman.
Keduanya yakni I Made Raje dan I Ketut Duriada.
Sayoga mengatakan, Sidang Tipiring ini merupakan upaya untuk memberikan efek jera bagi masyarakat yang melanggar Perda.
“Sidak dan Tipiring ini bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk penegakan perda dan menyosialisasikan perda itu sendiri. Sehingga masyarakat dapat mengaplikasikan dan menaatinya,” kata Dewa Sayoga.
Lebih lanjut dikatakan, masih adanya laporan dari masyarakat akan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat menjadikan Satpol PP Kota Denpasar wajib menindaklanjutinya.
Hal ini juga guna memastikan tidak adanya aktivitas yang justru dapat merugikan dan mengganggu orang lain.
“Sidak dan penertiban ini akan terus kami lakukan sampai masyarakat paham akan pentingnya taat aturan. Pelaksanaan sidang tipiring adalah untuk memberikan pembinaan dan efek jera sekaligus sebagai wahana sosialisasi perda bagi masyarakat,” katanya.
“Para pelanggar ini nantinya akan dikembalikan untuk dilakukan pembinaan serta diberikan arahan untuk tidak melanggar Perda,” imbuhnya.
Meskipun sudah berkali-kali ditertibkan dan diamankan oleh Satpol PP Kota Denpasar, namun pengamen maudeng makin menjamur di wilayah Denpasar.
Mereka bahkan semakin banyak ditemukan di setiap perempatan dengan volume kendaraan ramai di Kota Denpasar.
Terkait dengan hal tersebut, Dewa Sayoga menyadari bahwa penertiban yang gencar dilaksanakan selama ini belum menyelesaikan permasalahan ini.
Hal ini karena pihaknya hanya bisa melakukan penanganan di hilir saja.
“Kami saat ini kan bergeraknya di hilir saja, dan di hulu perlu dicari apa penyebabnya. Mengapa semua datang ke Denpasar mulai dari pengasong, penggepeng, hingga pengamen ini,” kata Sayoga.
Pihaknya mengaku, untuk di Denpasar hanya bisa melakukan penertiban, pembinaan, pemulangan, serta Sidang Tipiring.
Hal ini karena mereka semua memiliki identitas luar Denpasar, termasuk pengamen maudeng ini yang identitasnya dari Karangasem.
“Kami dari Satpol PP tidak bisa sendiri. Butuh dukungan dari banyak pihak termasuk yang di hulu atau daerah asal,” katanya.
Sayoga mengaku, saat ini pihaknya sedang berhadapan dengan perilaku, sehingga untuk mengubah perlu pemahaman dan waktu.
Dia pun mengaku sedang menyelidiki terkait keberadaan pengamen maudeng ini.
Apakah mereka benar-benar terdampak pandemi, atau hanya dijadikan peluang bisnis agar lebih mudah dalam memperoleh penghasilan tanpa perlu bekerja keras.
“Ini antara ekonomi dan gaya hidup. Kami juga melakukan langkah antisipasi dengan menempatkan beberapa personel di tempat yang sering digunakan untuk lokasi mengamen, dengan harapan akan mengurungkan niatnya,” katanya.
Namun Sayoga mengatakan petugas tak bisa berjaga 24 jam di titik tersebut, sehingga selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan.
Ia menambahkan, pengamen ini juga bermain kucing-kucingan dengan petugas.
Saat petugas melakukan penjagaan di satu titik, pengamen tersebut pindah ke titik lain.
“Bahkan lucunya, petugas yang mengawasi mereka juga ikut diawasi oleh mereka. Mereka punya kelompok,” katanya.
Selain menempatkan petugas, saat ini pihaknya juga telah bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Kota Denpasar melalui ATCS yang dilengkapi CCTV.
Sementara itu, terkait dengan sidang tipiring pertama untuk pengamen maudeng ini dilakukan lantaran yang bersangkutan sebelumnya sudah diamankan.
Selain diamankan, juga telah diberikan pembinaan terkait keberadaan Perda Ketertiban Umum di Denpasar.
“Karena sebelumnya sudah kami bina dan melanggar lagi, kami langsung tindak dengan Tipiring. Selama ini memang kami maklumi, namun sekarang semakin menjadi-jadi, sehingga harus ditindak lebih tegas lagi,” katanya.
Baca juga: 4 Pasar di Denpasar Jadi Sasaran Sidak Masker, 2 Pengamen dan Gepeng juga Diamankan
Tangkap Pemberi Uang
KEBERADAAN pengamen maudeng di Denpasar kini kian menjamur.
Bahkan nyaris di setiap persimpangan dengan volume kendaraan ramai, pengamen ini selalu ada.
Terkait dengan kondisi tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, I Wayan Mariyana Wandhira meminta agar Pemkot Denpasar melakukan pendekatan kepada pengamen tersebut.
Karena pengamen di pinggir jalan ini cukup mengganggu ketertiban.
"Pemerintah dari Dinas terkait, misalnya Satpol PP tidak melakukan penangkapan, tapi membina. Agar jangan sampai mengganggu ketertiban umum," kata Wandhira saat dihubungi, Rabu 17 November 2021 petang.
Wandhira menganggap, dengan banyaknya pengamen maudeng ini, pemerintah terkesan membiarkan.
Sehingga dirinya meminta agar instansi terkait sesegera mungkin melakukan pendekatan.
"Nantinya, setelah melakukan pembinaan dan memperoleh alasan mengapa mereka mengamen, baru lakukan koordinasi antarpemerintah untuk mencari solusi lebih lanjut," katanya.
"Apa harus pembinaan di daerah asal atau di kita pembinaannya. Itu dilakukan setelah komunikasi dengan pelaku pengamen itu," katanya.
Anggota DPRD Kota Denpasar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yakni, Agus Wirajaya mengatakan, sesuai Perda No 1 tahun 2015, pasal 1 ayat 23 sudah jelas disebutkan bahwa pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka (di tempat) umum, dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.
Dan Pasal 40 di perda yang sama menyatakan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan, meminta-minta, mengemis mengamen atau usaha lain yang sejenis.
Oleh karena itu, menurut Agus mau berpakaian badut atau pakaian adat tentu saja tidak boleh dilakukan.
“Maraknya saat ini orang berduyun ke Denpasar mengadu nasib tentu bisa dipahami karena kondisi ekonomi akibat dampak Covid-19. Namun bila sampai mengganggu ketertiban umum tentu sangat disayangkan, apalagi sampai menggunakan pakaian adat yang biasanya digunakan untuk kegiatan yang bersifat baik,” kata Agus, Rabu petang.
Dengan adanya hal ini, Pemkot Denpasar, dalam hal ini Satpol PP harus bekerja keras mengatasi ini.
Agus mengatakan, mengenai tipiring Rp 250.000, itu merupakan sanksi maksimal yang bisa dilakukan sesuai aturan yang berlaku saat ini.
Terkait dengan efektif tidaknya tentu kembali pada efek jera yang timbul pada si pelaku.
“Namun perlu kita ingat pengemis dan pengamen bisa bertahan mengemis dan mengamen karena ada yang memberi, entah karena kasihan atau karena merasa terhibur,” katanya.
Justru untuk lebih efektifnya, menurutnya Satpol PP harus berani menangkap si pemberi uang kepada pengemis dan dikenakan sanksi.
Hal ini mengingat di Perda tentang ketertiban umum pasal 43 jelas-jelas melarang setiap orang memberikan uang atau barang kepada peminta-minta, pengemis, pengamen.
“Bila perlu kemudian setelah diberi sanksi, dipublikasikan di media yang ada sehingga ini dapat mengikis kebiasaan untuk memberi kepada pengamen. Jika pengamen tak ada yang memberi tentu mereka akan berhenti mengamen. Bukan kita tidak kasihan, tapi ada banyak cara mencari nafkah yang lebih baik tanpa mengganggu ketertiban umum,” katanya.
Sehingga dibutuhkan peran semua pihak untuk mengatasi hal ini.
“Ketegasan Satpol PP di lapangan menangkap pengamen dan pemberi, juga disiplin warga untuk tidak memberi uang ke pengamen,” katanya. (*)
Kumpulan Artikel Denpasar