Berita Bali

Kasus Pelecehan Seksual Diungkap dengan Survei, Rektor Unud Ambil Langkah Hukum jika Tak Terbukti

Kasus pelecehan seksual di Universitas Udayana Bali nampaknya akan bergulir panjang. Pasalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang awalnya membuka kasus

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara (tengah) ketika ditemui pada, Senin 22 November 2021. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kasus pelecehan seksual di Universitas Udayana Bali nampaknya akan bergulir panjang.

Pasalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang awalnya membuka kasus ini disebut menggunakan media survei dan kuisioner.

"Bagaimana kami bisa mengolah. Yang kedua yang ingin saya sampaikan kepada teman-teman LBH, kekerasan seksual kok melalui survei dan kuisioner?"

"Ini yang saya tidak mengerti. Kapan survei dan kuisioner itu dilakukan. Validasinya bagaimana. Berapa populasinya. Kemudian, eror rate-nya berapa?" tambahnya. 

Baca juga: Terkait Kasus Pelecehan Seksual di Unud, Rektor Prof. Antara Buka Suara 

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, ketika ditemui mengatakan pihaknya dengan tegas akan mengambil langkah hukum jika temuan dari LBH tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

"Kami akan mengambil langkah-langkah hukum karena menyebarkan isu yang tidak baik dan tidak obyektif sesuai dengan undang-undang ITE."

"Kami sudah sangat keberatan dengan gaya-gaya model begini, kami sudah berkomunikasi jauh-jauh sebelumnya," kata dia pada, Senin 22 November 2021. 

Lebih lanjutnya ia menerangkan, semestinya Unud lebih dahulu diajak berkomunikasi sebelum di-publish ke media. 

"Saya kira LBH orang ahli hukum jadi kami akan membela integritas Universitas Udayana dari hal-hal yang tidak benar. Kami akan segera bekerja sama untuk melaporkan Ketua LBH ini manakala hal-hal itu tidak terbukti," tambahnya. 

Baca juga: KPK Periksa Dosen FEB Unud 12 Jam, Kasus Dugaan Suap DID Tabanan Tahun 2018

Terlebih jika ada permainan dalam angka-angka ini dengan bukti yang tidak nyata, Prof. Antara akan melakukan perlawanan secara hukum kepada LBH Bali.

Prof. Antara menyayangkan karena Ketua LBH Bali merupakan mantan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unud. 

"Mestinya dia lebih banyak tau internal kami. Tapi kok begitu caranya. Itu yang saya anggap tidak profesional memberikan angka ini kepada masyarakat."

"Berkaitan dengan posisi kami sekarang ini adalah mencari data itu. Kemudian akan kami tindaklanjuti. Kami akan pilah-pilah," sambungnya. 

Sementara untuk Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 saat ini telah menjadi panglima legalitas yang luar biasa bagi kampus untuk menindak oknum-oknum yang terlibat di dalamnya.

Sebelumnya terkait hal tersebut tidak ada peraturan menteri (permen). 

"Jadi kita jalan sendiri. Di internal kami ada peraturan rekrut terkait pelecehan seksual di lingkungan kampus."

"Yang pada akhirnya Pertor (peraturan rektor) itu mengatur sedemikian rupa karena menyangkut pelanggaran non akademik. Dan komisi etik jalurnya."

"Kemudian komisi etiknya akan melakukan proses sehingga memberikan rekomendasi kepada rektor untuk melakukan penindakan," terangnya. 

Sejak Peraturan Menteri ini keluar, Prof. Antara mengaku sangat bahagia.

Pihaknya akan menindaklanjuti dengan membuat peraturan rektor sehingga nanti ada bentuk panitia seleksi untuk menyeleksi pembentukan tim Satgas.

Tugasnya mensosialisasikan berkaitan dengan pelecehan seksual.

Selain itu Prof. Antara berharap untuk para korban pelecehan seksual agar tidak takut melapor pada tim Satgas nantinya. 

"Kami akan melakukan pendampingan kepada korban dan melaporkan oknum ini ke aparat keamanan hari itu juga."

"Kami tidak akan membuat hal yang lain lagi selain bekerja sama dengan aparat negara. Kalau sudah ada kekuatan hukum baru kampus akan menyertai sanksi-sanksi sesuai otoritas yang kami tetapkan," sambungnya. 

Sementara itu, Prof. Unud berharap agar LBH membuka informasi sejelas-jelasnya pada Universitas Udayana agar bisa dilakukan tindak lanjut mengenai kasus yang cukup mencoreng nama baik Unud. 

Ditemukan Saat Buka Posko

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bali mencatatkan kembali kasus pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Udayana.

Direktur LBH/YLBHI Bali Ni Kadek Vany Primaliraning mengatakan awal mulanya menemukan kasus tersebut ketika pihaknya membuka posko pengaduan terkait korban kekerasan seksual. 

"Jadi awalnya akhir tahun lalu 2020 dari LBH Bali dan dari kawan-kawan mahasiswa di Udayana buka posko pengaduan terkait dengan korban kekerasan seksual."

"Jadi dari posko tersebut tidak harus kemudian korbannya minta advokasi ataupun tidak harus korban, bisa saja kemudian pihak ketiga itu yang kemudian lihat mungkin temannya atau kawannya yang lain yang mendapatkan kekerasan seksual," kata Direktur LBH/YLBHI Bali Ni Kadek Vany Primaliraning pada, Senin 22 November 2021.

Hingga dari data tersebut terakumulasi terdapat sebanyak 73 laporan.

Dari 73 laporan tersebut kemudian dilakukan seleksi dan hasilnya 42 laporan merupakan korban kekerasan seksual.

Ia mengatakan data tersebut sudah pernah diserahkan ke Wakil Rektor 4 pada, 29 Desember 2020 lalu. 

"Nah sebenarnya data ini sudah pernah kita kasi ke wakil Rektor 4 itu pada 29 Desember 2020. Dan tuntutannya sudah kita sampaikan bahwa sebenarnya korban itu kalau secara hukum kan memang minim ya, minim perlindungan."

"Harapannya memang di laporan tersebut harapannya apa, terus harapannya yang jelas ada tindakan dari kampus terhadap pelaku, terus yang kedua paling banyak mereka menuntut adanya sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual di kampus," tambahnya. 

Ia juga telah menyampaikan hal tersebut ke pihak Rektorat dan sudah mendorong agar terdapat agreement antara kawan-kawan mahasiswa dengan pihak rektorat.

"Namun waktu itu ditolak, mereka tidak mau menandatangani agreement, mereka mengatakan akan melakukan diskusi, lalu menyelesaikan pelaporan kasus." 

"Hanya itu saja yang disanggupi oleh mereka, tapi kemudian data yang besar ini, terus yang mendorong sistem itu, sebenarnya ada dua ya, advokasi kasus sama advokasi by data ini, nah by data ini kemudian tidak diindahkan atau tidak dihiraukan sebagai suatu hal yang urgent juga gitu."

"Jadi kemudian tidak tersepakatilah kemudian bagaimana konsistensi dari pihak kampus untuk membuat semacam sistem perlindungan di sana, tidak selesai gitu," paparnya. (*)

Berita lainnya di Pelecehan di Kampus Unud

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved