Berita Bali

Buda Wage Langkir, Umat Hindu Lakukan Ini?

Buda Wage Langkir ini dirayakan setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali, setiap Buda Wage Langkir umat Hindu melakukan ini?

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rizal Fanany
ILUSTRASI. Umat Hindu melaksanakan persembahyangan. Buda Wage Langkir ini dirayakan setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali, setiap Buda Wage Langkir umat Hindu melakukan ini? 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Buda Wage Langkir, umat Hindu lakukan ini?

Umat Hindu di Bali tak bisa dipisahkan dari ritual atau upacara.

Mulai dari Kajeng Kliwon yang rutin dilaksanakan setiap 15 hari sekali.

Begitupula Purnam Tilem dan hari raya besar lainnya termasuk Buda Wage Langkir.

Baca juga: Lahir Buda Wage Langkir, Apa yang Seharusnya Dilakukan Umat Hindu?

Buda Wage Langkir ini dirayakan setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali.

Pertemuan antara saptawara Buda (Rabu) dengan pancawara Wage serta wuku Langkir.

Inilah yang disebut sebagai hari raya Buda Wage Langkir.

Hari raya ini juga dikenal dengan nama Buda Cemeng Langkir dan dirayakan hari ini Rabu 24 November 2021.

Pada hari ini melakukan persembahan terhadap Sang Hyang Sri Nini.

Dewa Sadhana pada tempat penyimpanan harta benda.

Hari ini juga tidak baik untuk membayar sesuatu.

Hari raya ini merupakan pemujaan terhadap Bhatara Rambut Sedana yang dilaksanakan di merajan keluarga.

Pemilik toko, pura khayangan tiga desa pakraman, maupun pura khayangan jagat di Bali.

Beberapa umat Hindu juga ada yang memaknainya dengan menghaturkan banten di tempat penyimpanan uang maupun di uangnya.

Baca juga: Buda Wage Langkir, Kendalikan Hawa Nafsu, Ini Persembahan yang Dihaturkan

Selain itu, dalam lontar Sundarigama disebutkan; 

Buda waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, betari manik galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.

Berdasarkan terjemahan lontar Sundarigama yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Darma Kabupaten Tabanan tahun 1976, artinya;

Budha Wage, Budha cemeng namanya, keterangannya ialah, mewujudkan inti hakekat kesucian pikiran.

Yakni putusnya sifat-sifat kenafsuan, itulah yoga dari Bhatari Manik Galih, dengan jalan menurunkan Sang Hyang Omkara amrta (inti hakekat kehidupan), di luar ruang lingkup dunia skala. 

Maka patut melakukakan upacara dengan sarana wangi-wangi, memuja disanggar dan di atas tempat tidur.

Serta menghaturkan kepada Sang Hyang Çri, lalu melakukan renungan suci pada malam harinya. 

Selain itu, dalam kepercayaan masyarakat Bali pada hari ini tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi dengan uang.

Misalnya membayar utang, menagih utang atau menabung.

Baca juga: Buda Wage Langkir, Kendalikan Hawa Nafsu Untuk Wujudkan Kesucian Pikiran

Walaupun pada saat ini kepercayaan ini sangat sulit untuk dilaksanakan.

Namun ada pelajaran berharga yang bisa dipetik bahwa sebagai manusia kita harus mampu untuk mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsu.

Selain itu menjadi paham bahwa uang bukan segalanya.

Karena di atas segala-galanya masih ada kuasa Tuhan yang mengatur semua itu.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved