Breaking News

Berita Denpasar

Guru Besar Perempuan Pertama ISI Denpasar, Tari `Bebek Putih Jambul` Antar Ruastiti Jadi Profesor

Lewat `Tari Bebek Putih Jambul`, Ni Made Ruastiti dikukuhkan sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Dok. Pribadi Prof. Ruastiti
Guru besar perempuan pertama ISI Denpasar, Prof. Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si. - Guru Besar Perempuan Pertama ISI Denpasar, Tari `Bebek Putih Jambul` Antar Ruastiti Jadi Profesor 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lewat `Tari Bebek Putih Jambul`, Ni Made Ruastiti dikukuhkan sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Guru besar perempuan pertama di lembaga itu.

Dengan dikukuhkan menjadi guru besar, kini Ruastiti memiliki gelar Prof Dr Ni Made Ruastiti, SST, MSi. Inagurasi guru besarnya digelar pada Jumat 17 Desember 2021 lalu.

Selain menjadi guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar sejak lembaga itu berdiri 18 tahun lalu, Ruastiti juga menjadi guru besar kedua di Program Studi Tari setelah Prof Dr I Wayan Dibia yang telah purna bakti pada 2018.

Baca juga: Tari Bebek Putih Jambul Antarkan Ni Made Ruastiti Jadi Guru Besar Perempuan Pertama di ISI Denpasar

Ruastiti mengatakan, dalam orasinya ia membawakan karya ilmiah berjudul `Pengembangan Model Seni Pertunjukan Bagi Anak-anak Usia Dini Berbasis Kearifan Lokal`.

Orasi ini juga berkaitan dengan `Tari Bebek Putih Jambul` yang ia ciptakan untuk anak PAUD dan TK.

Ruastiti menuturkan, awal mula penciptaan tari ini dikarenakan dirinya melihat kenyataan di Bali bahwa anak usia PAUD dan TK diberikan tarian dewasa seperti Tari Rejang ataupun Tari Gopala.

“Jadi sampai hari ini belum ada tarian yang berbasis kearifan lokal untuk anak-anak. Dari sanalah saya tergerak untuk melakukan riset,” kata guru besar bidang Ilmu Seni Pertunjukan Pariwisata ini.

Dari hasil riset tersebut kemudian tercipta `Tari Bebek Putih Jambul` yang terinspirasi dari gending rare atau lagu anak yang berjudul `Bebek Putih Jambul`.

Baginya, kalimat bebek putih jambul mengandung arti orang yang berjiwa suci seperti sulinggih.

Dan, bebek putih jambul dimaknai sebagai simbol orang suci, karena bulu bebek berwarna putih sebagaimana baju orang suci yang berwarna putih.

“Artinya, bebek putih jambul dalam hal ini digunakan sebagai nasihat yang ditujukan kepada anak-anak agar mereka menata perilakunya sesuai dengan ajaran-ajaran kerohanian,” kata perempuan kelahiran Denpasar, 22 Maret 1965 ini.

Gerakan-gerakan pada tarian ini juga ia buat sesederhana mungkin agar mudah dipelajari oleh anak-anak.

Gerakan tersebut seperti gerakan terbang, maupun jalan, dan diiringi gamelan.

Selain diiringi gamelan, dalam menarikan tarian ini, anak-anak juga menyanyikan lagu `Bebek Putih Jambul` secara bersama-sama.

Tarian ini memiliki durasi yang singkat yakni 7 menit dan ditarikan oleh 11 orang penari serta dibuat untuk anak usia 3–6 tahun.

“Saya memang rancang tarian ini untuk materi kelas dan bukan show di panggung. Saya ingin materi ini jadi pondasi kearifan lokal bagi anak-anak usia dini,” imbuh Kepala Program Studi (Prodi) Seni Tari ISI Denpasar ini.

Untuk penggarapan dan riset tari ini, Ruastiti bekerjasama dengan Sanggar Paripurna Bona, Gianyar.

Sedangkan pendanaan riset didukung oleh Kemendikbudristek, yang dilaksanakan selama tiga tahun dengan sistem multiyear.

“Gol-nya tarian ini yakni memberi internalisasi untuk pendidikan dasar dan memberikan penguatan karakter sejak dini,” katanya.

Untuk penyebarluasan tari ini, ia akan lakukan lewat luring (offline) maupun daring.

Untuk luring dilaksanakan dari kursus ke kursus, dan bahkan ada rencana untuk membuat lomba dengan peserta siswa TK se-Bali.

Selain itu, juga melalui buku ajar yang memuat teknik serta ragam gerak dari tarian ini.

“Sementara untuk daring, saya sudah mengunggahnya ke Youtube, sehingga anak-anak bisa lebih mudah mempelajarinya,” katanya.

Ruastiti awalnya tidak tahu bahwa ia merupakan guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar.

“Saya baru tahu setelah teman-teman yang mengatakannya, dan ternyata memang benar,” tuturnya.

Sejak diangkat menjadi dosen di ISI Denpasar pada tahun 1992 yang saat itu masih bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, Ruastiti mengaku fokus dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Baca juga: Ciptakan Tarian untuk PAUD dan TK, Ni Made Ruastiti Jadi Guru Besar Perempuan Pertama ISI Denpasar

Ia fokus mengajar mahasiswa, termasuk melakukan penelitian yang berguna bagi masyarakat sehingga memiliki banyak poin yang menjadikan dirinya bisa menjadi guru besar.

Selain melahirkan `Tari Bebek Putih Jambul`, dosen berprestasi tahun 2016 ini juga menciptakan seni pertunjukan berjudul `Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Anak-anak` (2020), `Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Remaja` (2020), dan `Tari Peteng Bulan` (2021).

Beberapa karya ilmiah juga telah ia telurkan dan beberapa di antaranya didanai oleh Kemendikbudristek.

Dan sejak tahun 2014 sampai sekarang, ia dipercaya menjadi reviewer RISPRO (Riset Produksi) dan Implementatif di LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kemenkeu RI.

Rustiti berharap karya-karya yang dihasilkan oleh ISI Denpasar bisa diterapkan untuk masyarakat umum.
Sebab, menurutnya, selama ini kebanyakan yang berkarya asyik dan tenggelam untuk dirinya sendiri.

“Saya harap semua mahasiswa bisa menciptakan karya yang inovatif dan berguna bagi masyarakat. Tidak hanya asyik berkarya untuk diri sendiri,” katanya.(i putu supartika)

Kumpulan Artikel Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved