Serba Serbi
Upakara Atau Banten, Berikut Makna dan Fungsinya Menurut Kepercayaan Hindu Bali
Upakara atau yang dikenal secara umum disebut banten, memiliki makna dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
"Namun jangan khawatir, karena agama Hindu ini sangat fleksibel. Sehingga banten pun tidak perlu dijadikan beban," ucap Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, kepada Tribun Bali, Senin 20 Desember 2021.
Beliau mengatakan, hal tersebut karena banten terbagi atas beberapa tingkatan. Mulai dari banten tingkat nista, atau banten yang paling sederhana.
Banten nista pun dibagi lagi menjadi tiga, yakni nistaning nista, madyaning nista, dan utamaning nista.
"Apabila kita memang belum memiliki dana, kita bisa menghaturkan banten skala nista," ucap beliau.
Sebab pada dasarnya, Tuhan tidak menuntut umatnya. Namun semua kembali ke kemampuan diri masing-masing.
Kemudian tingkat yang lebih tinggi dari nista, adalah banten pada tingkat madya. Pada tingkat ini pula banten bisa dibagi tiga, yakni nistaning madya, madyaning madya, dan utamaning madya.
Kemudian apabila seseorang memiliki kemampuan dana yang cukup bahkan lebih, bisa menghaturkan banten dalam skala utama. Yakni dari nistaning utama, madyaning utama, hingga utamaning utama.
Walau demikian inti pokok dari sebuah banten, adalah keikhlasan. Sama seperti yadnya yang bermakna pengorbanan suci tulus ikhlas.
Upakara atau banten, adalah simbolisasi rasa terimakasih dan rasa syukur umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya. Karena telah memberi kehidupan, anugerah, dan segala perlindungan pada alam semesta ini.
Banten pun juga berfungsi yang menyeimbangkan alam semesta, seperti nyomia bhuta kala agar tidak menggangu.
Sebab dunia ini terbentuk dari baik-buruk, hitam-putih, atau Rwa Bhineda sebagai bentuk keseimbangan. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi
