Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati
UPDATE Kasus Guru Rudapaksa 13 Santriwati: Komnas HAM Tolak Tuntutan Hukuman Mati & Kebiri
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menolak tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia bagai pelaku rudapaksa 13 santriwati, Herry Wirawan
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM – Menanggapi tuntutan hukuman mati yang diajukan Kejati Jabar terhadap Herry Wirawan pelaku rudapaksa 13 santriwati di pesantren Bandung, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menolak hal tersebut.
Komisioner Komnas Ham, Beka Ulung Hapsara pun menanggapi tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia bagi Herry Wirawan.
Menurut Beka, hak hidup adalah hak yang tak bisa dikurangi dalam situasi apa pun.
"Saya setuju jika pelaku (Herry Wirawan) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal, bukan hukuman mati atau kebiri kimia," kata Beka Selasa, 11 Januari 2022.
Dilansir Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id pada Kamis, 13 Januari 2022 dalam artikel berjudul Herry Wirawan Terancam Hukuman Mati dan Kebiri Kimia, Begini Respon Komnas HAM, saat ditanya terkait hukuman berat atau maksimal yang seperti apa, Beka mengaku hukuman maksimal yang sesuai dengan undang-undang KUHP dan undang-undang tentang perlindungan anak.
Pada Selasa, 11 Januari 2022 siang, tersangka kasus rudapaksa terhadap 13 santriwati Herry Wirawan mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.
Komnas HAM Tolak Hukuman Mati Bagi Semua Tindakan Kejahatan
Komnas HAM menolak hukuman mati bagi pelaku tindak kejahatan termasuk kekerasan seksual seperti yang dilakukan oleh terdakwa Herry Wirawan.
"Pada prinsipnya Komnas HAM menentang hukuman mati untuk semua tindakan kejahatan atau semua tindakan pidana, termasuk juga pidana kekerasan seksual, seperti yang dilakukan oleh Herry Wirawan," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dihubungi Kompas.tv, Rabu, 12 Januari 2022.

Dilansir Tribun-Bali.com dari Kompas.Tv.com pada Kamis, 13 Januari 2022 dalam artikel berjudul Komnas HAM Tolak Hukuman Mati untuk Semua Tindakan Kejahatan, Termasuk Kejahatan Seksual, Beka mengatakan, alasan yang mendasari penolakan ini adalah prinsip hak asasi manusia, salah satunya hak hidup.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia, Respon Herry Wirawan Diluar Dugaan, Rudapaksa 13 Santriwati
Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan ini, hak hidup ini telah termaktub dalam konstitusi Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Tepatnya, pasal 28A yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
"Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apapun. Honor eligible right itu sudah ada di konstitusi kita dan juga ada di berbagai instrumen hak asasi manusia yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia," jelas Beka.
Beka mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan seksual sebagaimana tertuang di UU KUHP dan UU Perlindungan Anak. Artinya, hukuman diakumulasikan sehingga bisa maksimal.
Kendati demikian, Beka menilai bahwa jaksa dalam kasus kejahatan seksual oleh Herry Wirawan ini pasti memiliki pertimbangan lain untuk menentukan hukuman mati.
Namun, Komnas HAM mendorong pemerintah untuk bisa menyelesaikan persoalan kejahatan seksual dengan lebih komprehensif.
"Persoalan kekerasan seksual itu harus juga diselesaikan secara lebih komprehensif, tidak hanya melalui pendekatan hukum saja, tetapi juga harus lewat pendekatan lain yang juga berjalan seiringan," ujar Beka.
"Karenanya bagi saya, meskipun ada hukuman mati juga tidak akan bisa menghentikan atau menimbulkan efek jera sebelum adanya upaya-upaya lain," pungkasnya.
Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri
Herry Wirawan, Guru di Pesantren yang rudapaksa 13 Santriwati dituntut hukuman mati, hukuman kebiri dan dimiskinkan.
Hal tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa, 11 Januari 2022.
Baca juga: Herry Wirawan Cabuli 13 Santriwati hingga Hamil, Dituntut Hukuman Mati dan Kebiri
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati," ujar Kajati Jabar, Asep N Mulyana, seusai persidangan dikutip Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id pada Selasa, 11 Januari 2022 dalam artikel berjudul Guru Bejat Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, Komnas Perlindungan Anak Bilang Begini.
"Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku,” sambungnya.
"Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia.
Selain itu, JPU pun meminta meminta untuk menyita seluruh aset yang dimiliki oleh Herry.

"Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi,"
"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya.
Tanggapan Komnas PA Soal Tuntutan Hukuman Mati Herry Wirawan
Masih dilansir Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id, Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, Bimasena mengaku senang atas tutuan hukuman mati tersebut.
"Ya, happy dong, (tuntutan) sesuai dengan harapan. Jadi, inilah produk hukum yang sudah sepatutnya digunakan," katanya di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 11 Januari 2022.
Bimasena menyebut JPU sempat menyampaikan bahwa hukuman yang diputuskan sebagai efek jera.
"Ya, saya setuju. Memang ini yang diharapkan masyarakat dan harapkan bahwa hukuman yang setimpal adalah hukuman mati dan itu memang syaratnya masuk semua."
"Kami melihat beberapa hari ini ada beberapa kasus muncul dan itu bisa digunakan mulai penyidikan hingga penuntutan."
"Jadi, enggak usah takut karena produk hukumnya sudah jelas ada," katanya.
Menurutnya, keputusan ini merupakan keseriusan mereka sebagai penegak hukum untuk menyampaikan kepada warga soal kasus kejahatan anak masuk dalam ekstra spesialis crime dan tuntutannya adalah hukuman mati.
(*)